KAPAL KAYUMU TAK MERAPAT HARI INI (chapter 3)

6 1 0
                                    

Genap dua bulan keberadaanku disini aku sudah mulai berani mengambil posisi, jam satu siang, di ujung gertak kayu tempat perahu-perahu kecil bersandar ini biasanya aku duduk, membawa buku gambar berukuran lebar, beberapa spidol warna-warni dan dua buah buku. Aku menikmati pemandangan anak-anak di usia sekolah itu merendam lebih dari tiga perempat badannya di tepian sungai, memasang perangkap ikan lalu bercanda gurau bersama kawan-kawannya sambil menggiring ikan masuk perangkap. Dan di sela-sela mereka menunggu buruan, disitulah aku mulai memainkan peran, menjadi kakak buku, itu pangggilan mereka padaku, karena saat makan, saat bermain bersama mereka, bahkan saat tidur di papan-papan kayu bahan perahu aku selalu membawa buku, berharap mereka bertanya itu buku tentang apa, isinya cerita legenda ataukah berita tentang manusia-manusia kota, dan saat pertanyaan-pertanyaan itu hadir, saat itulah kelasku dimulai, mereka akan mendengarkan aku membaca dan bercerita, kadang harus kusertai dengan gambar-gambar sederhana di buku gambar murahku yang kubawa dari kota saat mereka bertanya tentang kata-kata asing yang keluar dari mulutku, seperti saat aku harus menjelaskan wc duduk, asing tentu bagi mereka, karena hal itu terdengar seperti jamban hidup yang bisa duduk sambil menikmati ubi rebus, saat mereka tahu bahwa itu adalah tempat membuang kotoran keheranan mereka belum selesai, karena toilet mereka disini terlalu nyaman, ujung sungai sebelah hilir kampung adalah tempatnya, luas sekali, berbekal kain sarung diantara batang-batang eceng gondok yang menjulang......orang kota memang aneh, duduk saja bisa buang kotoran, itu mereka bilang.
Aku bukan anak yang berprestasi di bidang akademis saat sekolah dulu, hanya anak biasa yang suka membaca apapun di perpustakaan dan kadang mencontek tugas sekolah karena aku sering lupa jadwal pelajaran, aku hanya tahu sedikit ilmu dan banyak bermain. Tapi entah kenapa disini aku serasa punya kesaktian lebih untuk menjelaskan ilmu gravitasi lewat lempeng batu kali yang kulempar ke air, menjelaskan ilmu berhitung dasar lewat permainan lompat tali, bahkan mengajarkan panjang dan lebar lewat sisa tulang ikan yang aku makan di beranda rumah depan, mereka memberiku alat peraga yang luar biasa. Awalnya tempat ini hanya sebatas pelarian, dari semua pelik dan keberaturan yang mulai jengah untuk kutinggalkan, hanya itu, aku tak meminta lebih, hanya meminta tempat untuk aku berbaring setiap malam, sedikit makanan di pagi hari, bahu-bahu untuk aku bersandar saat aku rindu ibu. Namun masyarakat disini memberiku lebih, memberikan ruang untukku lebih punya arti, berbagi sedikit yang aku tahu, berbalas ilmu menambal perahu dan keterampilan berburu.

KAPAL KAYUMU TAK MERAPAT HARI INI (chapter 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang