Dan kini malam hampir berganti pagi, kapal kayumu tak juga merapat hari ini, aku semakin meradang, musik yang mengalun berulang, dingin malam yang menemani aku terduduk di ujung gertak kayu mulai berteman terang, kamu dimana Tama.....aku butuh energimu saat ini agar langkahku semakin punya arti. Riak air bergelombang, kian keras kian riang, ada yang datang....aku berdiri cepat, rentakan baling-baling kayu menerpa air membuatku tercekat bahagia, tiba perahu itu di depanku, membawa kardus-kardus kiriman milikku, tapi tanpa kamu. Setelah semua barang diturunkan, seorang anak buah kapal menyerahkan sebentuk surat beramplop coklat dan dibungkus plastik karena takut basah terkena deras air sungai.
"Aziya....aku tidak turut serta mengantar buku-bukumu hari ini, aku sedang di kota, ada hal penting yang harus kuurus. Aku butuh beberapa sak semen, batako, banyak batang besi dan lembaran baja ringan, aku ingin ikut membangun mimpi bersamamu di dusun ini. Tunggu aku, izinkan aku menjadi hantu di hari-harimu, karena aku ingin menjadi bayangan hitam yang mengawal langkah-langkah lucumu. Aku ingin berawal dan berakhir bersama langkah muliamu di tanah ini, di tanah yang berskenario indah yang telah membawamu serta. Setelah aku tiba nanti aku ingin bersamamu, entah sebagai apa aku belum tahu, mungkin sebagai pembantu untuk membawa papan tulis kecilmu menyusur setapak-setapak kecil, atau menjadi penonton kamu bercerita tentang isi buku di depan mahluk-mahluk kecilmu. Aku tak mampu lagi hanya menunggu air pasang untuk melihat wujudmu dari jendela kantorku, hanya itu." -Tama
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPAL KAYUMU TAK MERAPAT HARI INI (chapter 1)
NouvellesKapal kayumu tak merapat hari ini, kupandangi terus teluk temaram itu sedari tadi. Aku kehabisan energi, energi yang terembun dari panas tawamu, dari hangat tarian-tarian lucumu. Sembilan senja harusnya tak cukup lama, tapi tidak bagiku....kenapa in...