TWO

216 55 22
                                    

It saddens me to see people try so hard to be accepted.

-Scott Mescudi

*****

THE BOY

Seseorang pernah bilang. Jatuh cinta adalah satu-satunya yang rela dilakukan orang berkali-kali meski harus selalu berkawan dengan patah hati.

Namun patah hati itu yang sekarang benar-benar terasa olehku. Benakku terngiang oleh masa lalu yang membawaku kembali ke Jakarta. Aku sudah seminggu disini dan belum juga menemukan "masa lalu yang tertinggal" itu. Memang aku belum menemukan, tapi bukan berarti aku tidak mencoba mencari. Sudah berkali kali aku menghubungi teman-teman semasa SMA-nya, tetapi tidak ada yang mengetahui keberadaan gadis itu.

Gadis yang aku terus cari selama 12 tahun terakhir ini. Dan gadis itu juga yang selama 12 tahun terakhir ini hilang seperti ditelan bagian inti bumi, hingga sekarang.

"Tiiiin....." klakson mobil dibelakang taksi yang aku tumpangi mencoba memecahkan lamunanku. Tapi tidak, aku larut dalam lamunan ini. Walau masih bisa mendengarkan bunyi-bunyian disekitarku.

"Aduhhh... Ini kan baru hijau,dasar." supir taksi yang menyupirku sedang bergumam seolah-olah ucapannya terdengar sampai ke penumpang mobil belakang.

"Mengapa aku benar-benar masih mencintai gadis itu?"

"Mengapa wajahnya tidak bisa hilang dalam mimpiku?"

Pikiranku berkecamuk.

"Bapak ini ke arah mana ya setelah perempatan didepan?" tanya sang sopir taksi yang kali ini kembali mencoba membuyarkan lamunanku.

"Oh, pak, lurus aja. Komplek Kenanga No. 7" jawabku setelah 3 detik bapak itu bertanya dan aku masih berusaha keluar dari lamunanku.

"Siap pak" jawabnya sigap.

Ayolahhh. Kemana gadis itu? Dimana dia?

AAKKKH. Teriakku dalam hati.

Apakah aku akan tetap bertahan dengan patah hati ini? Batinku. Apa gadis itu juga mencoba mencarinya? Rasanya tidak mungkin. Aku tahu dia sekarang menjadi seorang penulis dan pasti sekarang dia sangat sibuk bepergian, entah itu ke negara bagian mana atau ke benua mana.

Aku pernah membaca salah satu novel karyanya. Bukan tipe bacaanku memang, tapi aku rela membeli berapapun untuk mengetahui identitas gadis itu sekarang.

Tapi tetap semuanya sia-sia, aku mengeluarkan 12 US$ untuk membeli buku itu dan hanya mendapatkan bahwa gadis itu tinggal di Seattle. Yang benar saja, apa aku harus berjalan kaki keliling Seattle dan bertanya kepada setiap orang? Sounds like an idiot, right? Aku benar-benar gila sekarang.

"Pak sudah sampai"

"Pak....."

Dan seketika lamunanku akhirnya buyar karna bapak sopir didepan agak keras memanggilku, mungkin karna aku tidak merespon sama sekali karna sibuk berkutat dengan pikranku sendiri.

"Eh.. Maaf pak, Ini pak. Makasih" jawabku sambil mengeluarkan uang dari dompet dan memberinya bayaran pas sesuai argo.

Ketika turun taksi aku melihat ibu sedang mengobrol dengan Elena istri Ari di teras depan dengan hikmat. Bahkan ketika aku di depan pagar mereka baru menyadari kedatanganku. Dan Elena berteriak kegirangan begitu menyadari kedatanganku.

"Ibuuuu!!! Itu Mas Erga!!" teriaknya sambil menunjuk-nunjuk kearahku. Dan langsung diikuti langkah kaki ibu yang segera membuka gembok pagar untukku dan langsung menyerangku dengan pelukan dan ciuman-ciuman dipipi. Aku juga melihat Ari dan ayah keluar dari pintu depan dengan senyum mengembang.

Four Roses For You [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang