"Mengapa kau melakukannya?!", pandanganku tak lepas dari makhluk berkaki empat yang berdiri dihadapanku. Yang dengan sengaja memamerkan taringnya seolah tengah mengejekku.
Aku mendekap erat tubuh Alana yang tak tak sadarkan diri akibat ulahnya. Oh shit! seharusnya aku tidak perlu menghubungi gadis ini karena 'dia' pasti akan mengetahui hal ini.
"Kau seharusnya tidak keluar sejauh ini Zeroone", makhluk itu berjalan dengan keempat kakinya menghampiriku.
Aku mengangkat tubuh Alana ke dalam gendonganku. Setidaknya ini akan lebih aman dibanding aku harus tetap membiarkannya berada di tanah yang mungkin dalam sekejap bisa terjangkau olehnya.
"Ini bukan urusanmu, kuminta agar kau jangan pernah mendekati gadis ini lagi", tegasku.
Tapi makhluk itu seolah tidak mengerti, ia merubah wujudnya kembali agar bisa berhadapan secara nyata denganku. "Seharusnya kau tahu Zeroone, gadis ini bukan hanya milikmu saja. Dia, Alana, adalah mutlak milikku juga."
Aku menepis tangannya yang berusaha menyentuh wajah Alana dan menatap tajam padanya. "Nanti, akan ada saatnya dimana dia harus memilih di antara kita."
Dia terbahak. "Memilih? Apa kau sedang coba bercanda padaku? Kau tidak memiliki kebebasan yang nyata sepertiku Zeroone. Karena kau adalah budak dari sang Master... kau tidak lebih dari makhluk hina yang menjajakkan tubuhmu pada banyak wanita manusia."
Ya, dia memang benar. Aku seakan tertohok. Mengapa harus aku yang terjebak di dalam raga ini. Mengapa bukan aku yang berada diposisi dia. Tapi- "Dengarkan aku kau serigala, aku mungkin terikat pada sang master, tapi seharusnya kau juga jangan lupa, jika aku mati maka tidak akan pernah ada kehidupan untukmu."
Dia membelalak. Kedua matanya yang merah berkilat marah. "Kau begitu berani padaku Zeroone!"
Aku memajukan langkahku. Menatapnya dalam jarak yang sangat dekat. "Tentu saja aku berani, kau dan aku adalah satu jiwa yang terpecah. Jantungmu adalah jantungku dan jantungku adalah jantungmu. Kita, hanyalah sebuah jiwa yang telah mati, yang dihidupkan kembali oleh sang Master- dalam keadaan tidak sempurna."
***
"Lana..."
"Alana!"
Kedua mataku spontan terbuka. "Zeroone-", satu nama itu yang terucap dari bibirku ketika aku bangkit dan menyingkap selimutku.
Tapi aku tercengang. Kenapa aku berada di sini...
"Kau mau bangun sampai jam berapa hah?", Hellen melihatku dari pantulan cermin di depannya. "Sebentar lagi kita sudah harus check out Lana, jadi sebaiknya kau membereskan barang-barangmu."
Check out?- Tidak mungkin. Aku melonjak bangun dan berlari ke arah balkon. Melihat jalan besar di belakang hotel yang terlihat dipenuhi kendaraan roda empat. Matahari pun terlihat sudah meninggi.
"Kenapa aku ada disini?", aku bertanya pada entah siapa.
Aku kembali berlari ke dalam kamar dan tanpa sengaja melihat tas kamera milikku yang tergeletak di atas meja. "Sejak kapan tas kamera itu ada di sini?"
Hellen menoleh padaku sejenak sambil terus memasukan barang-barangnya ke dalam koper. "Apa maksudmu Lana, tas kamera itu sudah ada sejak kemarin bukan."
Tidak mungkin. Aku mengambil tas kamera itu, membukanya dan memeriksa kameraku yang ternyata baik-baik saja. Tidak ada sedikitpun yang pecah atau rusak padahal sebelumnya aku ingat dengan jelas kalau kamera itu jatuh dengan cukup keras di alun-alun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Gentleman
RomanceDear My Gentleman, Beritahu aku siapa dirimu Seperti apa wajahmu Seperti apa keindahan tubuhmu Karena aku tidak ingin hanya selalu bermimpi Hanya selalu membayangkan Seperti apakah sosokmu yang sesungguhnya. -Alana- Story by : Zeroone .Fiction Sto...