Bagian 2

100 13 2
                                    


Love has nothing to do, with that you are expecting to get, it's you are expected to give - Which is everything.

- Anon

Rangga POV

Gue mengerjapkan mata, ketika mendengar suara alarm gue. gue langsung mandi secepat yang gue bisa. Sholat shubuh lalu berpamitan kepada ibu gue yang masih sibuk di dapur. Gue melihat jam tangan. Semuanya Cuma akan berakhir sia-sia. Gue akan terlambat lagi. Gue berkata dalam hati. Dan gue masih terjebak di kemacetan jalan raya, diantara kendaraan yang membuat jalan raya ini penuh sesak.

Gue sampai di sekolah, dan menyadari gue terlambat sekitar 20 menit. Pagar masih terbuka. Dan gue melihat beberapa anak murid terlambat yang kini masih berbaris di lapangan. gue baru ingat, hari ini hari kamis. Dan guru yang bertugas piket merupakan guru killer yang terkenal dengan disiplin waktu.

Gue langsung berbaris menyelinap di antara barisan anak laki-laki yang terlambat. Beberapa perempuan yang menyadari kehadiran gue, menatap gue terpesona. Gue menghela nafas jengah. Masih bisa-bisanya mereka menatap gue seperti itu. Padahal ada di saat-saat krisis seperti ini. Jam pertama di hari kamis adalah perjalanan eksak paling penting untuk gue. dan gue harus melewatkanya.

"kamu jangan bengong aja!! Cepat tulis nama dan kelas. Lalu cari sapu. Bereskan lapangan." ucap bu ida lantang.

Gue langsung terburu-buru mengambil kertas yang di sodorkanya. Lalu menulis nama dan kelas. Gue berlalu pergi, mencari sapu ke penjuru sekolah. Dan tidak mendapati sapu ngganggur. Akhirnya gue hanya mengambil sampah-sampah yang berserakan dengan tangan gue.

Bunyi bel pergantian pelajaran itu terdengar ke seluruh kelas maupun lapangan. semua anak-anak yang terlambat menghentikan aktifitasnya. Dan mulai meninggalkan lapangan. menuju ke kelas masing-masing. Gue pun ikut berjalan meninggalkan lapangan.

Ketika gue menaiki anak tangga. Gue menahan rasa jengkel gue untuk yang kesekian kalinya. Ketika melihat karina berdiri, bersandar pada pilar bangunan. Menunggu gue, dengan sebotol air mineral dinginya. Gue ingin menghindar, namun kepalang tanggung. Gue memutuskan untuk berjalan melewatinya dan mengabaikanya. Dia tersenyum lebar, namun gue tak menatapnya sama sekali. Hanya meliriknya sekilas. Gue kira dia memutuskan untuk Tetap berdiri, bersandar pada pilar itu. Namun dia mengikuti gue, pelan. Sangat pelan. Hanya mengikuti gue dengan tenang. Gue tetap dingin dan tidak peduli dengan apa yang di lakukanya.

Karina menghentak-hentakan kakinya kesal. "aku tau. kamu tau aku ngikutin kamu kan!!" ucapnya jengkel. Gue tetap berjalan tak mengubris. Karina mensejajarkan langkahya. Sehingga gue dan dia berjalan beriringan.

"rangga!! Aku ngomong sama kamu."

Gue memejamkan mata. Berusaha meredam rasa jengkel yang siap meledak menjadi suatu kemarahan yang bisa membuat gue bertindak kasar pada seorang perempuan. Gue menarik nafas.

"gue telat, dan gue ketinggalan jam pertama pelajaran gue karina."

Karina menatap gue sedih, membuat gue sedikit merasa bersalah kepadanya. "aku tau. Aku Cuma mau ngasih ini buat kamu." Dia menyerahkan botol air mineral dan sapu tanganya.

Gue menatapnya yang masih menatap gue penuh harap. Gue mengambil apa yang di berikanya. Bedoa pada tuhan semoga perempuan ini langsung pergi.

"makasih. Tapi gue bener-bener telat dan gue harus masuk kelas."

Karina hanya mengganguk. Membiarkan gue pergi, untuk pertama kalinya gadis itu tidak menahan gue. dan gue bersyukur. Setidaknya gadis itu tidak berusaha menggangu, dia hanya ingin apa yang di berikanya di terima. Dan ketika keinginannya di dapatkan dia akan mundur teratur.

Simfoni HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang