lelaki dengan jaket merah

2K 181 34
                                    

Dia lelaki dengan jaket merah yang warna merahnya sudah kusam. Beberapa benang bahkan mencuat di sana sini namun kurasa si pemilik jaket tidak ambil pusing dengan keberadaan benang-benang itu.

Dia lelaki dengan jaket merah yang juga memakai sneakers merah dengan tali putih. Nah, untuk sneakers ini, aku selalu berdecak kagum karena selalu tampak bersih. Kontras dengan jaket kusamnya.

Dia lelaki dengan jaket merah yang memiliki iris mata berwarna hazel. Aku yakin sekali itu bukan hanya sekedar cokelat terang, itu warna hazel. Kadang aku berpikir Tuhan begitu senang pada matanya hingga menganugerahkan manik hazel seperangkat dengan bulu mata panjang dan alis tebal. Menambah kesan dramatis ketika kedua mata kami berserobok.

Dia lelaki dengan jaket merah yang hanya mampir ke kantin pada hari senin, rabu dan sabtu tepat pukul 9 pagi dan selalu memesan seporsi bakso dan teh es. Nanti, ketika pesanan teh datang, ia akan memeras jeruk nipis, yang harusnya menjadi pelengkap bakso, ke dalam teh esnya.

Dia lelaki dengan jaket merah yang keberadaanya selalu mengusik mataku. Mati-matian aku menghentikan kebiasaan memperhatikan dirinya, namun gagal. Karena bagiku keberadaannya selalu ganjil, pengen di kepoin.

Dia lelaki dengan jaket merah yang sekarang berada di hadapanku, telah menatapku selama semenit penuh lalu tersenyum asimetris, menampakkan gigi gingsulnya yang mencuat menyerupai vampir. Oke, vampir yang manis. Vampir dengan lesung pipi indah.

"Jadi, " ucapku grogi di intimidasi oleh manik hazel cantik itu sekian lama. "Kukira aku sering menemuimu jadi aku ingin mewawancaraimu."

Sebelah alisnya terangkat. "Mewawancarai?" Tanyanya dengan nada bingung yang tidak di buat-buat.

"Iya, aku dari mading, mau mengangkat tema makanan paling laris di kantin. Dan kukira kamu orang yang tepat mengingat kamu suka makan bakso disini, bukan?" Terimakasih atas otak kreatifku dalam merangkai cerita fiktif.

Si jaket merah kembali mengerutkan alisnya. "Aku tidak terlalu sering makan bakso disini" jawabnya dengan nada datar. Lalu memalingkan wajah dan mengangkat pantatnya.

"Eh, tunggu. Biar saja, tolong aku untuk wawancara selama semenit?"

"Kamu bisa mewawancara gadis di sampingmu, ia juga memakan bakso yang sama"

"Anu, aku sudah mendapatkan peserta wanita, sekarang yang pria lagi" jawabku dan otak kreatifku mulai berbangga diri atas kerja kerasnya.

Si jaket merah menatap sekeliling. Sial baginya karena di warung ini hanya ia pelanggang pria yang makan bakso. Dengan berat hati ia kembali duduk di kursinya dan melipat kedua tangan di atas meja.

"Apa yang akan kamu pertanyakan?" Tanyanya sambil memencet tombol di arlojinya.

Uluuhh, pake buka stopwatch segala, pelit amat!

Aku tersenyum masam lalu memaksa otak kreatifku menyusun daftar pertanyaan. Sedangkan tanganku mengambil note dan pulpen dari dalam tasku.

"Namanya siapa?"

"Harus banget pakai nama?"

"Loh iya, ini kan wawancara"

"Pakai anonim saja, lah" tawarnya.

"Eh, jangan. Nama?" Tanyaku tak mau kalah.

"Ares." Jawabnya singkat. Bahkan jika telingaku tidak tajam mungkin aku hanya mengdengar suara esss saja.

"Nama panjang?"

"Ares saja cukup, bukan?"

"Oke oke" aku mengalah sambil menyunggingkan senyum. "Dari jurusan apa?"

TERAMBAU : Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang