"Tidaaaakkk!" jeritku. Terbangun dengan napas memburu.
"Sssshhh... Ayah disini, Emiko, Ayah disini."
Buru-buru aku melingkarkan kedua tanganku ke tubuh Ayah. Seluruh tubuhku gemetar, aku begitu ketakutan. Mimpi itu, aku melihat Ibu terbaring di tanah dengan bercak merah kental hampir menutupi tubuhnya. Di suatu tempat, ada seorang lelaki tertawa bengis, dibawah gerbang Tori dengan bulan keperakan di angkasa dan siluet gunung.
"Ibu..." Aku mulai terisak, "aku melihat dia mati, Yah." Tanpa bisa kukendalikan lagi, serbuan mimpi buruk itu kuceritakan pada Ayah.
"Jangan percaya mimpimu untuk saat ini, Emiko. Ibumu pasti baik-baik saja." Dalam hati aku tetap menentang kemungkinan yang Ayah katakan. Aku yakin terjadi sesuatu dengan Ibu. Sebab belakangan ini, mimpiku bukan lagi pesan dari Ibu: Untuk menuju ke Gunung Fuji. Dan itu membuatku gelisah. Ayah menyuruhku kembali memejamkan mata untuk segera tidur.
Kulihat Ayah dalam pancaran mataku yang sebenarnya belum terlelap. Ia masih duduk diranjangnya belum berbaring. Aku tahu Ayah masih memikirkan mimpiku tadi. Ia mengkhawatirkan Ibu. Raut wajah dan tatapannya tidak bisa dipungkiri lagi.
Ayah berpura-pura tenang, ia menyuruhku untuk melupakan semua mimpi yang sudah lama ia percayai. Bagaimana mungkin! Kalau setiap kali bermimpi, Ibu terkadang menyampaikan pesan bahwa aku dan Ayah harus segera ke Jepang. Aku tahu, sesuatu yang ajaib menyelimuti tubuhku. Aku bukanlah anak gadis biasa.
Waktu aku berumur enam tahun Ibu pernah menceritakan detik-detik terakhir saat mereka melayang kabur dari Ise, Ayah mengeluarkan kekuatannya. Menghalau ular api berkepala delapan, Orochi. Ibu senang Roh Ayah sudah menyadari bahwa ia adalah Susanoo.
Ayah dan Ibu terbang menyusuri samudera, menuju Indonesia. Di kampung halaman Ayah, Ibu meminta Ayah untuk menjemurnya di saat matahari terbit dan tenggelam. Itu akan memulihkan kekuatannya. Tak butuh berapa bulan, Ayah menikahi Ibu, karena Ayah tidak mau kehilangan Ibu. Dan sampai saat ini cerita tentang Tsukuyomi masih terngiang di kepalaku.
Tsukuyomi, menginginkan Amenominakanushi. Ia ingin menghancurkan Bumi. Dan menciptakan Takamagahara yang baru, Bumi dengan gambaran sempurna Tsukuyomi dan ia penguasanya. Aku tidak pernah setuju. Membangkitkan Amenominakanushi termasuk berbahaya. Tapi karena Tsukuyomi matanya dibutakan kekuasaan. Aku terpaksa menelan Amenominakanushi yang tersimpan di Ise. Pertarungan abadi antara aku dan Tsukuyomi terjadi, hingga aku memanggil Susanoo. Dan disanalah Ayahmu. Lalu aku meminta Ayahmu menikahiku dan aku memilih melahirkanmu, Emiko. Kau begitu ajaib. Tapi masa perkembanganmu hanya sampai umur sembilan tahun. Saat itu pula kekuatanmu bisa menghancurkan semesta.
Aku merinding membayangkannya. Sekarang rasa ini mulai menggema lagi di ruang kesepian. Aku merindukan Ibu. Hanya kekosongan di sisi lain jiwaku yang selalu Ayah usahakan untuk selalu mengisinya dengan cara apapun. Tetapi aku butuh Ibu. Orang bertato bulan sabit itu masih mengejar kami hingga kini.
Aku mengerti, orang-orang dengan tato bulan sabit hitam itu menginginkan kekuatanku. Tsukuyomi menginginkanku. Hingga hari itu, di mana aku sedang bermain bersama Ayah di padang rumput, dari kejauhan kami melihat cahaya berpendar dari rumah kami. Ayah dengan kalut berlari, aku mengimbangi larinya dengan terengah-engah. Terlambat. Rumah Ayah sudah hancur berantakan. Ibu tidak ada. Yang tertinggal hanyalah goresan kasar yang tersayat di pintu depan.
Serahkan Amenominakanushi
atau
Amaterasu mati
****8****

YOU ARE READING
Janji Matahari
FantasyCerita Pendek Kolaborasi Nurul Asmayani dan Yola Malaikat Berdarah Merah. Kisah tentang Susanoo, Amaterasu dan Tsukuyomi. 3 Dewa yang saling bertempur di ribuan waktu. Di kehidupan sekarang, Susanoo dan Amaterasu tidak akan membiarkan Tsukuyomi...