bab 5

72 8 0
                                    

"Tuan Axel, Nona Kayla sudah pergi dari rumah ini."

"Bagus, Robert. Pastikan dia selalu aman."

"Tapi, Tuan.. apa menurut Anda ini yang terbaik? Membiarkan Nona Kayla di luar sana?"

"Kalau ini bisa membuat Kayla bahagia, aku akan membiarkannya."

Axel memandang keluar jendela. Melihat mobil yang membawa Kayla lambat laun hilang dari pandangannya. Raut wajahnya datar. Tak terbaca. Tapi Robert tahu betul apa yang dirasakan tuannya itu. Pasti berat bagi Axel membiarkan Kayla keluar dari rumahnya.

"Aku baru akan memulai kehidupanku yang baru, Robert. Tapi dia tak mengerti. Dia.. dia tak tahu apa yang kurasakan..." Suara Axel bergetar menahan air mata yang terasa menyeruak dari sudut matanya.

"Nona Kayla bisa saja mengerti, Tuan. Kalau saja Anda menjelaskannya. Kenapa Anda tak mengatakannya saja, Tuan?"

"Itu terlalu beresiko, Robert. Kayla mungkin saja bisa mengerti. Tapi tak menutup kemungkinan dia akan menganggapku psikopat dan malah takut padaku!! Kayla masih belum siap, Robert. Tidak untuk saat ini." Axel merasa frustasi. Terjebak disituasi yang sulit.

"Baiklah, Tuan. Kalau menurut Anda itu yang terbaik, saya akan mendukungnya. Saya permisi dulu. Sepertinya Anda butuh waktu untuk sendiri."

Robert meninggalkan Axel disana. Seperti biasa, di ruangan yang dijaga Axel keadaannya seperti 6 tahun lalu. Ruangan yang berisi kenanganya dan istrinya tercinta.

Sharla. Istri pertama Axel dan akan tetap menjadi satu-satunya di hatinya. Wanita yang memiliki tempat permanen di hati Axel. Tak akan terganti.

Axel teramat sangat mencintai istrinya. Terlalu cintanya hingga membuat Axel tak dapat meneruskan hidupnya dengan normal.

Kepergian istrinya terlalu membuat ia terpukul dan menderita. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Kayla. Membuat semangat Axel kembali meroket dalam sekejap. Namun ia menyimpan rahasia di belakang Kayla. Rahasia yang tak akan diungkapkannya sampai Kayla bisa menerimanya.

"Sharla, sampai kapan aku harus terus begini? Tidakkah kau kasihan padaku?"

☆☆☆

"Saya permisi, Nona. Jaga diri Nona baik-baik."

"Terimakasih."

Supir itu melaju bersama mobil yang membawaku. Aku ditinggalkan di sebuah rumah yang sederhana. Sederhana namun tetap indah. Dikelilingi berbagai macam tanaman dan bunga-bungaan di sekeliling pagar kayu yang dicat berwarna putih. Rumah itu sendiri dicat berwarna baby pink dengan nuansa biru langit dan putih di beberapa tempat.

Awalnya aku sempat bingung saat harus turun di tempat ini, karena ini bukan rumah yang kutinggali bersama Grace. Namun supir itu mengatakan ia disuruh tuannya untuk mengantarkan ku ke rumah ini.
Rasanya meskipun aku sudah keluar dari rumah Axel, aku tetap tak bisa lepas dari jangkauannya. Yah... setidaknya aku bisa bergerak lebih leluasa.

Aku memasuki rumah yang lebih terlihat seperti rumah barbie itu. Di dalamnya sudah terisi dengan perabotan yang memang dibutuhkan oleh sebuah rumah. Di ruang depan ada satu set kursi tamu yang terbuat dari kayu dengan ukiran yang dipahat dengan indah dan diberi cat warna biru muda hingga hampir menuju putih. Di sudut ruangan diletakkan sebuah meja kecil yang di atasnya terdapat vas yang berisi bunga mawar merah yang indah. Aku sempat berpikir, apa aku juga harus mengganti bunga itu dengan mawar asli jika ia layu? Pasti akan membutuhkan biaya lebih untuk menggantinya setiap bunga itu layu.

Aku masuk lebih ke dalam. Di ruang tengah. Sepertinya ini ruangan untuk bersantai. Aku melihat sebuah tv layar datar berwarna putih yang di tempelkan di dinding lengkap dengan home teater di sisinya. Ada sebuah kursi panjang dan meja di sana. Di letakkan menghadap tv di depannya. Sementara dindingnya ditutupi oleh lemari yang berisi buku yang banyak sekali. Entah apa saja jenis buku yang ada di situ. Aku belum terpikir untuk memeriksanya.

Aku membuka pintu yang berada di sisi kanan ruang tengah. Ternyata itu adalah kamarnya. Sudah ada kasur, lemari dan meja rias di sana. Aku meletakkan tasku di atas kasur dan koperku di lantai, duduk sebentar di kasur empuk itu sambil mengamati sekelilingnya.

Aku melihat ada sebuah pintu yang bercat putih di sana. Sepertinya pintu kamar mandi. Aku membukanya. Ternyata benar saja. Tapi kenapa ada...

"Axel??"

Mataku membelalak tak percaya. Aku menutup mataku rapat-rapat dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Saat aku membuka mataku lagi, Axel sudah tak ada di sana.

Astga! Aku pasti sudah gila!

Bisa-bisanya aku melihat Axel yang hanya mengenakan handuk yang dililitkan dipinggangnya sambil tersenyum di sana. Aku pasti sudah terbawa suasana saat berada di rumah Axel atau..

Aku merindukannya??

Itu tak mungkin. Pasti aku memang terbawa suasana. Cepat-cepat aku keluar dari kamar mandi itu dan menutup pintunya rapat-rapat.

Aku membuka koperku dan menyusun pakaianku di lemari yang sudah tersedia dengan manis di sana. Saat aku membuka lemarinya, aku melihat sebuah karangan bunga mawar berbagai warna yang indah. Ada sebuah kertas yang dilipat dan di selipkan di antara mawar-mawar itu dan aku membacanya

Selamat datang di rumah barumu, Kayla. Aku harap kau menyukainya. Maaf karena kau harus tinggal di rumah itu. Aku tidak bisa membiarkanmu tinggal di tempat yang tidak jelas. Semoga kau betah di sana dan tak mencoba melarikan diri lagi. Aku tak akan mengganggumu lagi. Jaga dirimu baik-baik. Lakukan apa yang membuatmu senang. Dan aku mohon Kayla, berbahagialah. Tersenyum dan tertawalah. Buatlah dirimu sebahagia mungkin. Maaf aku selalu membuatmu merasa di neraka saat di rumahku. Bentuklah surgamu sendiri, Kayla. Dan cobalah mencari teman untuk menemanimu di surga itu.

Axel

Aku menatap nanar surat itu. Axel benar-benar sudah melepaskanku. Aku sudah bebas sepenuhnya sekarang. Apa aku harus menari dan melompat kegirangan karenanya? Aku rasa harus begitu. Tapi kenapa...

Air mata? Kenapa air mata ini mengalir lagi? Kenapa aku menangis? Sebenarnya apa yang kurasakan ini... bahagia atau sedih? Dan kenapa lagi-lagi aku harus sedih karenanya?

Begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di benakku. Bercampur aduk dan mengacaukan perasaanku. Antara bahagia dan juga menderita(?)

Entahlah.. aku juga tak mengerti. Mungkin ini hanya sementara. Mungkin aku hanya tak menyangka ini benar-benar terjadi. Ya.. pasti karena itu.

Kuhapus air mataku. Kutarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Axel benar. Aku harus bahagia. Dia sudah berbaik hati membiarkanku bebas dan aku harus memanfaatkan kebebasan itu.

Aku pasti bahagia!

Be The 5th ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang