Bagian 4

172 11 5
                                    

Where there is love, there's life

- Mahatma gandhi

Rangga POV

Gue melempar bola kedalam ring basket. Akhirnya teman-teman dan coach gue, memutuskan untuk bertanding. Dan kami harus berlatih dengan keras. Meskipun menurut gue, gak ada yang berubah dari latihan kami. Sejujurnya gue nggak betah bersekolah disini. Gue merasa sekolah gue lebih focus dalam pertandingan futsal ketimbang basket. Hanya karna peminat basket di sekolah ini yang sedikit. Bukan berarti basket harus di pandang sebelah mata.

Gue sering kesal, ketika di setiap classmeet basket belum pernah di adakan pertandinganya. Selalu futsal. Futsal. Dan futsal. Dari sekian banyaknya eskul Cuma futsal yang selalu ada di dalam classmeet. Dan pada akhirnya gue hanya jadi penonton dalam setiap classmeet. Tanpa menjadi partisipan yang bermain untuk memenangkan kelas mereka.

"lo kenapa ga? Dari tadi nggak focus." Andra menepuk bahu gue. berusaha menyadarkan gue.

"gak papa."

Gue kembali memungut bola dan melempar bola. Terus seperti itu. Tapi nggak pernah membuat gue bosan. Coach gue masih memberikan arahan-arahanya. Gue melihat resya menyendiri. Menatap lapangan basket dari lantai dua. Tatapan matanya kosong. Gue selalu menemukan dia dalam keadaan menyedihkan. Dia seperti zombie hidup. Beberapa siaranya sedikit bicara. Dia hanya memutarkan lagu lagu melankolis. Khas orang patah hati, semuanya berubah. Semenjak hari itu. Saat gue melihat dia menangis dalam diam.

Gue kembali melempar bola kedalam ring. Dan bola masuk ke dalam ring dengan sempurna. Gue menyadari sosok resya sudah tidak berada di lantai dua namun dia duduk di depan koridor sambil membaca novelnya. Namun tak benar-benar membacanya. Gue mendekatinya. Dan dia belum menyadari itu. Gue duduk di sampingnya. Dan meminum air mineral gue.

"lo nggak baca apa yang lo baca."

Resya menoleh. Tatapan matanya sendu. Dia menatap gue tidak peduli. Dan gue berusaha membangunkan gadis itu dari keterpurukanya.

"gue sering denger siaran lo. Dan lo tau? Gue bosen banget dengernya. Lo terlalu monoton muterin lagu galau."

Resya tetap diam. Dia mulai membaca novelnya. Dan akhirnya gue mulai kesal. "gue tau lo patah hati. Tapi jangan terlalu berlarut-larut. Gue suntuk denger lagu lagu galau yang lo puterin. Bikin nular aja galaunya."

Gotcha!! Gue berhasil menarik peerhatian resya. Dia tengah menatap gue jengkel. Benar-benar jengkel, sampai wajahnya memerah.

"yang pertama!! Gue gak patah hati. Jadi jangan sok tau. Makasih saranya."

Gue mengulurkan tangan gue. mengajaknya berjabat tangan. "Rangga Altantra."

"semua orang di sekolah ini tau siapa elo." Gue tersenyum menertawakan kejengkelanya.

"oke. Sampai ketemu di kelas. Resya aprillia." Gue berlalu meninggalkanya. Dan dia menatap gue penuh tanya.

Sekilas mungkin lo mengatakan gue aneh. Tapi itulah kenyataanya, dunia ini singkat. Gue nggak mau seseorang galau berlarut larut. Gue sering tersenyum, ibu gue selalu mengajarkan gue untuk tetap tersenyum. Karna ketika lo tersenyum, lo membagi sedikit keceriaan untuk mereka. Dan membuat orang itu bertanya-tanya dengan sikap gue. dengan begitu mungkin dia bisa melupakan sedikit kegalauanya.

Mungkin itu pendapat yang aneh. Tapi begitulah yang gue yakini. Gue Cuma mau membagi senyum gue, mengingatkan mereka caranya tersenyum.

^^^^^-^^^^^

Simfoni HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang