SIX

135 18 14
                                    

Aku tak pernah paham cara membinasakan luka, mencoba memahami keganjilan ilmu pengetahuan dari sisi doa-doa.

-Unknown

****

THE BOY

Thank you. That's it? Aku mengerti Naya masih marah kepadaku. Tapi sebesar itukah rasa bencinya? Aku sudah menumpahkan isi hatiku dan dia hanya bilang seperti itu?

God. My life is over.

Entah sejak kapan aku berbaring di tempat tidur sambil meringkuk seperti bayi di dalam janin. Bedanya, aku sedikit menangis. Tidak banyak, mungkin hanya beberapa tetes yang jatuh. Tapi penantiannya selama 12 tahun jauh lebih banyak dari pada tangisanku. Dan itu semua telah hancur. Hancur beserta harapan-harapannya. Entah sejak kapan aku menjadi banci seperti ini. Tapi demi tuhan jika bukan Naya yang mengucapkan kaliamat sialan seperti kemarin akan kucekik perempuan itu.

Aku rela menunggu 12 tahun demi seorang gadis yang menolaknya hanya dengan kata "thank you".

Seburuk ini kah hidupku?

Harusnya aku sudah bisa menikah seperti adikku. Tapi aku rela menunggu.

Dan bodohnya. Sejak awal aku tau Naya akan berbuat seperti ini padaku.

Thought shit, woman.

Pikiranku terpecah oleh dering telpon di ponselku.

Ari.

Please, i'm not in the mood.

Deringan itu berakhir. Namun sedetik kemudian berdering lagi dengan nama panggilan yang sama. Ada apa? Pentingkah? Fikirku setengah penasaran. Lalu aku bangkit untuk duduk dan mengelap sisa-sisa tangis yang sangat membuatku terlihat seperti semi laki-laki seperti ini..

"Ga, gue ke apartemen lo nanti sore" suara di seberang sana.

"Iya" jawabku dengan suara benar-benar seperti orang sehabis menangis. Sungguh kebodohan fatal.

"Ga, lo... lo nangis?"

Aku diam. Lalu memberanikan diri menjawab.

"Gue sebenernya udah nemuin dia. Tapi udah gaada harapan sekarang."

"Dia?" tanya Ari.

"Naya, ri"

"Holy shit, i'm coming now."

Ya, adikku memang tau tentang Naya. Tetapi dia tidak tau bahwa Naya sedang di Jakarta dan baru saja menolak cinta kakaknya yang ditanam selama 12 tahun.

....**....

Setelah sekitar 40 menitan, Ari baru tiba di apartemenku dan aku mendengar langkah terburu-buru ke arah kamarku. Saat Ari menemukan kakaknya yang seperti banci ini tengah duduk di kasur.

Aku memang sudah membaik ketika Ari sampai, aku tidak mau keliahatan sangat menyedihkan di mata adikku.

"Ga, kok lo ga cerita sama gue." paksa Ari.

Dan saat itu juga aku menceritakkan seluruh kisah ini kepada Ari. Aku tahu Ari pasti sangat mengerti bahwa kakaknya ini sangat cinta kepada Naya. Dan rela menunggu begitu lama. Tapi aku juga tahu Ari tak akan menyangka bahwa kakaknya ini akan bernasib seperti ini.

"Minta izin sama RS lo di Kanada untuk tambah cuti disini. Gua yakin dia masih cinta sama lo ga. Gaada yang terlambat, Ga." desak Ari ketika aku selesai menceritakan semuanya.

Four Roses For You [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang