But

370 43 7
                                    


Alarm yang memekakan telinga itu berdering sejak tadi, disusul dengan teriakan seseorang dari luar tidak berhasil membangunkan lelaki bermarga Koo ini. Ia masih bertahan dibalik selimut tebalnya, mendengkur dengan keras.

Pertarungan game online dengan Donghyuk semalam itu membuatnya luar biasa lelah ditambah dengan kelopak matanya yang terasa begitu berat untuk ia buka. Oh- nampaknya Junhoe akan membolos sekolah untuk kali ini.

Seseorang diluar sana juga nampaknya tidak kalah keras kepala dengan Junhoe, sosok bertubuh tegap dengan potongan rambut yang rapih serta jas hitam yang membalut tubuhnya itu memasuki kamar milik Junhoe. Ia berdeham beberapa kali sebelum membangunkan sosok putra bungsunya yang masih terlelap dikasur.

"Junhoe-ya." Panggilnya sembari menggoyangkan tubuh sang anak.

"......"

"Ya, kau mau tidur sampai kapan? Ayo bangun!" ujarnya lagi, telapaknya menepuk pipi Junhoe beberapa kali. Respon tak terduga dari sang anak membuat kelopaknya terbuka dengan sepenuhnya, "Pergi sana." Kata Junhoe.

"Ya, bocah pemalas. Bagaimana kau mau meneruskan bisnisku jika sekarang saja kau masih terlelap disana." Tuan Koo berucap seraya duduk di pinggir kasur dengan posisi menghadap anaknya. Sang anak bangkit, ia duduk seraya menyamakan tingginya dengan sang ayah.

"Ketimbang bisnis milik ayah, aku lebih memilih untuk melanjutkan apa yang tidak sempat ibu lakukan di hidupnya." Ucap Junhoe tanpa berpikir dua kali, sudut bibirnya mengembang, menyeringai. "A-apa."

"Jangan bawa ibu disaat kita berbicara seperti ini." Ujar sang ayah tegas, tangannya mengepal. Pria ini bisa saja memberikan sebuah tinjuan dipelipis sang anak kapan saja.

"Memang kenapa? Demi apapun, aku tidak akan melupakan kejadian itu." Balas Junhoe, tidak mau kalah dengan argumen sang ayah. "Kejadian apa─"

"Sialan... kau yang membunuh ibuku!" bentak Junhoe, tubuhnya terasa begitu panas. Emosinya tidak dapat tertahan, sepasang manik miliknya memanas, siap untuk mengeluarkan beberapa butir berupa cairan berbentuk kristal bening.

Kepalan tangan milik Junhoe meninju kasur empuknya dengan keras, Junhoe merasa ia bisa gila jika ia tak melakukan hal ini. Sang ayah terdiam selama beberapa saat, ia membiarkan emosi sang anak menurun dahulu sebelum ia membuka mulut. "Junhoe-ya, demi apapun, ayah berani bersumpah, ayah tidak─"

"Sudahlah." Junhoe memotong ucapan sang ayah, ia memutar bola matanya dengan malas. "Kau mendorongnya, ibu sempat memintamu untuk menolongnya dan kau pergi." Tambah Junhoe, "Sekarang kau mau apa?"

Tuan Koo memutuskan untuk kalah pada adu argumen antara dirinya dan sang buah hati, toh kali ini ia tidak akan menang pada perdebatan panjang ini. Yang ada hanyalah waktunya yang terbuang. Tuan Koo mengusap puncak kepala sang anak,

"Sudahlah, Jun, kukatakan sekali lagi bahwa kamu salah paham. Apapun yang terjadi, ayah minta maaf." Ujar sang ayah, senyuman tulus muncul akibat kedua sudut bibirnya yang ia tarik. "Siap-siap sekolah sana, kau sudah terlambat."

Sayang kebaikan sang ayah malah dibalas dengan decakan oleh buah hatinya, "Wow, tidak ku sangka kau masih peduli padaku." Junhoe terkekeh geli. "Terimakasih, Tuan." Ucapnya seraya bangkit, melangkah meninggalkan kamar setelah sebelumnya ia menutup pintu dengan keras.

.

.

.

Kejadian pagi tadi membuat mood-nya benar-benar rusak. Seharian ini Junhoe tidak mengeluarkan senyumannya untuk beberapa fans-nya, bahkan sikap ceria Jinhwan tidak mampu menaikkan mood-nya sedikitpun. Untuk kali ini, lebih baik jangan ada yang mendekatinya apalagi jika mengganggunya.

Why do I keep needing you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang