Prolog: Remember

214 31 5
                                    


Bandara cukup ramai untuk membuat tubuhnya yang kecil dan ramping sesak nafas. Bahkan tadi wajahnya sempat mampir ke pantat orang tidak di kenal saking padatnya bandara. Orang itu memarahinya sampai hampir berkelahi dengan ibunya.

Siang ini, ia akan kembali ke Jakarta karena tugas ayahnya kini selesai. Cukup berat baginya melepas seluruh kenangan yang ia nikmati di negeri itu, apalagi teman-temannya di sekolah yang kemungkinan besar tidak akan pernah bertemu lagi dengannya.

Keenam orang itu berjalan ditengah keramaian Changi International Airport tergesa-gesa, mencari di pintu mana mereka harus check in. Sementara, dua anak kecil berjalan berdua di belakang, tangannya bertautan satu sama lain tanpa ada keinginan melepaskan sedikitpun.

"Kamu beneran pergi?" raut wajah laki-laki seumuran yang menggandeng tangannya muram, matanya berkaca-kaca saat menatap perempuan disebelahnya.

"Iya, soalnya pekerjaan papa udah selesai, trus mau nggak mau aku harus ikut pulang. Mama bilang adekku sekolah di Jakarta aja."

"Uuuu..." laki-laki di hadapannya memeluknya erat, memeluknya seperti ini terakhir kalinya mereka dapat bertemu. Air mata mereka tidak terbendung lagi dan suasana berubah haru. Ia tidak memedulikan kemana yang lain pergi. Ditengah keramaian bandara, dunia serasa milik mereka.

Tiba-tiba, dua orang perempuan dewasa menghampiri mereka dengan tampang marah. Kedua perempuan itu menarik tangan anak-anak mereka untuk segera bergerak, mereka khawatir sesuatu yang tidak diinginkan terjadi apabila kedua anak itu terpisah dengan mereka.

Sampailah mereka di depan Gate A4. Waktu boarding adalah 13:15, dan teriknya matahari membuat orang tahu bahwa ini tengah hari tanpa harus melihat jam. Mereka terlambat untuk check in.

"Ayo sayang, tadi karena macet kita jadi terlambat. Kita belom check in segala, kan? Udah, nanti kalian kontak lagi aja lewat mama sama Om Tubagus, kalian bahkan bisa video call-an kok." senyumnya tenang sambil mengusap rambut anak perempuannya.

Mereka pun berpelukan untuk terakhir kalinya. Anak laki-laki itu kemudian melepaskan pelukan mereka lalu menatap lawan bicaranya lekat-lekat.

"Kamu janji sama aku ya, kita harus ketemu lagi. Kalo perlu kita nikah gimana??" teriaknya girang.

"Ssst, enggak sekarang, dong. Kita kan masih kecil. 20 tahun lagi ya! Kita harus ketemu! Janji ya!" senyum anak perempuan itu ikut melebar.

Sebagai formalitas dari janji itu, mereka melakukan pinky swear, dengan harapan mereka benar-benar akan bertemu lagi untuk menepati janji yang awalnya hanya bercanda itu.

Dan mereka pun berpisah.

Berpisah selama 15 tahun, tanpa tahu kabar satu sama lain, tanpa ingat janji yang bahkan sudah disimbolkan dengan pinky swear itu.

Orang tua mereka menyembunyikan sesuatu.

It's Nothing But MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang