Erika duduk di bangku belakang paling pojok, tidak mendengar apa yang gurunya sedang jelaskan dan hanya menatap keluar jendela dengan semilir angin yang menerpanya. Erika adalah anak yang pintar atau bisa dikatakan jenius dengan otaknya yang sangat encer, tanpa memperhatikan pun erika sudah mengerti apa yang di jelaskan dengan gurunya tersebut.
Erika bosan dengan keadaan kelas yang hening dan hanya ada suara gurunya saja yang menggema cukup keras. erika meminta izin pada gurunya untuk pergi ke kamar mandi, setelah mendapatkan izin erika tidak pergi ke kamar mandi melainkan ke atap gedung sekolah.
Erika berdiri di ujung atap gedung sekolahnya, menghirup udara dengan kuat-kuat dan menghembuskan nya secara perlahan "loh mbak, mbak jangan bunuh diri"ucap seseorang yang sepertinya erika kenal, erika menoleh pada asal suara tersebut membuatnya cukup kaget dengan kedatangan pria tersebut.
"Loh, mbak kan yang waktu itu mau bunuh diri di puncak kan?"tanya pria tersebut dan hanya di balas anggukan oleh erika "kenapa sih setiap ketemu mbak kok mbak mau bunuh diri? Eh kok belibet gini ya omongan gue"lanjut pria tersebut membuat erika mau tidak mau menarik urat mulutnya sedikit keatas
"Dan lo kenapa bisa ada di saat gue mau bunuh diri?"tanya erika dingin"Saya kan gak tau kalo kamu mau bunuh diri, lagian juga saya kebetulan aja kok disini"ucap pria tersebut yang membuat erika menggeleng karenanya,erika segera pergi menuju pintu keluar dari atap gedung tersebut
"Eh tunggu, mbak mau kemana?"tanya pria tersebut membuat erika membalikkan badan dengan kesal "eh denger iya mas, nama gue bukan mbak, gue erika dan jangan pernah manggil gue mbak mbak risih gue dengernya"ucap erika cukup keras
"Eh maaf, aku kan gatau kalo nama kamu erika lagian kita ketemu kan selalu di saat yang tidak tepat mbak"
"Gue udah bilang kalo na ---
"Iya,iya maaf erika maksut saya. Pemarah banget sih jadi cewek"ucap pria tersebut
Erika yang enggan untuk beradu mulut pun pergi meninggalkan atap gedung, ntah saat ini kakinya akan membawa dia kemana. Lapangan basket menjadi tempat yang ia tuju, rasanya erika ingin sekali bermain basket kembali tapi ia urungkan karena takut semuanya akan terjadi lagi.
"Erika kok ninggalin aku siu di atap gedung"tanya pria yang tenyata mengikutinya sedari tadi, erika benar-benar geram dengan pria tersebut "lo siapa sih, gak usah ngikutin gue bisa gak? Gue gak kenal sama lo, dan lo sok kenal banget sama gue sih"ucap erika dengan geraknya
"Aah aku lupa iya ngasih tau kamu nama aku, kenalin nama aku viktor putra yamada. Tapi panggil aja viktor oke. Nah sekarang kita udah kenal kan? Gimana kalo kita jadi temen aja?"tanya pria bernama viktor tersebut, namun erika tidak menghiraukan viktor yang saat ini telah duduk di sampingnya.
Hening... Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulut erika maupun viktor, viktor memilih diam untuk melihat reaksi erika yang ketika sedang marah sangatlah lucu itu sebabnya mengapa viktor sering mengganggu erika.
"Lo ngapain liatin gue?"tanya erika saat mata erika menatap mata coklat viktor "eh gpp, lagi pengen lihat kamu aja kok. Eh tapi ada yang pengen aku tanyain deh, kok rambut kamu berubah warna? Kemaren bukannya warna pink iya?"tanya viktor panjang
"Bukan urusan lo"jawab erika kemudian pergi meninggalkan viktor sendirian di lapangan basket.
Erika kembali ke dalam kelasnya, dia memilih untuk masuk ke dalam kelas dari pada di