Beda

2K 39 4
                                    


Dira Pov

Aku bertemu kak Dimas. Baru sempat bicara sebentar, tiba-tiba kak Mahendra datang. Terlihat dari raut wajah kak Dimas, sepertinya dia lagi marahan sama kak Mahendra. Ditambah sikap kak Dimas yang tiba-tiba pergi pas kak Mahendra datang, menambah poin kebenaran dari dugaanku.

"Loh? Kak Dimas!" aku meneriaki kak Dimas yang pergi tiba-tiba meninggalkan kami berdua.

Tanpa sahutan.

"Biarin aja Dir. Nanti juga dia baikan." kak Mahendra menyahut.

"Emang kak Dimas kenapa kak?" tanyaku.

"Nggak papa kok. Cuma ngambek biasa." jawab kak Mahendra.

"Setahuku kak Dimas nggak ngambekan deh kak. Pasti ada masalah yang gede banget." balasku. Aku memang cukup tahu gimana sifat kak Dimas. Dia bukan tipe orang yang ngambekan dan cengeng. Dia selalu tegar, nggak kayak gini. Pasti ada masalah.

"Yah, semua orang juga bisa ngambek kali, Dir." jawab kak Mahendra ketus.

Kok kak Mahendra jadi sensitif gini, sih. Batinku.

"Yaudah deh kak, aku balik ke kelas dulu." pamitku ke kak Mahendra.

"Ehm Dir..." kata kak Mahendra lirih.

"Apa kak?"

"Nanti malem ada acara?" tanyanya.

"Ehm, kayaknya ada deh, kak." jawabku bohong. Sebenarnya nanti malam aku nggak ada acara apapun. Tapi karena saat ini aku lagi nggak mood sama kak Mahendra, aku terpaksa bohong sebagai alasan untuk menolak kalau aja pertanyaannya itu berujung dengan ajakan jalan.

"Oalah yaudah. Padahal mau aku ajak jalan nanti malem." katanya dengan wajah kecewa.

Tuh kan bener tebakanku!

"Emang penting ya, kak?" tanyaku basa-basi.

"Penting banget, Dir." jawabnya.

"Wah tapi maaf kak, aku nggak bisa." aku berjalan meninggalkan kak Mahendra.

"Aku mau ngomong soal Dimas." sahutnya lagi ketika mengetahui aku ingin pergi.

Aku menoleh. Kata "Dimas" membuatku tertarik.

"Emang kak Dimas kenapa, kak?" tanyaku penasaran.

"Yah aku cuma mau ngomong aja soal Dimas yang ngambekan kayak gini." jawabnya.

MerelakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang