Bab 2

118 8 4
                                    

Aku tak terima! Perbuatan Axel sore itu benar-benar menjatuhkan harga diriku. Seakan membuatku merasa seperti wanita murahan yang takluk di bawah sentuhannya.

FLASHBACK

Merasakan tangan Axel berada di wajahku membuatku terpaku bagaikan sebongkah batu. Ku pejamkan mata ku rapat-rapat, tak berani menghadapi kenyataan kalau Axel benar-benar akan melakukannya. Lalu kurasakan tangannya membelai lembut rambutku dan sebuah gerakan membuat ku merasa nyaman. Axel menggerakkan jarinya yang panjang dan ramping memijat kepalaku dengan sangat lembut. Aku bisa mencium aroma shampo yang lembut, berasal dari rambutku.

"Bagaimana? Enak bukan? Aku bisa melakukan 'sesuatu' yang lebih 'enak' dari ini."

Seketika wajah ku memerah hingga ke telinga merasakan malu yang amat sangat. Aku merasa seperti wanita murahan saat berpikir Axel akan melakukan 'sesuatu' padaku. Seakan aku mengharapkannya.

"Kenapa kau memerah seperti itu? Aku hanya ingin mengeramas rambutmu ini. Apa kau berpikir aku akan melakukannya? Atau.. kau ingin aku melakukannya Kayla?"

"Pergi kau kurang ajar!!"

Aku mendorong tubuh Axel menjauh. Axel bangkit dan berdiri di hadapan ku.

"Oke oke.. aku akan pergi. Nikmatilah waktu mu sendiri Kayla. Karena sebentar lagi aku tak akan pernah membiarkanmu sendiri. Aku akan menemanimu 'menikmati' waktu bersama ku."

Axel melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi ku. Aku dapat mendengar dengan jelas tawa Axel yang berhasil mempermainkan ku di seberang sana.

FLASHBACK OFF

Tak akan ku biarkan monster itu menyentuh ku lagi. Apalagi menerima tawarannya untuk menjadi istrinya yang ke 5. Aku semakin jijik saat mengetahui 3 pernikahan sebelumnya terjadi dalam waktu 1 tahun saja!

Walaupun Axel memintaku menjadi istrinya yang ke 5, aku tau aku satu-satunya yang akan tinggal bersamanya di istana ini. Yah.. setidaknya sampai ia muak dan mencampakkan ku begitu saja, seperti istri-istrinya yang lalu. 3 pernikahan Axel sebelumnya hanya bertahan kurang dari 3 bulan. Setelah itu dia menceraikan semua wanita itu dan kurasa akulah target yang selanjutnya.

Aku tak pernah tahu apa yang dicari Axel dari semua mantan istrinya. Kalau ia hanya menginginkan orang yang bisa ia peluk di ranjangnya, aku rasa ia tak perlu repot-repot menikahi wanita-wanita itu. Aku berani bertaruh banyak wanita yang akan mengantri untuk menyerahkan diri ke pelukan lelaki tampan dan kaya seperti dia. Kalau Axel melakukannya demi mendapatkan seorang anak, aku ragu akan itu. Mengingat semua usia pernikahan Axel yang masih seumur jagung.

☆☆☆

"Sepertinya aku harus lebih bersabar."

Axel terlihat serius berbincang dengan kepala pelayannya. Sudah lama ia berada di ruang besar itu. Ruangan yang tak pernah bisa untuk dimasuki oleh siapapun kecuali orang yang dipercaya oleh Axel. Robert satu-satunya yang diperbolehkan olehnya masuk ke sana. Ia sudah lama bekerja pada Axel. Robert sendiri yang bertanggung jawab atas perawatan ruangan itu. Tak ada yang boleh di ubah di sana. Semua harus tetap sama seperti 6 tahun yang lalu. Saat di mana wanita yang paling dicintai Axel meninggalkannya.

"Sepertinya begitu, Tuan. Saya yakin kesabaran Anda akan berujung baik. Sebagaimana mestinya."

"Terimakasih Robert. Walaupun aku tak tahu harus bersabar sampai berapa lama. Setidaknya berkat kau, aku masih punya harapan baru. Kalau bukan karena kau.. mungkin selamanya.."

Wajah Axel berubah sedih. Ia tak bisa menyembunyikan kerapuhannya saat berada di ruangan itu. Segala ketidakberdayaannya saat itu membuat dia harus hidup dengan penyesalan yang menyelubungi dan membungkus hatinya.

"Anda tak perlu mengingat hal itu lagi, Tuan. Semua yang terjadi pada Nyonya bukanlah kesalahan Anda."

Robert langsung memotong perkataan tuannya. Dia yang paling tahu bagaimana Axel harus hidup dengan luka di hatinya.

"Tapi kalau saat itu aku melakukan sesuatu... mungkin aku tak akan kehilangaannya."

"Saat itu Anda tak bisa malakukan apapun, Tuan. Sayalah yang harusnya disalahkan atas kejadian itu."

"Aku juga yakin kau tak bisa melakukan apapun saat itu Robert. Kau juga tak punya pilihan."

"Maafkan saya, Tuan." Robert menundukkan kepalanya.

"Sudahlah Robert. Aku sudah cukup berterimakasih atas apa yang kau lakukan setelah kejadian itu. Terimakasih kau telah membantuku selama ini."

Axel tersenyum ke arah Robert. Senyum yang tulus. Atas segala hal yang dilakukan Robert agar ia bisa bangkit dari kesedihannya dan mengobati luka di hatinya.

"Sudah menjadi kewajiban saya untuk selalu membantu Anda, Tuan. Saya undur diri dulu. Banyak yang harus saya kerjakan Tuan."

Robert membungkukkan badan, menunjukkan rasa hormatnya. Axel membalas dengan anggukan kecil. Setelah itu Robert keluar dari ruangan itu, meninggalkan Axel yang masih betah berada di sana.

Axel menatap ranjang yang sudah lama tidak ia gunakan itu. Pandangan matanya mulai berkabut. Ia sudah tak bisa menahannya lagi. Air mata itu mengalir begitu saja melewati setiap lekukan di wajahnya. Kenangan itu terasa hidup di mata Axel. Seakan ia sedang melihatnya secara langsung. Saat ia dan wanita tercintanya berada disana. Di ranjang itu. Menikmati kebersamaan mereka. Menanti malaikat kecil yang akan mengisi seluruh ruangan di rumah ini, dengan tawa riangnya. Menjadikannya orang tua yang paling bahagia di dunia.

Namun saat itu, seketika semuanya hilang. Kebahagiaan yang sudah menantinya di depan sana, hilang begitu saja sampai tak berbekas. Membuatnya hidup dengan kepedihan. Mengurungnya dengan rasa bersalah yang amat sangat.

Axel mencoba menghentikan ingatan itu. Menghentikan air mata yang selalu menetes saat ia mengenangnya. Fisiknya yang terlihat kuat berbanding terbalik dengan jiwanya yang rapuh. Seperti lembaran tipis es yang siap hancur saat sebuah kerikil kecil jatuh di atasnya.

Ia membalikkan badan kekarnya meninggalkan ruangan itu. Mengunci rapat-rapat pintu bercat coklat itu agar kesedihan di dalamnya tak menyebar ke seluruh ruangan di rumahnya. Dan selalu berharap, saat ia kembali ke sana, tak air mata penyesalan yang ia keluarkan lagi.

☆☆☆

"Apa yang kau lakukan di sini, Kayla?"

Kulihat Axel terkejut saat aku melihatnya keluar dari ruangan itu. Satu-satunya ruangan yang tak pernah ku masuki di rumah ini.

"Aku hanya berjalan-jalan dan tiba-tiba saja sudah berada di sini."

Ada persaan sedikit takut saat aku menatap matanya. Seakan ia tidak suka melihatku berada di dekat sini.

"Jangan pernah. Jangan sekalipun kau berada di dekat sini. Kecuali kalau kau sudah menerimaku sebagai suamimu."

Tatapan matanya tiba-tiba berubah seperti serigala yang akan menangkap mangsanya. Dengan refleks aku memundurkan langkah ku. Menjauh dari aura aneh yang entah sejak kapan ada di sekitar sini.

"Jangan pernah bermimpi, Axel! Aku tak akan menerimamu!"

"Aku tak pernah bermimpi, Kayla. Itu memang akan terjadi."

"Kau tak akan bisa memaksakan kehendakmu padaku!"

Aku meninggalkan Axel segera. Pria arogan itu selalu menindasku dengan tatapannya yang menjijikkan. Tak pernah terbayangkan olehku menjadikannya sebagai suamiku. Berada di dekatnya saja sudah membuatku ingin segera meninggalkannya. Bagaimana mungkin aku bisa hidup dengan suami yang selalu ingin kutinggalkan? Itu sama saja menjadikanku janda dengan mudah.

"Kau akan menjadi milikku , Kayla. Cepat atau lambat."

☆☆☆

Be The 5th ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang