Erika menepati perkataannya,dia tidak masuk sekolah membuat brian cemas dengan apa yang akan erika lakukan. Brian beberapa kali menghubungi ponsel erika, namun sayang ponselnya mati. Frustasi, itu yang bisa di gambarkan dari sosok brian saat ini, entah mengapa dia selalu mengkhawatirkan sahabatnya itu dia tau setiap detail apa yang erika rasakan dari dulu hingga sekarang.
Erika pergi puncak pegunungan meninggalkan kota jakarta yang sangat membuatnya gerah, mencari udara yang sejuk adalah tujuan erika kesini. Ponsel disakunya bergetar menandakan sedari tadi ada yang menghubunginya tapi tak erika hiraukan
Erika berdiri di ujung jurang yang cukup terjal, menjuntangkan tangannya menghirup udara yang begitu segar. Erika ingin merasakan semua ini bersama dengan orang-orang yang erika sayang, tapi semua itu hanya mimpi untuk erika semata."Mbak, mbak jangan bunuh diri"teriak seseorang yang membuat erika cukup terkejut. Pria berprawakan tinggi dan sedikit beotot ini menghampiri erika "mbak jangan bunuh diri iya, kalo ada masalah mending diselesaiin mbak"ucapnya kembali, namun erika hanya meliriknya sekilas.
"Mbak, dengerin ya. Saya aja yang penyakitan gini gak ada tuh kepikiran buat bunuh diri, karena itu dosa mbak"teriak pria ini lagi, yang membuat erika sedikit geram "lo siapa sih? Gak usah ganggu gue, gue gaada urusan sama lo"ucap erika yang kemudian meninggalkan pria tersebut.
Namun, pria tersebut masih tetap mengikuti erika kemanapun dia pergi. Erika benar-benar marah tujuannya kesini untuk mencari udah sejuk malah bertemu dengan orang yang gak jelas kayak gini.
"Lo ngapain sih ngikutin gue"ucap erika kesal "takut aja kalo kamu tiba-tiba bunuh diri di tempat lain"jawab pria tersebut
"Astaga lo bikin gue darah tinggi ya, denger ya gue kesini gaada niatan mau bunuh diri, dan lo berhenti ngikutin gue"ucap erika talak, meninggalkan pria tersebut menuju mobil jazz merahnya yang terparkir cukup dekat dari jarak erika.
Pria tersebut tersenyum dengan tingkah erika yang seperti itu, membuat pria tersebut merasakan ada getaran yang menggelitik hatinya. Pria tersebut hanya memandang dari jauh kemana erika akan pergi.
Erika telah sampai di rumahnya yang sangat sepi, tidak ada orang sekalipun di rumah tersebut yang ada hanya bi ijah pembantu rumah tangga yang telah bekerja selama puluhan tahun di rumahnya "loh, non gak sekolah?"tanya bi ijah kepada erika yang baru saja duduk di sofa empuknya "gak bi, tadi erika ada urusan jadi bolos sebentar bik hehe"jawab erika pada pembantunya tersebut
Sikap erika pada bi ijah sangatlah berbeda, erika akan menjadi gadis yang baik jika di depannya karena erika telah menganggap bi ijah sebagai ibu pengganti dari ibu kandungnya yang hanya sibuk dengan urusannya sendiri.
"Mama sama papa mana bik?"tanya erika basa basi "tuan dan nyoya sudah pergi non dari tadi pagi, ada urusan mendesak katanya"jawab bik ijah dan aku hanya ber"oh" ria saja.
"Iya udah bik, erika ke kamar dulu"erika segera pergi menuju kamarnya yang berada di kamar atas, menutup dan mengunci pintu kamarnya memplay musik dengan cukup keras dan mulai tidur dengan indahnya. Begitulah erika jika hanya seorang diri, menyenangkan diri sendiri menurutnya.
*
"Erika lo kemana aja sih kmaren? Gue telvon gak lo angkat, please deh ka jangan bikin gue khawatir"ucap brian yang sedari tadi mengikuti kemana erika pergi, yah hari ini erika memutuskan untuk masuk sekolah
Erika berhenti seketika, membuat brian yang ada di belakangnya menabraknya "apaan sih ka berhenti mendadak banget"ucap brian kesal namun erika tak mau mendengarnya.
Erika mengamati pria yang berada tak jauh dari jangkauan matanya "loh, dia bukannya cowok yang kemaren? Oh ternyata dia sekolah disini juga"ucap erika dalam hati
Erika menatap seorang pria yang sangat familiar di depannya, dia adalah pria yang kemaren dia temui di puncak, ada sedikit kegundahan dalam hati erika saat melihatnya, namun langsung erika tepis dan kembali berjalan menuju kelasnya XII IPA 1