Bagian 3

95 11 1
                                    


Love can sometimes be magic. But magic can something just be an ilusion

- Javan

Resya POV

"oke kali ini gue dapet kiriman salam dari karina untuk rangga. Katanya rangga kamu jangan lupa makann bekal buatan aku yaa. Aishiteruuu."

Lagu Demi Lovatto Up mulai mengalun memenuhi penjuru sekolah. Aku mengakhiri siaranku dengan salam salam dari teman temanku dan yang menyebalkan adalah salam untuk rangga. Si laki-laki muka datar dengan hati sebeku es. Aneh, setiap kali aku melihatnya, dia selalu saja memamerkan senyum manisnya itu. Membuatku ingin memakinya. Karna selalu tersenyum penuh pesona dan membuat kaum hawa lupa tempatnya berpijak.

Sejujurnya aku agak malas, beberapa hari terakhir aku harus sekelompok dengan laki-laki menyebalkan satu itu, dalam kelas lintas minat. Dia lebih banyak diam dan tersenyum. Membuatku ingin berteriak tepat dikupingnya untuk tidak tersenyum.

Akhir-akhir ini aku juga lebih dekat dengan azka. Kami sering pulang bersama. Mampir ke kedai favoritku untuk menikmati secangkir susu coklat panas. Berbagi pengalaman kami yang menyenangkan. Dan hari ini, azka kembali mengajakku untuk pergi ke gramedia. Dan aku benar-benar gugup. Azka bilang dia ingin menanyakan sesuatu padaku. Sesuatu yang membuatku gugup hingga membuatku susah tidur dan berakhir dengan terlambat masuk sekolah.

Aku keluar ruang siaran. Berjalan santai menyusuri koridor kedalam kelasku. Jantungku mulai berdetak tak karuan. Seiring dengan langkah kakiku dan detik demi detik yang berlalu. Aku mengutuk diriku sendiri yang mendadak sangat bodoh. Sampai sampai mengalami disorientasi kinerja otak. Aku mengatur nafasku, perlahan namun pasti detak jantungku menjadi lambat.

******

Resya POV

Angin berhembus kencang. Dengan gumpalan awan hitam yang berarak-arak mingitari langit, tanpa cahaya matahari. Aku masih berdiri menunggu sosok azka. Dengan sweater warna navy untuk menghangatkan tubuhku dari cuaca dingin yang menerpa kulitku. Hembusan angin membuat rambutku susah di atur. Aku melihat-lihat ke sekeliling, mencari kaca motor yang mungkin bisa kupergunakan untuk bercermin.

Akhirnya aku mendekati salah satu motor ninja hitam yang di parkir agak di sudut. Menghindari keramaian. Aku asik merapikan anak-anak rambutku di depan spion. Melupakan sekelilingku. Melupakan fakta bahwa, kaca motor yang ku gunakan ini bukan motor milikku. Angin terus berhembus kasar. Membuatku kewalahan mengatur anak-anak rambutku.

Setelah berkutat cukup lama, aku memastikan penampilanku kali ini benar-benar rapih. Sampai suara berat itu datang, membuatku terkejut setengah mati menahan malu.

"lo udah bercermin di kaca spion gue sekitar 8 menit." Laki-laki itu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganya. Aku menatapnya. Bibirku terkatup rapat.

"kalo udah selesai lo bisa sedikit minggir?" ucapnya tanpa dosa. "gue mau pulang." Lanjutnya dingin.

"ma..maaf," aku hanya bisa tergagap menahan malu.

Dan sosok azka yang datang menyelamatkanku dari tatapan mata rangga yang sangat mengintimidasiku. Dia menghampiriku lalu menggenggam tanganku. Aku hanya bisa diam, menatap genggaman tanganya yang begitu erat menggenggam tanganku.

"lain kali, bawa kaca. Jadi gausah minjem kaca orang." Ucap rangga sarkasme. Matanya menatap tajam kearah genggaman tanganku dan azka.

"maaf," ucapku sekali lagi.

Azka menuntunku, tempat dimana motornya di parkir. Tanganya masih setia menggenggam tanganku. Membuat jantungku mencelos seketika. Hari ini benar-benar memalukan sekaligus menyenangkan untukku.

Simfoni HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang