"Onii-chan! Ini gara-gara kau! Kita terlambat lagi!"Aku menghela nafasku seraya melepas helmku dan menggoyangkan kepalaku. "Berhenti menyalahkanku sayang. Masih diuntung kita telat lima belas menit dan satpam membolehkan kita masuk," ucapku seraya menuruni motor dan berjalan memasuki koridor gedung sekolah.
Aku bisa mendengar derap langkah kaki Chika mendekatiku karena koridor sekolah saat ini sudah sangat sepi sebab bel pelajaran sudah dimulai dari tadi.
Chika mengalungkan kedua tangannya pada lengan kananku. "Kau harus mengantarku ke kelas dan memberikan alasan pada Mai-sensei! Kalau kau tidak mengantarku, dia sudah berjanji kemarin akan menghukumku!" ucapnya setengah merengek.
Aku menghentikan langkahku dan menoleh pada adikku yang kini memasang wajah dengan mata bulat yang berbinar. "Sungguh kah itu?"
Dia mengangguk. "Hm! Tolong aku onii-chan!" rengeknya seraya menggoyang-goyangkan lenganku.
Aku memutar bola mata seiring melepaskan lengan kananku yang digelayutinya. Lalu tangan kananku melayang mengacak rambutnya.
"Tenang, aku akan mengantarmu. Aku tak mungkin tega membiarkan adikku dihukum karena kesalahanku," ucapku diakhiri tersenyum padanya, lalu melangkahkan kakiku menuju koridor kelas sepuluh yang cukup jauh dari koridor kelas duabelas.
Matilah aku. Tapi tak apalah, pelajaran pertama adalah biologi, aku bisa membolos seperti biasa.
Tiba-tiba aku merasakan seseorang menubruk tubuhku dari belakang dan melingkarkan kedua lengannya di pinggangku. "Arigatou Onii-chan!"
Siapa lagi kalau bukan Chika?
"Hm." Aku berdehem mengiyakan, berharap setelah itu ia melepaskan pelukannya. Namun ternyata, adikku tidak kunjung melepaskan pelukan menggelikan ini.
"Chika, lepaskan," perintahku berusaha melepaskan kuncian tangannya dari pinggangku.
"Aku tidak akan melepasnya sampai kelasku. Ini adalah rasa terimakasihku padamu, onii-chan. Seharusnya kau merasa senang dipeluk adikmu yang cantik ini!" ucapnya yang membuatku mendelik.
"Kau hanya mengambil kesempatan untuk memelukku," ucapku seraya memutar bola mata. "Peluk saja tasku, asalkan jangan pinggang seperti ini, ya?" pintaku seraya melirik padanya. Aku sedang malas untuk memarahinya atau apalah. Ini di koridor kelas sepuluh, dan aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri jika melakukan hal itu.
"Wakatta!"
Dan tak lama, ia melepaskan kuncian tangannya, dan mengunci tasku. Memberikan beban berat pada pundakku. Astaga, kenapa kelasnya jauh sekali?
Lima menit kemudian, langkahku terhenti pada kelas bergantungkan papan nama '1 - E'. Ini adalah kelas paling ujung serta terbawah, dan aku benar-benar tidak mengerti akan otak adikku yang bisa sebodoh itu sehingga masuk kelas ini.
Aku menghela nafas dan mengetuk pintu kelas yang tertutup. Dapat kudengar suara ketukan hak dengan lantai, yang menandakan si pemilik mendekat ke pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody
Teen Fiction"Aku mencarimu, mengapa kau tak mencariku?" Dia menggenggam erat tanganku, menempelkannya pada pipinya. Aku terperangah lalu tersenyum setulus mungkin. Kugenggam tangannya yang lain dan menempelkannya pada pipiku. "Maafkan aku. Walau begitu, aku sel...