Part Two

16 2 0
                                        

Aku segera menelepon seseorang, keesokan paginya. "Halo..! Pagi, Mas Joe.."
Dari seberang, terdengar suara pria yang selama ini sangat baik padaku dan Lyra. "Ya, ada apa, Ren?"
"Aku.." Ah, susah sekali mengatakannya. "Mas.. bisa ke rumahku gak, sekarang?" Sulit kujabarkan segalanya lewat telepon. "Please.."
"Oke.. Aku ke sana sekarang.."
Rasa tak enak hati memang menerpaku. Aku tau, kesibukan Mas Joe sebagai polisi cukup padat. Tapi, aku belum mendapatkan pilihan lain.

Lyra sudah pamit pergi ke sekolah, saat Mas Joe datang. Ia tampak gagah dengan seragam polisinya.
"Lorena.. Ada apa?" tanya pria yang telah tiga tahun ini menjadi sandaran hatiku. "Suaramu di telepon tadi, kedengaran seperti ada sesuatu yang sangat genting."
"Mas.. Ayo, sini.." Aku mengajaknya ke garasi, hendak menunjukkan mobil itu, tapi.. Mendadak aku syok! Seluruh tubuhku lemas. Mobil itu sudah tak ada! Aku gemetaran.
"Ada apa, Ren? Kamu kenapa?" Mas Joe makin penasaran.
Tangisku merebak, setelah kulihat kunci pintu garasinya terbuka. Kapan dan bagaimana si pembunuh itu masuk ke rumah ini? Aku kian lemas, ketika ingat, bahwa kunci rumah cadangan milikku yang ada di dalam tas juga hilang bersama dompetku. Lalu, kenapa aku tak mendengar suara apapun sepanjang malam tadi? Astaga.. Rasa takut membuatku sulit tidur, sehingga kututup telingaku dengan headset, sembari mendengarkan instrumen lembut pengantar tidur. Sedangkan Lyra, memang tukang tidur. Kalau sudah lelap, seperti orang mati. Tak dengar apa-apa.

Pelan-pelan, kuceritakan apa yang terjadi semalam pada Mas Joe. "Kepalaku sempat dihantam sesuatu. Aku berani divisum." Mas Joe terus menyimak ceritaku. "Aku kabur dengan mobilnya. Aku.. aku ingat nama orang itu. Sebelum keluar dari mobil, kuperiksa laci dashboardnya. Namanya Cas Louvre. Nomor polisinya P 8821 CZ."
"Bentar.." Mas Joe punya aplikasi di smartphonenya untuk melacak nomor polisi sebuah kendaraan. "Kamu yakin, namanya.. apa tadi?"
"Cas Louvre.."
"Iya itu.. Yakin gak salah?"
"Iya, aku yakin. Kenapa, Mas?"
"Ini.." Ia memperlihatkan data yang ia dapat dari aplikasinya. Oh.. tidak! Nama dan foto orangnya.. Berbeda!"

Apakah.. aku hanya berhalusinasi? Kalau iya, aku malah bersyukur. Tapi.. tidak.. tidak..! Aku ingat betul saat kepalaku dihantam, lalu saat kutendang perutnya itu. Buktinya.. motorku tak ada, kan? Karena kutinggalkan di jalan semalam. Lalu tasku? Masa iya, kurobek sendiri? Aku kan tidak gila..
Mas Joe.. bukannya tak percaya. Tapi, bukti dari ceritaku belum kuat.
Aku harus bagaimana? Mobilnya tak ada, berarti.. si pembunuh sudah tau rumah ini.

Aku takut.. Takut berada di rumah sendiri. Takut pergi ke mana-mana, sehingga terpaksa izin tak masuk kantor. Aku bersembunyi di besmen rumah. Aku telah menyuruh Lyra pulang ke rumah Mas Joe dulu, supaya aman. Mas Joe paham bagaimana perasaanku. Dan, ini bukan kali pertama Lyra menginap di sana. Ibunya Mas Joe, bahkan sangat menyayangi adikku itu.

The Scary NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang