-04-

831 93 31
                                    

>

"Oh? Hei?"

"Haa!!"

Gadis berambut hitam yang diikat menyamping itu, dengan cepat melarikan diri dari seorang laki-laki aneh yang melangkah ke arahnya.

"Hei! Tunggu! Jangan lari!"

"Jangan tangkap aku, orang gila!"

"Siapa yang kau bilang orang gila?!"

"Kau!"

"Aku? Hei! Berhenti!"

"Berhentilah mengejarku!"

"Jadi, berhentilah berlari!"

Dua makhluk yang sama-sama asing itu terus berlari mengelilingi halte, seperti dua murid yang mendapatkan hukuman karena tertangkap basah menyalahi aturan disekolah.




"Ck, berhenti!" laki-laki tinggi itu berteriak, merasa konyol berlari berkeliling seperti ini, namun karena dia memang konyol jadi dia terus melakukannya.

"Jangan--Akh!!"

Jian berteriak bertanda aksi kejar-mengejar sudah berakhir. Ia memegang lututnya yang mengeluarkan sesuatu yang cair berwarna merah, dengan sedikit goresan yang menghiasi kaki cantik itu.
"Shit!" desisnya.

"Sudah kubilang berhenti berlari.
Apa semua gadis di Seoul sebodoh dirimu?"

Jian mendongak, menatap sosok yang berkacak pinggang dengan dada naik-turun. Lelaki itu membungkuk, membuat gadis yang tengah duduk tak berdaya itu melihat wajahnya dengan jelas.

"Apa wajah setampan ini, pantas kau katakan gila?"

***

"Aw!!"

"Ah, maaf."

"Sudahlah, aku baik-baik saja. Thanks."

Laki-laki itu tersenyum lebar, mengemasi semua persediaan gawat daruratnya kembali kedalam kotak putih berukuran sedang. Dan meletakkan kotak itu kedalam koper hitamnya.

Jian terus mengikuti setiap gerakan laki-laki asing yang tengah berjongkok itu dengan matanya. Isi kopernya lengkap sekali, batinnya. Melihat isi koper milik lelaki yang baru saja mengobati luka pada kakinya.

"Kau membawa semua itu?" tanya Jian, membuat lawan bicaranya berbalik menatapnya.

Laki-laki itu mengangguk, "Ibuku yang menyiapkan semua ini, makanan, pakaian, baju pelampung, selimut, tissue toilet dan kamus ini." dia menghela napas panjang, "Seakan manusia di Seoul itu menggunakan bahasa Mars, hingga aku harus membawa kamus semua bahasa ini." lanjutnya.

Jian terkekeh pelan, "Dan untuk apa baju pelampung itu?
Apa kau melewati laut untuk sampai kesini?
Ah, kau darimana?"

Laki-laki itu tertawa renyah dan bergerak ikut duduk pada bangku panjang halte. "Aku dari Daegu."

"Daegu?"

"Hahaha, aku sudah menebak reaksimu.
Ibuku adalah seorang perempuan yang sangat-sangat protektif terhadapku."

Senyum gadis disampingnya melebar, "Kau pasti anak tunggal."

Lelaki itu kembali tertawa dan menggeleng, "Aku anak pertama, dengan dua orang adik."

Jian menaikkan kedua alisnya, "Jadi?"

"Entahlah, mungkin kesalahan sekecil apapun yang aku buat-- BOOM!! seakan bisa meledakkan kota Seoul beserta isinya." sahut laki-laki itu dengan gerakan anehnya.

Double JI ¦ HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang