Entah sudah berapa lama aku terkurung di tempat ini. Setiap harinya terasa begitu panjang bagiku. Seakan waktu berputar 5 kali lebih lama dari seharusnya.
Aku sudah tak bisa mengingat kapan terakhir aku melihat dunia luar. Lelaki itu tak pernah sekalipun mengijinkan ku keluar.
"Kayla... kenapa kau tidak memakai pakaian yang disediakan pelayan?"
Kulihat Axel sudah berdiri di ambang pintu kamarku. Aku tidak menyadari kedatangannya tadi.
"Aku rasa, aku tak perlu menggunakan pakaian sebagus itu di rumah ini. Untuk apa menggunakannya kalau aku hanya berkurung di ruangan ini."
"Cepat pakai, Kayla. Sebelum aku yang akan memakaikannya padamu. Ku tunggu kau di bawah."
Aku mendengus kesal mendengar ancaman lelaki arogan itu. Dengan terpaksa, kuganti pakaianku dengan pakaian yang telah disediakan oleh pelayan tadi.
Cantik sekali. Aku tak pernah menyangka, sebuah baju dapat mengubah penampilan seseorang begitu drastis. Aku bergegas menuruni anak tangga dan melihat Axel sudah berdiri di ujung paling dasar tangga ini.
"Bagus. Aku rasa kau cukup pintar karena menuruti perkataanku. Ayo ikut aku."
"Mau kemana kau bawa aku?"
"Aku bosan. Aku hanya ingin mencari udara segar."
"Makhluk seperti mu bisa merasa bosan juga? Apa kau tidak pernah berpikir, seberapa tebal rasa bosan ku terkurung di tempat ini?"
"Jangan banyak komentar. Apa kau ingin mati bosan di sini?"
Axel menarik tanganku lalu menyeretku masuk ke mobilnya. Ini pertama kalinya aku duduk di mobil mewah ini. Desainnya klasik dan elegan. Didominasi warna coklat dan hitam, khas para lelaki dewasa. Beberapa bagian di lapis oleh lapisan sejenis kulit.
Berada di dalam mobil hanya berdua seperti ini, malah membuatku meraca canggung. Bagaimana mungkin? Aku tak pernah sekalipun meraca canggung menghadapi makhluk arogan ini.
Aku melirik Axel beberapa kali. Dia hanya fokus melihat jalanan tanpa sekalipun melihat ke arahku.
Apa dia memang seperti ini saat menyetir? Dan kenapa aku malah berharap dia menatapku?
Aku pasti sudah mulai gila. Pasti terkurung di rumah itu mulai mempengaruhi pikiranku.
☆☆☆
"Kenapa kau membawa ku kemari?"
Aku akhirnya memecah keheningan yang tak pernah ada di antara kami. Tak biasanya Axel sependiam ini saat berada di dekatku. Dia biasanya pasti selalu menggodaku dengan kata-kata mesumnya itu.
Oh, astaga!! Apa yang kupikirkan?! Apa aku berharap dia menggodaku terus? Apa aku sudah terlihat seperti wanita jalang sekarang?
"Sudah kukatakan tadi, Kayla. Aku ingin mencari udara segar. Aku rasa taman adalah tempat yang cocok."
"Tapi kau punya taman yang lebih indah dari ini. Kalau aku jadi kau, aku tak akan membuang waktu ku kemari."
"Kau benar. Tamanku berkali-kali lipat lebih indah dari tempat ini. Tapi terkadang aku sulit bernapas saat berada di sana."
Aku mengerutkan keningku. Apa maksud perkataannya? Aku melihat kesedihan yang terselubung meski Axel tersenyum mengingat tamannya. Kesedihan yang berada jauh di hatinya namun terlihat jelas di matanya.
Apa ini? Kenapa aku merasakan hal aneh saat melihat mata itu?
Aku terdiam mendengar jawaban Axel. Tak pernah aku kehabisan kata-kata saat berada di dekat lelaki ini. Aku pasti selalu bisa menimpalinya dengan makian yang sudah ada di ujung lidahku.
Tapi sekarang, kenapa aku seolah-olah ikut sedih mendengar jawaban itu? Apa aku terbawa suasana?
"Kenapa kau begitu membenciku, Kayla?"
"Memangnya ada alasan untuk tidak membenci lelaki sombong seperti mu?"
Entah itu hanya perasaanku atau itu memang benar. Axel menatapku sedih, mendengar jawaban yang kuberikan.
"Tentu. Kau seharusnya bertekuk lutut padaku. Aku lelaki kaya dan tampan yang paling diinginkan wanita di dunia ini."
Seketika perasaan simpatiku yang sempat muncul untuknya, kabur meninggalkan ruang di hatiku. Membuatnya kembali terisi dengan perasaan benci yang semakin menjadi-jadi. Membuatku muak mendengar ucapan angkuhnya.
Untuk apa aku prihatin melihatnya tadi? Lelaki ini tetaplah manusia yang tak punya hati.
"Itu tak akan pernah terjadi!! Kau satu-satunya manusia yang paling tak kuinginkan di dunia ini! Lebih baik aku mati daripada bertekuk lutut pada manusia sepertimu!!"
"Itu juga tak akan terjadi, Kayla. Aku tak mungkin membiarkan mu mati begitu saja. Kau lebih menarik saat masih hidup. Aku juga tak ingin menikahi mayat nantinya."
Aku menatap geram ke arahnya. Berdebat dengannya seperti ini memang tak ad gunanya.
"Aku rasa sudah cukup udara segarnya. Kau memang seharusnya ku kurung di rumahku. Jalan-jalan seperti ini ternyata tak berguna untukmu!"
Axel menyeret ku meninggalkan taman. Aku meronta mencoba melepaskan pergelangan tanganku yang mulai sakit.
"Lepaskan aku, Axel!! Kau tak bisa terus-terusan mengurung ku di rumah mu!! Aku bukan tawananmu!!"
"Tentu aku bisa mengurungmu. Aku bisa melakukan apapun yang kumau."
Tiba-tiba Axel menghentikan langkahnya sejenak. Ku lihat ia sedang menghela napasnya.
"Dan jangan pernah berpikir kau adalah tawananku. Kau lebih berharga dari seorang tawanan."
Aku terpaku mendengar perkataan Axel. Tak pernah aku menyangka Axel menganggapku berharga sebelumnya.
Axel membalikkan tubuhnya dan mendekatiku. Jari tangannya yang panjang dan ramping menyentuh sebelah pipiku. Untuk kesekian kalinya, aku seperti tersihir saat tangan itu menyentuh wajah ku. Membuatku tak berkutik dan kehilangan semua kekuatanku.
"Karena kau akan menjadi istri ku yang selanjutnya. Jadi berbanggalah."
Seakan terkena sengatan listrik kecil. Membuatku tersadar dan menepis tangannya dari wajahku.
"Dasar, biadap!! Kau memang tak punya malu!"
Axel kembali menarik ku menuju mobilnya. Tak perduli dengan segala caci maki yang kulontarkan padanya.
Oh, Tuhan! Bisa-bisanya aku terlena ucapannya tadi! Dia tak mungkin menganggap aku, wanita berharga baginya.
Axel selalu mempermainkan perasaanku tadi. Membuatku bersimpati padanya lalu dengan sekejap mengembalikan kebencian yang memang ada di hati ku. Membuatku berpikir aku adalah wanita berharga lalu seenaknya menyadarkan ku kalau aku hanya pemuas dahaganya.
Sampai kapanpun aku tak akan menerimanya. Bahkan kalau hanya dia laki-laki yang tersisa di dunia ini, aku lebih memilih sendiri seumur hidup ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be The 5th ?
RomanceBagaimana perasaan mu saat kau di lamar oleh lelaki tampan dan memiliki istana nan megah ? Bahagia ? Tentu aku tidak. Apalagi harus menjadi istri yang ke 5 !