Warna matanya adalah hitam keabu-abuan. Ketika dia melihat orang lain, yang tersisa hanyalah pandangan merendahkan yang sangat dingin. Dia sangat tampan, bahkan hanya dengan berdiri diam tanpa melakukan apa-apa, dia dipuja. Ada banyak orang yang ingin berdampingan dengannya tanpa jarak, tapi kata-katanya yang tajam telah membuat semua orang ketakutan sebelum berani mencoba.
Dia adalah si 'tak tersentuh' yang sialnya telah berhasil menempatkan namanya dalam hatiku. Jauh sebelum aku memiliki cinta untuknya, dia adalah orang pertama yang memelukku ketika aku menangis karena merindukan kedua orang tuaku.
Disaat dia memperlakukan orang lain seperti mereka adalah barang tak berarti, dia merawatku dengan sangat baik. Dia merendahkan nada suaranya, memilih kata-kata yang sangat lembut untuk menjaga perasaanku. Dia menghalangi siapa saja yang memiliki niat jahat terhadapku, dan membuatku percaya bahwa aku adalah orang yang selalu dicintai, meskipun kenyataannya tidak begitu.
Aku menyukai ketika dia bicara padaku, tapi aku lebih suka dia yang tertidur nyenyak tanpa terbangun di tengah malam. Seperti saat ini, aku menyukai fakta bahwa aku terbangun dalam pelukannya yang hangat.
Kepalaku bertumpu pada satu lengannya, dimana lengannya yang lain merengkuh pinggangku erat. Aku menatapi wajahnya yang terlampau dekat dengan wajahku. Aku menyusuri garis rahangnya dengan penuh damba. Jari-jariku yang gemetar bisa merasakan setiap inchi kulit miliknya, dan itu membuatku berdebar dengan bodohnya.
Aku mengulum senyum, berusaha untuk tidak terlalu berlebihan. Dia adalah sosok yang kuinginkan, dan akhir-akhir ini, dia berkunjung lebih banyak. Meskipun dia datang untuk sebuah alasan, apapun itu, selama dia bahagia, aku akan memberikan semua yang kumiliki untuknya.
Aku menyayanginya lebih dari yang sanggup ku berikan pada siapapun. Aku mencintainya lebih dari caraku mencintai hidupku sendiri. Dia adalah segalanya, dan akan selalu begitu.
"Selamat pagi", ucapnya serak.
Aku tersentak, tidak menyadari sebelumnya bahwa dia telah terbangun. Dia memberikan ciuman di keningku, kembali menyadarkanku ke dunia. "Kau berpikir terlalu keras lagi."
Aku tersenyum, membalas ucapannya. "Aku selalu memikirkanmu begitu banyak."
Dia terdiam. Wajahnya yang sedikit menunjukkan kehangatan, berangsur-angsur menjadi dingin. Dia menarik lengannya dari pinggangku, lalu beranjak duduk.
Aku ingin mengikuti apa yang dia lakukan, tapi rasa sakit yang menyengat di sekitar tulang belakang mencegahku untuk bangkit. Tubuhku seperti remuk redam. Aku meringis merasakan nyeri yang sangat nyata terasa di bagian bawahku, sisa percintaan kami semalam benar-benar membuatku kesakitan dan malu.
Kami masih sama-sama telanjang, sama-sama memiliki jejak kemerahan di tubuh kami. Tapi dia adalah sosok yang tidak terlalu peduli pada sekitar. Dia berdiri dengan santai menuju kemar mandi dengan ketelanjangannya, membuat wajahku terbakar.
Dia tidak memilih waktu lama untuk membersihkan diri. Aku dihadiahi tubuh bagian atasnya yang telanjang dan bulir air yang bisa meluncur bebas dari punggung menuju perutnya yang kencang. Dia sungguh sempurna.
"Aku akan menyiapkan sarapan." Ujarku. Bersiap-siap untuk turun dari ranjang.
"Tidak perlu. Aku memiliki janji dengan salah satu kolegaku.” Balasnya. Menghindari pandanganku.
"Apakah harus sepagi ini?"
"Ya."
Aku hanya mengamati punggung luas itu bergerak kemanapun. Dia memilih kemeja hitam dan celana kain berwarna sama, memakainya dalam gerakan cepat. Dia mempunyai rambut hitam yang dipotong agak pendek, itu serasi dengan pakaiannya. Dengan penampilan seperti itu, ketegasan tentang dirinya yang dingin, kelam oleh kuasa, tidak bisa ditutupi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jumoke [CheolJeongGyu]
FanfictionJeonghan harap, dia bisa memiliki Seungcheol seperti keinginan yang telah dia pendam sejak pertama kali bertemu. Namun bahkan setelah 21 tahun berlalu, Seungcheol tidak pernah sekalipun melihat ke arahnya. Tidak akan pernah. "Aku sangat mencintaim...