Namaku Hana Calleo. Di umurku yang ke 17, aku menduduki bangku SMA kelas dua jurusan IPS. Hari-hariku menyenangkan dengan teman-teman dan keluarga di sekelilingku.
***
Musik mengalun, suara merdu seorang wanita bernama Ariana Grande melengkapi musik itu hingga menjadi sebuah lagu. Aku menikmatinya dengan headphone berwarna hitam yang menutup kedua telingaku. Meredam semua kebisingan yang ada di sekeliling.
Pagi ini, aku mengikat rambutku dengan karet bermotif gajah. Bis yang kunaiki melaju santai, sesantai sopir yang mengemudikannya.
Kami sampai di sebuah gedung sekolah dengan dua lapangan dan satu taman besar. Sekolah asri yang memiliki banyak murid berkualitas jempolan.
Aku turun dari bis kuning itu dan tidak lupa mengangguk sopan pada pak sopir. Dengan headphone masih mengurung kepala dan telinga, aku menaiki anak-anak tangga menuju lantai tiga.
Sampai di depan pintu kelas, aku sengaja melepas headphoneku sebelum orang lain yang melakukannya.
"Hoi!!" Seorang gadis bernama Mirna dengan suara lantang merangkulku dari belakang, sengaja ingin membuatku kaget, namun tidak berhasil karena aku sudah terlalu terbiasa oleh kelakuannya setiap pagi.
"Tumben siangan datangnya Han?" tanya gadis itu sambil menyepol rambut hitam panjangnya.
"Tadi aku bangun kesiangan. Alaram yang kamu kasih kayaknya udah rusak deh" jelasku.
"Ah! Masa sih? Itu mahal tau. Kamu kali yang rusakin?!" Jawabnya dengan kening berkerut.
"Enak aja! Kamu tuh yang beliinnya enggak iklas, makanya cepet rusak" jawabku lagi.
"Dihh!! Enak banget ya kalo ngomong! Gak difilter dulu!" Mirna menggelitik-gelitikku.
"Gak geli! Gak geli!" Jawabku sambil tertawa.
"Heh! Pagi-pagi udah bercanda aja! Liat tuh!" Tegur Rian sambil menunjuk tasnya yang sudah terjatuh, memuntahkan beberapa bukunya hingga berserakan di lantai karena tersenggol oleh kami.
"Aduh! Sori sori Jek! Gak sengaja!" Jawabku sambil cekikikan.
"Jak Jek Jak Jek! Dikira tukang ojek?! Namaku Rian!" Komplain Rian gemas.
"Tapi kan kamu emang ojeknya bebeb kamu Ian" sindir Mirna sambil terbahak.
"Au ah!" Gumam Rian sambil merapihkan bukunya yang terjatuh dan diikuti olehku juga Mirna untuk mempertanggungjawabkan kesalahan kami, meski masih diikuti oleh tawa geli.
***
Bel berdering tiga kali dengan suara nyaring. Memberitahukan atau lebih tepatnya memerintahkan seluruh murid untuk masuk ke kelas masing-masing.Hari ini langit sangat gelap dan rintik-rintik air hujan mulai turun lima belas menit sebelum upacara. Bukan bermaksud meniru peramal cuaca, tapi kepala sekolah berpikir hujan besar akan turun, sehingga upacara bendera dibatalkan. Terdengar banyak murid yang bersorak sorai sambil bertepuk tangan. Mereka berlebihan menurutku.
Pelajaran pertama membuat tulang-tulang punggung kebanyakan teman-teman di kelasku mengilu, lemas, dan gemertak. Benar, matematika, itulah pelajarannya.
Aku tidak mengidolakan atau bahkan memuja matematika seperti Jessen, Meli, Siska, Kevin dan Joanna yang menempati baris terdepan rangkaian tempat duduk kelas. Tapi aku tidak buruk dalam mempelajari dan menyelasaikan tugas-tugas matematikaku. Terlihat aku masih saja bertahan dalam jajaran peringkat 10 besar dari 43 murid kelas.
Ms Reni, itulah nama guru matematika kami yang sangat disiplin dan tegas. Salah satu guru yang awet di dalam daftar guru-guru ter-killer sepanjang masa SMA Kilau Cahaya Semesta. Bahkan tiga meter jauhnya sebelum ia memasuki pintu kelas, kami sudah bisa merasakan getaran dan auranya hingga kami semua sudah tertib di bangku kami masing-masing sebelum kakinya menginjak lantai kelas kami. Kombinasi yang bagus dengan mata pelajaran ini, sanggup membunuh siswa siswi yang berimun rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Whistle //Completed
Teen Fiction[Follow dulu yuk!] Jacob pendiam. Jacob tidak pintar namun tidak bodoh. Semua orang bilang Jacob aneh. Beberapa bilang Jacob gila. Jacob selalu menutup diri. Jacob seperti hantu yang penuh misteri. Jacob tidak banyak bicara. Ketika dipanggil, Jacob...