bab 4

84 5 1
                                    

"Permisi, Nona."

Kudengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Dari suaranya, aku yakin benar itu Robert. Kuhampiri pintu itu dan kubuka sedikit.

"Ada apa, Robert?"

"Tuan memanggil Anda di tamannya."

"Axel menyuruhku ke sana? Kenapa? Bukannya dia tak suka aku kesana?"

"Saya tidak tahu, Nona. Saya hanya diminta untuk memanggil Anda. Saya harap anda segera kesana. Saya yakin, Tuan Axel tidak suka menunggu lama. Saya permisi dulu."

Robert membungkukkan badannya sebentar lalu pergi meninggalkanku. Aku yakin Robert tidak berbohong padaku. Tapi aku juga tidak yakin Axel menyuruhku ke tamannya. Axel bahkan pernah membentakku, saat ia melihat aku memegang mawar-mawar itu.

Kenapa dia menyuruhku ke sana? Bukannya dia takut aku merusak bunga-bunga kesayangannya?

Ku langkahkan kaki ku keluar. Berjalan menuruni tangga lalu menuju ke taman mawar itu. Taman yang biasanya hanya kulihat dari balkon kamarku.

Saat aku sampai disana, seperti biasa, Axel duduk di sebuah bangku yang diletakkan di sebuah bangunan yang terlihat seperti joglo. Dia juga selalu memasang ekspresi yang sama saat berada disana. Tatapannya lurus memandang mawar-mawarnya.

Kudekati Axel yang sepertinya tak menyadari kedatanganku.

"Untuk apa kau memanggilku?"

"Oh. Kayla. Kau sudah datang? Duduklah."

Axel menyuruhku duduk di sebelahnya. Kuperhatikan Axel sejenak. Matanya terlihat seperti baru menangis. Bekas air mata itu masih terlihat walau sudah samar-samar.

Apa dia baru saja menangis?  Dan kenapa aku harus perduli?

Aku duduk disampingnya. Kami terdiam lama disana. Seakan waktu terhenti saat itu. Aku sangat menikmati pemandangan taman ini. Ini kedua kalinya aku kemari. Rasanya tak ingin beranjak dari sini. Ini adalah satu-satunya tempat di rumah ini, yang membuat ku nyaman. Ya.. walaupun berendam di bathub juga terasa nyaman. Tapi berada di taman ini menentramkan hati ku.

"Kau tahu, Kayla.. taman ini adalah tempat favorit istri ku. Dia sendiri yang merancang taman ini."

"Istrimu?"

"Ya. Istri pertamaku. Dia wanita yang cantik dan baik."

"Lalu kenapa kau menceraikannya?"

"Aku tak pernah menceraikannya. Dia sudah lama meninggalkanku."

Lagi-lagi ekspresi itu. Ekspresi wajah sedih Axel saat kami berjalan-jalan di taman waktu itu. Pasti saat itu Axel teringat istrinya. Aku yakin Axel sangat mencintai wanita itu. Terlihat dari matanya yang memancarkan cinta saat mengenangnya.

"Apa kau mencintainya?"

"Sangat. Melebihi apapun di dunia ini. Bahkan melebihi nyawaku sendiri. Aku seharusnya sudah memiliki anak darinya saat ini. Tapi sepertinya Tuhan tak mengijinkannya."

"Lalu kenapa kau..."

"Kawin cerai dengan wanita-wanita itu?"

Axel memotong perkataanku. Aku juga tak begitu yakin menanyakannya. Dia terlihat berbeda saat ini. Terlalu rapuh dan sedih untuk seorang pria yang biasa terlihat angkuh dan percaya diri.

"Aku hanya ingin melanjutkan hidupku. Mencoba melupakannya dan memulai hidup baru. Tapi aku tak pernah bisa. Aku tak bisa menghianati cintaku padanya."

"Jadi kau mau mencoba denganku?"

"Aku hanya ingin mencoba melupakannya, Kayla."

Tiba-tiba saja ada perasaan yang menyeruak di hatiku. Rasa marah dan...

Be The 5th ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang