Sick!

6 1 0
                                    

Di bawah langit kelabu, wangi mawar beterbangan di udara. Mawar-mawar putih yang sekarang menjadi kesukaannya sejak empat tahun yang lalu, sedang ia airi dengan teliti tanpa terlewat satu pun. Jika dipikir-pikir, bunga ini cukup berbahaya karena batangnya yang berduri dan Betha kerap kali berdarah karenanya, namun setelah sahabat kecilnya itu menuntun Betha untuk mengenal dan merawatnya dengan hati maka lambat laun ia tahu apa yang istimewa dari hal-hal yang berbahaya.

"Tangan lo berdarah, Beth!" Iqbal membuka pagar dan berlari kearah taman saat melihat tangan Betha berdarah.

Betha hanya diam karena terkejut melihat Iqbal memegang tangannya.

"Ayo gue obatin", Iqbal menarik Betha ke arah kursi taman. "Kotak P3K nya dimana, Beth?" Betha menunjuk ke arah saung tak jauh dari tempat duduknya.

Iqbal mengambil kotak P3K itu dan kembali duduk di samping Betha. Dengan sangat hati-hati, Iqbal mengambil tangan Betha dan mulai membersihkannya dengan kapas yang telah ditetesi cairan berwarna kuning. Betha memperhatikan keseriusan Iqbal saat membersihkan lukanya. Memberikannya obat merah dan membalutnya dengan kain kasa.

Betha mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Udah mau hujan nih, ayo berangkat!" Betha bangun dan mengambil tasnya yang telah ia letakkan sebelumnya di teras rumah. Sedangkan Iqbal masih bergeming. "Ayo!"

Selama di perjalanan, hanya Iqbal yang membuka suara. Ia sibuk bernyanyi mengikuti suara musik dari radio termasuk iklan-iklannya. Sesekali Betha tersenyum melihat tingkah Iqbal.

"Gue fikir lo gak bakal jadi ikut", Iqbal melihat sekilas ke arah Betha.

"Secara gak langsung, lo udah buat gue ngeiyain ajakan lo!" Betha menatap datar ke arah jalanan.

"Hehehe... Is it too late now to say sorry?", Iqbal bernyanyi lagu justin bieber-sorry sambil mengusap-usap tengkuknya. Betha jengah mendengar suara nyanyian Iqbal yang kesekian kalinya.

"Lo sendirian di rumah?"

"Iya."

Iqbal hanya mengangguk-ngangguk mendengar jawaban Betha. Berbagai anggapan tentang Betha pun sekarang telah menguasai pikirannya.

Setelah sekitar empat puluh lima menit mereka di dalam mobil, akhirnya mobil Iqbal telah memasuki area parkir rumah sakit. Namun sangat disayangkan, di luar sedang hujan deras. Dengan sangat sabarnya Betha menunggu hujan sedikit mereda, namun tidak ada tanda-tanda mereda sedikit pun.

Secara tiba-tiba pintu mobil terbuka. Menampakkan Iqbal yang sedang membentangkan jaket hitamnya di atas kepala.

"Ayo!"

Iqbal mengulurkan tangannya untuk membantu Betha keluar dari mobil dan hanya dibalas anggukkan oleh Betha. Dengan tatapan kosong, Betha mengulang peristiwa beberapa minggu kemarin. Saat ia dan Alvhi melintas dibawah hujan dengan tas sebagai pelindungnya dan angin sebagai selimutnya.

Sepasang mata yang menyaksikan adegan kedua remaja itu, tanpa sengaja telah menarik tirai berwarna hitam hingga jatuh berantakan.

"Bisa-bisanya", gumamnya.

***

Betha masih diam di tempatnya saat Iqbal memanggilnya untuk ikut masuk degannya.

"Alju! Liat gue bawa siapa?"

Sunyi

"Kok tirainya copot, Al?" Iqbal berjalan ke arah jendela lalu naik ke sofa untuk membenarkannya.

"Ketiup angin kali", akhirnya suara Alvhi menggema dengan nada dinginnya di sudut ruangan.

"Angin apaan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RaindropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang