Bad Day

1.3K 32 1
                                    


Dimas Pov

Pak Beni masuk ke kelas untuk memulai pelajaran. Guru fisika ini killer. Tapi... si Mahendra suka sama guru ini. Iyalah, secara dia kan emang anak fisika.

Pak Beni nampaknya mulai menjelaskan bab baru. Sementara aku hanya mengetuk penaku di meja. Tok.. Tok.. Tok.. Suara pelan itu terus berulang. Lama kelamaan, ada lagi suara Tok.. Tok.. Tok.. Tapi ini beda. Bukan pena ini sumbernya, tapi pintu kelasku.

Pandangan seisi kelas tertuju pada pintu. Tak tampak seorang pun di ambang pintu. "Ah, mungkin hanya anak usil saja!" Pak Beni melanjutkan penjelasannya.

Tiba - tiba, seorang cewek yang sangat ku kenal memasuki kelasku dengan seperti ada dorongan dari luar. Dira! Aku terheran - heran apa tujuannya ke sini. Apa dia mau bicara denganku?

"Loh Dir, ada apa ke sini?" spontan aku melontarkan pertanyaan itu ke Dira tanpa mempedulikan teman - temanku dan tentunya Pak Beni.

"Ehm.. Aku.." jawabnya gugup.

"Dir, ini aku ada jangka sama busur." tiba-tiba Mahendra menghampiri Dira dengan jangka dan busur di tangannya.

"Oh, iya kak. Maksudku ke sini mau nyari pinjaman jangka sama busur. Hehe" ucap Dira entah untuk siapa sambil menerima dua benda itu dari Mahendra. "Terima kasih, kak." lanjutnya.

Setelah semua temannya juga mendapat pinjaman, mereka kembali ke kelasnya dan meninggalkanku yang diam penasaran.

Ah ternyata dugaanku itu salah besar! Kenapa si Mahendra bisa bersikap gitu sama Dira?

"Dim.. Dimas.." Mahendra memanggilku.

Aku menoleh. Kemudian berpaling lagi. Masih jengkel.

"Dimas.. Lo kenapa?" Mahendra melanjutkan. Aku menoleh tanpa suara.

"Itu Dimas, ngapain kamu noleh-noleh? Kalo Bapak lagi jelasin itu diperhatiin!" Pak Beni berteriak kepadaku.

"Loh kok saya, Pak? Ini nih Mahendra dari tadi ngomong nggak jelas. Saya mah nggak salah apa-apa, Pak!" aku membela diri.

"Kamu tuh ya! Udah jelas-jelas nggak perhatiin Bapak kok masih ngeles aja! Mahendra juga nggak mungkin ganggu kamu!" Pak Beni meneruskan omelannya.

"Shit! Mahendra terus dibela!" batinku. Aku tidak menjawab perkataan Pak Beni.

"Kenapa kamu diam, Dimas? Udah salah, nggak mau ngaku!" mulut tajam Pak Beni semakin berkoar.

"Pak, maaf sebelumnya. Tadi bukan salah saya, Pak. Ini gara-gara dia!" aku menunjuk Mahendra.

Mahendra hanya diam. Sama sekali nggak belain aku. Sahabat macam apa!

"Masih aja alasan! Udah hari ini kamu nggak usah ikut pelajaran Bapak! Ngerusak mood kelas ini aja! Keluar!" Pak Beni membentakku.

Aku berdiri. Melangkahkan kakiku keluar. Mahendra tetap diam. Sama sekali nggak ngomong.

Daripada nggak ngapa-ngapain, aku menuju kantin. Makan. Nggak peduli gimana pandangan orang - orang yang mungkin berpikiran kalau aku bolos pelajaran.

Empat puluh menit berlalu. Sepertinya pelajaran sudah berganti. Aku kembali ke kelas.

Ketika aku melewati ruang guru, ada Dira. Dia hanya melirikku sebentar tanpa bicara.

Sekarang aku berjalan di belakangnya. Pengecut! Aku sama sekali nggak berani menyapanya bahkan mengajaknya ngobrol.

Dira menoleh. "Kak?" tanyanya padaku.

Aku tentu tersenyum. Untungnya dia dulu yang mulai bicara. "Kenapa, Dir?" balasku.

"Kak Dimas habis dari kantin?"

Aku menjawab "iya."

"Ngapain kak?"

"Makan lah, Dir." aku sedikit tertawa.

"Iyaa. Tapi kenapa kok nggak ikut pelajaran?"

"Hmm.. Nggak baik ngobrol berdiri lama-lama. Ayo duduk dulu di kursi taman, Dir." aku menggandeng tangannya menuju kursi.

"Kak Dimas ah, MP." katanya waktu udah duduk di kursi taman.

#FYI : MP = Mengalihkan Pembicaraan. Entah gimana dari dulu itu istilah khas Dira.

"Hehe. Iyaiya. Tadi aku dikeluarin dari mapel fisika." aku mulai bercerita.

"Loh? Kok bisa?" Dira terkejut. Ia merapikan posisi duduknya.

"Yaa, panjang lah ceritanya." aku menjawab malas.

"Kenapa kak? Gara-gara aku ya?" Dira nampak khawatir.

"Engg-"

"Dimas, kemana aja lu. Dari tadi gue cariin ternyata di sini." tiba-tiba Mahendra datang dengan nafasnya yang nggak teratur.

Dira hanya melongo.

Aku melirik Mahendra sebentar lalu meninggalkan mereka di taman.

"Dimas! Mau kemana?" teriak Mahendra kepadaku.

"Nggak penting. Ini kan yang lo pengen!" aku menoleh.

Mereka berdua terdiam tanpa menjawab perkataanku.

Hari yang menyebalkan!

MerelakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang