Part One

41 2 0
                                    

Hari yang sibuk. Aku pulang cukup larut malam. Bahkan bisa dibilang, pekerjaanku di kantor majalah sebagai pimpinan redaksi belum selesai. Untungnya majalah bulanan. Deadlinenya tak sampai membuat frustasi. Cuma ya begitu.. Ada banyak artikel yang masuk, dan harus disortir dengan baik.
Seperti biasa, aku hanya naik motor bebek matic yang cicilannya belum lunas. Aku melihat sesuatu di depan mataku. Tiba-tiba, aku hentikan motorku. Reflek, kumatikan lampu motor. Kuandalkan lampu jalan untuk melihat dengan jelas.

Sebuah mobil sedan berwarna biru dongker terparkir di tepi jalan. Pintu bilik kemudinya terbuka lebar. Dan, tak jauh dari sana, seseorang tengah duduk berlutut, sembari mengayunkan semacam kapak ke arah tanah yang dipijaknya.
Astaga..! Itu bukan tanah. Tapi.. manusia(?) Apa yang ia lakukan? Pembunuhan!
Buru-buru kunyalakan motor. Dan, si pembunuh tampak menghentikan laju kapaknya. Ia mendengar suara motorku. Ia menyadari keberadaanku. Segera kutancap gas. Kabur! Sempat kulirik kondisi manusia berjenis kelamin laki-laki itu. Mengenaskan. Darah memenuhi wajahnya.
Agak kusesali. Kenapa aku melewati jalan ini? Biasanya aku lebih suka lewat kota sambil cuci mata. Namun karena jam sudah sangat larut, aku putuskan lewat jalanan sepi ini, karena lebih cepat sampai ke rumah.

Ada sinar kuning tampak di kaca spion motorku. Oh..! Si pembunuh itu mengejarku?! Aku makin ngebut. Sampai.. sampai.. Tiba-tiba motorku berjalan pelan, serta merta mati. Aduh! Bensinnya habis! Dan, si pembunuh semakin dekat di belakangku. Terpaksa, kutinggalkan motorku di tepi jalan. Aku berlari. Usaha terakhirku mengandalkan diri sendiri untuk tetap hidup. Walau akhirnya mobil si pembunuh lebih cepat dari kedua kakiku, dan.. aku merasa benda tumpul menghantamku. Kepalaku pusing sekali. Aku roboh ke tanah di pinggir jalan. Tapi tak sampai pingsan. Kulawan rasa pusing. Ketika si pembunuh mendekat, aku dapat melihat wajahnya yang menakutkan. Penuh jahitan. Mirip boneka Chucky. Saat ia mendekat.. Bamp!! Sekuat tenaga kutendang perutnya. Sampai ia terhuyung ke belakang beberapa langkah. Sementara ia meringis, aku segera berdiri.
Entah, apa yang merasuki pikiranku.. Aku kabur dengan mengendarai mobilnya.

Hingga sampailah aku di rumah.. Aku berpikir.. Mau kutaruh di mana mobil ini? Oh iya! Garasi kan lagi kosong. Mobilku sedang dipinjam teman untuk ke luar kota. Maka, kuparkir mobilnya di dalam.
Sebelum keluar dari mobil.. Kunyalakan lampunya. Kuperhatikan seisi mobil. Ini mobil lama. Secara visual pun kurang terawat. Kubuka laci dashboardnya. Aha! Ada beberapa berkas. SIM dan STNK. Tertera foto. Ya, foto si pembunuh, sepertinya sebelum wajahnya rusak. Karena aku ingat betul bentuk mata dan bibirnya. Kubaca.. Namanya Cas Louvre. Seperti bukan nama orang Indonesia. Membuatku teringat dengan nama sebuah museum di Perancis. Aku ingin periksa bagasinya. Tapi aku takut menemukan hal yang tak diinginkan. Aku pun segera keluar dari mobil itu. Buru-buru mengunci pintu gerbang dan menutup pintu garasi. Ada untungnya, pintu gerbang dan pagar rumahku tinggi. Orang luar tak bisa melihat ke dalam. Jadi, tak kan ada yang tau aku bawa mobil asing.

Saat masuk ke rumah..
Kulihat adik perempuanku tertidur di sofa, depan televisi. Di dunia ini, keluargaku hanya tersisa kami berdua. Aku, dan adikku, Lyra.
"Dek.." Kusentuh pundaknya. Kugoyangkan sedikit. Ia menggeliat.
"Eh, Kak Lorena udah pulang.." Ia duduk. Sembari merapikan rambutnya dengan jemari.
"Iya. Pindah gih, ke kamar..," suruhku.
"Iya, Kak.." Ia membawa bantalnya. Berjalan gontai ke kamarnya yang berada di lantai dua rumah ini. Bersebelahan dengan kamarku.
Sedangkan aku? Menikmati rasa lega, karena baru saja lolos dari malam yang mencekam. Aku duduk di sofa.
Astaga.. Itu tadi apa? Aku berharap, tadi itu cuma mimpi. Tapi kepalaku masih terasa pusing. Lalu, kulepas selempang tasku. Meletakkannya di meja. Ada hal aneh yang tertangkap oleh mataku. Bagian bawah tasku robek! Apakah tadi terjadi sesuatu yang kulewatkan? Kuperiksa isinya.. Dompetku tak ada! Handphone? Syukurlah.. Handphoneku ada di saku jaket bagian dalam.
Yang membuatku resah.. Di dalam dompet ada beberapa kartu penting. Salah satunya KTP dengan alamat rumah ini tertera. Aduh..! Bagaimana kalau si pembunuh itu membaca isi KTPku, dan mengetahui alamat rumah ini?

The Scary NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang