Chapter 8

44 9 0
                                    

Sorry typo

Di tengah perjalanan, Alvhi dihalangi oleh dua motor. Motor yang sudah tak asing lagi baginya, berada tepat di belakang dua motor yang sudah menghalangi jalannya.

Dua orang suruhan Arash sudah maju mendekat ke arah Alvhi. Ia melayangkan pukulan ke arah wajah  Alvhi, hingga Alvhi tersentak ke belakang.

Ternyata di belakang Alvhi, sudah ada dua orang yang postur tubuhnya hampir sama dengan dua orang di depannya.

Kedua tangannya dilipat ke belakang. Hingga ia tak bisa melawan sama sekali. Ia menerima pukulan di wajahnya berkali-kali, begitu juga di tubuhnya. Terutama bagian perut.

"Gue gak suka lo menang dari gue, Al." ucap Arash.

Alvhi yang tergeletak di aspal tak mampu lagi untuk berbicara. Karena sakit yang teramat sangat di bagian perutnya.

Alvhi berusaha untuk berdiri sekuat tenaga, setelah gerombolan Arash meninggalkannya. Alvhi berjalan ke arah motornya. Ia memakai helmnya perlahan, agar tak mengenai bagian wajahnya yang terluka.

Alvhi mengendarai motornya dengan sangat pelan. Tubuhnya yang mulai lemas tak kuat lagi untuk menembus kencangnya angin malam.

***
Keesokannya, Betha berangkat diantar oleh Dimas yang pulang kemarin malam. Ia sampai di sekolah, kurang 10 menit dari jadwal masuk.

Ia melihat ke arah parkiran, tapi motor Alvhi ataupun mobilnya belum terlihat. Sudah pasti Alvhi telat lagi. Memang itu kebiasaan Alvhi.

Betha melangkah masuk ke kelasnya yang sudah ramai dengan siswa lainnya. Bel pun berbunyi. Pelajaran pertama pun dimulai.

Alvhi yang baru datang mendapat hukuman dari guru piket. Ia diminta untuk membersihkan koridor kelas 12 dari ujung sampai ujung. Begitu juga komentar pedas tentang wajahnya yang tak karuan. Sebenarnya ia ingin melawan, tapi tubuhnya tak kuat.

Setelah menyelesaikan hukumannya, ia pergi. Bukannya pergi ke kelas, melainkan ke belakang kantin sambil menikmati benda mematikan yang selalu ia bawa kemana-mana.

Ia duduk di bangku panjang yang menghadap ke taman belakang sekolah. Walau kondisinya kurang terawat, tapi tempat ini menjadi tempat favorit Alvhi untuk bolos. Tak lupa ditemani dengan sahabat kecilnya yang mematikan.

Di ujung pandangannya, tampak sepasang mata yang sedang memperhatikannya. Alvhi mengerutkan dahinya begitu cewek yang ada di depannya mendekat.

"Muka lo kenapa?"

Alvhi bergeser menjauhkan tubuhnya dari cewek yang duduk di sebelahnya.

"Al, lo kenapa sih? Ngomong, Al!" Alvhi menghisap benda mematikan itu, lalu membuang asapnya ke udara. Seakan tak perduli.

"Omongan gue tuh gak penting. Jadi gue gak perlu ngomong apapun sama lo."

Angel tak bisa berkata apapun.

"Al, gue minta maaf." Angel menundukkan pandangannya ke arah sepatu.

"Basi!" Alvhi menghentakkan kakinya seraya berdiri memunggungi cewek yang sedang menahan air matanya.

"Al, tunggu! Please, maafin gue. Gu-gue gak bermaksud buat ninggalin lo dulu. Gue cuma..."

"Cuma apa? Cuma malu! Iya?" Alvhi tertawa hambar menatap lurus ke depan.

"Gu-gue..."

"Semua juga gitu kok. Gak cuma lo doang! Mending lo balik. Gue gak mau orang lain liat." tatapannya tak sehangat dulu. Itu yang di rasakan Angel.

RaindropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang