MATA

2.2K 154 14
                                    

Warning. Narasi sepanjang jalan kenangan. :D jika mudah bosan, skip saja oke :*






Ada beberapa orang di dunia ini yang di anugerahi kemampuan lebih dari orang lain. Mereka ini dapat mengetahui keberadaan makhluk astral atau mendapat bocoran mengenai masa depan. Bahkan kudengar, beberapa ahli telah meneliti tentang kemampuan mereka ini.

Hey, tunggu dulu. Jangan skip part ini karena aku tidak sedang bercerita tentang cerita horor seperti genre sebelah. Bagiku ini seperti sebuah penyesalan. Kamu tidak akan menemui kalimat tentang penampakan kuntilanak atau genderuwo di part ini. Kita hanya akan bercerita layaknya sahabat. Dari hati ke hati. Karena sungguh, aku sedang kesusahan kali ini, sob.

Jadi begini, ehm. Apa kumulai cerita dari, dipagi hari aku terbangun tepat pukul 6 shubuh. Karena aku sedang haid dan ini hari minggu, maka aku menarik kembali selimut hangatku dan melanjutkan tidur. Oke, oke, kita akan langsung ke inti cerita saja. Saat itu pukul 5 sore, matahari sudah meredup langit kelewat cerah. Dan sudut mataku menangkap sosok nenekku yang sedang duduk di pelataran rumah, di kursi malasnya sambil menikmati teh hangat.

Hari itu aku merasa bosan, dan berniat menyapa nenekku. Nah, pada mukadimah di atas, aku menceritakan tentang para indigo, bukan? nenekku salah satunya. Beliau dapat melihat mereka yang tidak kita lihat sejak ia berumur 5 tahun. Namun sekarang Tuhan telah mengambil beberapa kemampuan mengingat beliau. Nenekku sudah sedikit pikun dan hal itu ternyata berpengaruh dengan kemampuan melihat hal gaibnya.

Kami sekeluarga sebenarnya tidak merasa terganggu dengan kemampuan nenekku. Namun tetangga kami kadang merasa risih, jika tiba-tiba tengah malam nenekku berbicara di halaman rumah. Atau ketika nenekku sibuk berdiskusi dengan bayangan yang tidak mereka mengerti dan itu membuat nenekku di anggap gila. Terimakasih sejak ia pikun, nenekku tidak lagi berbuat aneh.

Aku menghampiri nenekku dan duduk di kursi malas sampingnya. Dulu ketika aku dan adikku masih bocah, kami sering minta ceritakan pengalaman nenekku bersinggungan dengan alam sebelah. Kami berdua akan mendengarkan dengan mata berbinar lalu saling berpelukan ketika bagian seramnya tiba. akhirnya, kami akan takut ke kamar mandi dan sholat isya. Ibuku yang kesal memaksa kami sholat isya dan sikat gigi terlebih dahulu sebelum mendengarkan cerita.

Ketika kusapa, nenekku hanya berdehem pelan. Pikun telah merenggut nenek cenayangku yang ramah menjadi nenek tua yang pendiam. Beliau hanya sering mengangguk lalu kembali diam dengan pandangan menerawang.

Jadi setelah menyapa, aku mulai bercerita tentang studiku. Aku sebenarnya tahu, nenekku tidak terlalu mengerti apa yang aku bicarakan, melihat dari responnya yang hanya bergeming. Namun karena aku begitu bosan, biar saja aku seperti bercerita dengan tembok.

Aku berkata bahwa kini namaku sudah bertambah titel menjadi Hariyana Naura S.Kep.Ns. titel Ns di belakang itu kepanjangan dari Ners, omong-omong. Setelah menjadi sarjana keperawatan, aku menjalani program studi profesi Ners. Program itu berjalan selama 13 bulan praktik dinas di rumah sakit. Dan jika kamu mau tahu bagaimana rasanya bolak balik ke rumah sakit selama setahun di tambah tugas laporan Asuhan Keperawatan setiap harinya, maka aku hanya mengatakan satu kata. Lelah.

Aku bercerita pada Nenek betapa lelahnya menjalani Ners. Siang malam berada di rumah sakit, belum lagi pasien yang beraneka ragam dalam beraneka keadaan, juga macam-macam pembimbing lahan yang salah-salah mendapatkan pembimbing segalak singa dan jika beruntung bisa di bimbing ibu peri.

Aku bercerita tentang stase terakhirku masa Ners, stase maternitas. Aku bertugas dinas di VK bersalin di sebuah rumah sakit bergengsi di kotaku. Akreditasi A. Dan yang perlu diketahui, semakin bergengsi sebuah rumah sakit semakin bagus pelayanan kesehatan mereka. Dan itu artinya tidak ada alasan untuk berleha-leha atau tidak becus melayani pasien. Akan ada kakak pembimbing lahan yang luar biasa galaknya yang akan marah-marah jika kamu gak benar melakukan sesuatu.

Maka disinilah aku mengeluh betapa galaknya bidan supervisor di VK bersalin itu. Mungkin kami, para mahasiswa perawat tidak semenyedihkan para mahasiswa bidan--yang juga praktik dinas disana--ketika di marahi. Karena kami cenderung mempelajari ilmu umum dan mahasiswi bidan kan sudah fokus di maternitas sejak awal.

Aku terus mengeluh kepada nenek sedangkan seperti yang tadi-tadi, nenek hanya bergeming. Namun aku belum menyerah. Aku mulai bercerita bahwa beberapa hari yang akan datang aku akan menjalani inteview bekerja di rumah sakit bergengsi yang kuceritakan tersebut. Bersyukurlah atas kerja kerasku selama ini hingga rumah sakit itu berniat melirikku.

Ketika kuceritakan tentang rumah sakit itu, untuk sedetik aku mengenali tatapan nenek cenayangku yang dulu. Matanya mendelik ke arahku seakan ada beberapa kata yang ingin di tumpahkannya. Namun detik kemudian ia kembali menerawang dan aku menghela napas panjang.

Aku pun berjanji, jika di terima menjadi perawat disana, aku akan membelikan nenek baju baru dengan gaji pertamaku. Anehnya, mendengar itu nenekku tersenyum lebar wajahnya memancarkan rona bahagia. Beliau pun langsung memelukku lalu mengusap punggungku lembut.

"Anak baik, anak baik." Ucapnya pelan. Aku membalas pelukannya.

"Anak baik, jangan bekerja di rumah sakit," bisiknya lirih. Aku mengerutkan kening, melepas pelukanku lalu menatapi mata cenayangnya. Tanpa sempat kutanyakan maksudnya, nenekku sudah menjawab "jangan bekerja di rumah sakit karena aku akan segera mati."

Aku tertegun. Nenekku berdiri, mengambil tongkatnya lalu melenggang pergi ke dalam rumah, tanpa bermaksud menjelaskan makna kalimat yang ia katakan tadi. Sisa hari itu kuhabiskan dengan memikirkan kolerasi antara larangan bekerja di rumah sakit dan nenekku akan segera meninggal. Apa karena pikun jadi bicaranya melantur?

Namun ketika pagi tiba, ibuku menemukan nenekku telah meninggal dunia di samping foto kakekku. Wajahnya tenang sekali kala itu. Ia tidur panjang sekarang.

Beberapa hari kemudian, saat interview tiba. Aku memikirkan pembicaraanku dengan nenek kemarin di langkah pertamaku di rumah sakit itu. Sambil melangkah di depan IGD, pelan-pelan aku menyadari bahwa rumah sakit tiba-tiba lebih sesak daripada biasanya. Sebuah ambulan tiba dan langsung memuntahkan sekumpulan perawat yang dengan gerakan cepat mengeluarkan brankar berisi pasien penuh darah. Mungkin kecelakaan, pikirku. Namun detik berikutnya aku tercengang.

Napasku megap-megap bukan karena aku melihat pasien kecelakaan di depan ruang IGD itu. Namun karena pandanganku yang dengan jelas menangkap sosok-sosok yang membuat sesak rumah sakit ini. Sosok astral. Terbukti dari tubuhnya yang melayang di udara. Mereka bertebaran di segala tempat. Beberapa bahkan menatap ke arahku.

Dan detik ini aku dapat menarik benang merah dari pernyataan nenekku sore kemarin. Alasan Mengapa beliau mencegahku bekerja di rumah sakit. Karena ketika beliau meninggal, aku adalah pewarisnya.

03 Mei 2016
Hai gaes, semoga kalian tidak lelah membaca author note ini. Sebenarnya aku akan sedikit bercerita, bahwa besok aku akan menjalani Ujian Akhir Program. Tahap awal adalah ujian pemeriksaan ibu hamil, aku jurusan kebidanan, omong-omong. Maka, aku meminta doa kepada yang telah khilaf membaca chapter ini, semoga besok berjalan lancar, mengingat ujian praktik bergaya osce itu merupakan perjuangan hidup dan mati. Oke aku berlebihan. Dan jika penjelasan tentang Ners di atas salah, maka aku mohon pembenarannya yaa.. 😄 aku tidak menjalani program Ners sih.. oke sampai disini saja. Terimakasih telah membaca karyaku. Aku sayang kalian :*

TERAMBAU : Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang