Keterikatan #2

28 2 0
                                    

Pukul 10.00 WIB...

Aku terbangun diatas sebuah ranjang yang tak kukenal. Aku mencoba berdiri, namun tubuhku tumbang terkulai lemas. Energi yang sedari kemarin aku kumpulkan rasanya lenyap ditelan kejadian tadi. Aku tak dapat bergerak, aku tak dapat berkata kata. Aku hanya mampu menggerakkan kepalaku, kekanan dan kekiri.

Ryan duduk di sebuah kursi hitam pendek didekat pintu. Kamar ini terasa rapi, lemari yang penuh dengan buku pengetahuan, serta aroma wangi dari parfum pengharum ruangan yang natural sangat elok untuk pernafasan. Cat hijau memenuhi dinding ruangan, meja belajar dan komputer yang screen server nya terus bergerak gerak, berputar putar. Kamar ini terasa sangat nyaman, dan berbanding terbalik dengan kamarku.

Setelah istirahat sekitar 30 menitan, aku mencoba bangkit kembali. Kali ini berhasil, walaupun hanya sebatas bersandar di kepala kasur. Ryan terbangun karena suara benturan yang aku hasilkan. Dia lalu menatapku.

"Sudah sadar?" Suaranya sedikit parau. Aku tidak tahu kenapa, tapi suaranya itu terdengar parau, dan bergelombang, berbeda dengan suaranya yang biasa bersih dan datar.

"Apa maumu membawaku kesini? apa kau memanfaatkan keadaan?" Aku menaikkan selimut segera.

"Walaupun aku ingin, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jadi, apa kau sudah tenang? tunggu sebentar." Dia berdiri, lalu berjalan kearah meja belajarnya, dan melemparkan segelas minuman mineral kemasan kearahku.

"itu artinya kau mengatakan kalau aku tidak menarik? Sialan... Ya, aku sudah lumayan tenang. tapi, tetap saja kenyataan itu aku tak sanggup menerimanya." Kataku sambil menancapkkan pipet. Aku meneguk beberapa kali karena kehausan dari kepanikan tadi.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

"Aku? Aku akan kerumah sakit, dan menuntutmu atas perbuatan yang kau lakukan kepada Ibuku." Aku masih tak dapat melupakannya. Dan entah kenapa, aku malah menuduh Ryan, orang yang mengabari kami masalah jasad Ibuku itu. tapi, bagaimana kalau itu hanyalah permainan psikologisnya? Bagaimana kalau itu hanya sebuah jebakan agar dia tidak dicurigai? Bagaimanapun, aku sangat percaya dengan intuisiku saat ini, yang mengatakan kalau Ryan bersalah.

"Kau masih mencurigaiku. Yah, aku memang tidak mempunyai bukti, aku memang tidak mempunyai orang yang dapat menguatkan alibiku. Tapi, aku belum pernah berbohong sekalipun."

"Lalu, kenapa ketika Ibuku berlari, berteriak meminta pertolongan, kau tidak menolongnya? Kenapa kau tidak lakukan hal itu? Jika... Jika saja saat itu kau menolongnya, dia tidak akan mati seperti ini. KENAPA KAU TIDAK MENOLONGNYA?" aku berteriak keras sekali. Dia hanya tertunduk, menatap minumannya ditangannya.

"begitu ya. Dari nadanya, kau pasti sangat ingin balas dendam. Bagaimana? Jika aku benar, maka buatlah duet denganku. Jika kau mau melakukannya, akan aku kabulkan seluruh permintaanmu. Dan yang pasti, akan ku perlihatkan wajah si pelaku brengsek yang membunuh ibumu itu. Bagaimana, kau setuju?" Aku diam sebentar. Mencoba mencermati setiap kata katanya. Aku tidak ingin terjebak didalam kata kata manis seorang pria.

Dia berdiri, mengeluarkan sebuah surat pernyataan mengenai kerja sama denganku. Dia menyodorkan pena dan menempelkan materai 6000 diatas tandanganku. Aku mengisi dataku disana, mulai dari nama, alamat, pekerjaan, dan sebuah kalimat yang menegaskan kalau aku bersedia bekerja sama dengannya.

Dengan ragu, dan penuh tanda tanya, aku menatap surat itu sekali lagi. 'The Blacket' tulisan diatas surat itu. aku tidak pernah mendengar nama ini sebelumnya. apakah ini organisasi teroris? Apakah ini organisasi kejahatan? Aku tidak ingin terkait, terhubung dengan organisasi seperti itu. aku mengembalikan kertas itu kepadanya sebelum aku tanda tangani. Dia menatapku dengan penuh tanda tanya.

Dia menjelaskan tentang organisasi itu. dia mengatakan bahwa The Blacket adalah singkatan dari The Black Jacket, yang artinya jaket hitam. Mereka adalah organisasi pembantu polisi dalam menyelidiki sebuah kasus yang rumit. Dia mengatakan kalau sudah banyak kasus aneh yang mereka pecahkan, kasus diluar akal sehat yang mereka pecahkan.

Tentu saja, aku menolak mempercayainya mentah mentah. Malahan, aku tertawa terbahak bahak mendengar pernyataan barusan. Penyelidikan? Pembantu polisi? Kasus kasus rumit? Anak SMA gini melakukannya? Terbayang gak, anak SMA sekarang, yang bisanya hanya merusuh, pacaran, tawuran, melakukan hal aneh seperti ini? aku tidak akan percaya walaupun disuguhi uang sekoper didepanku, yah mungkin aku akan mengambil uangnya dan berpura pura percaya jika itu terjadi.

Dia melanjutkan penjelasannya dengan wajah kesal. Dia menggerutu, namun aku tidak dapat mendengarnya. Organisasinya ini, kalau sedang beroperasi mereka menggunakan jaket hitam khusus, atau menggunakan tuxedo. Namun, untuk orang dibawah umur 23 tahun, mereka menggunakan jaket hitam sedangkan diatas umur 23 tahun, menggunakan tuxedo.

"Lalu untuk ketuanya, dia menggunakan..."

"Seragam Tuxedo, memegang cerutu ditangan kirinya, menggunakan kursi roda dan selalu menutup matanya menggunakan topi fedora yang selalu ia gunakan dan wajahnya masih dirahasiakan baik didalam, maupun diluar organisasi." Aku mendesah pelan setelah mengatakannya.

"Bagaimana kau tahu?" Wajahnya sedikit pucat, matanya membelalak tak percaya akan apa yang barusan aku katakan.

"Eh, jadi benar? Padahal aku hanya mengatakan deskripsi bos mafia di sebuah film layar lebar. Jadi, organisasi kalian itu adalah mafia ya? Aku tetap tidak akan menyetujuinya."

"Kalau begitu, dendam ibumu tidak akan tersampaikan. Apa kau mau, menanggung dendam ibumu yang bisa jadi menghantuimu setiap saat?" dia kembali menyodorkan surat pernyataan itu.

"Ibuku bukanlah orang yang pendendam. Dia pasti yakin, inilah takdir yang telah diputuskan oleh Yang Maha Kuasa. Rabb Allah pasti akan memberikan cobaan yang tidak melebihi kemampuan hambanya. Aku pasti bisa melewati ini. jadi, aku tidak membutuhkanmu, dan tidak perlu ikut organisasi mafiamu itu." aku turun dari kasur, dan berjalan teratih atih ke pintu. "Jangan ganggu aku lagi." Kataku sambil menutup pintunya.

Aku pergi kekamarku. Mengambil jilbabku, dan turun ketangga. Lalu pergi ke rumah sakit yang sebelumnya sudah dikasih tahu oleh Ryan tadi.

Aku tiba disana berpas pasan dengan adzan zuhur. Berjalan jalan sebentar, mencari masjid terdekat dan menunaikan ibadah wajib yang satu ini. Shalat adalah suatu ibadah wajib yang sangat tidak boleh untuk ditinggalkan. Guru MTsN ku pernah mengatakan kalau shalat adalah amalan yang pertama di hisab saat di yaumil mahsyar nanti. Shalat adalah kunci utamanya.

Orang orang sering melalaikan ibadah yang menurutku cukup ringan, dibanding dengan ibadah wajib lainnya. Mereka beranggapan, bahwa waktu shalat itu banyak. Mereka mengatakan kalau waktu shalat subuh itu antara subuh sampai zuhur. Kalau shalat zuhur itu antara zuhur sampai ashar. Dan lain lainnya. Tapi, ketahuilah bahwa hal itu merupakan salah besar. Allah menjelaskan dalam firmannya yang berarti :

'Celakalah bagi orang orang yang shalat. Yaitu orang orang yang lalai dalam shalatnya.'

Dengan jelas, Allah aza wa Jalla mengatakan bahwa 'Celakalah bagi orang orang yang shalat.' Dan 'Yaitu orang orang yang lalai dalam shalatnya'. Mereka tidak menyadari, jika mereka memiliki waktu untuk bermain main, waktu untuk melakukan hal yang tidak ada gunanya, dan mereka malah mendahului hal itu dari pada shalat. Walaupun mereka shalat, tapi Allah tetap mengatakan bahwa mereka akan celaka.

Guruku juga mengatakan bahwa sikap manusia, dilihat dari cara shalatnya. Jika sikapnya baik, sopan, santun, ramah, dan segala sifat baik tertera didalam dirinya, maka shalatnya sudah benar, dan ibadah ibadah lainnyapun akan segera menyusul. Namun, jika dia shalat, namun sikapnya itu tidak mencerminkan perilaku orang orang baik, maka hal itu perlu dipertanyakan.

Kemana semua amalannya?
Apakah Ryan juga termasuk orang yang lalai?
***

Like Rainbow in the SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang