EMPAT (Nyanyian Rindu)

19 4 0
                                    

Andi menatap lekat-lekat ke arah gitarnya. Gitar itu masih tetap setia menemani lamunannya. Hembusan angin semilir di  sore  itu  menerpa ke arah wajahnya membuatnya kembali tepekur bersama lamunannya. Menenggelamkannya dalam setiap angan miliknya.

"Putri...." Tanpa sadar mulutnya bergaung kecil. mengeluarkan lirihan atas sebuah nama yang cukup lama menyita setiap ingatannya.

Sejurus kemudian Andi bangkit dari tempat duduknya, meraih Gitar kesayangannya yang  setia menunggu untuk dipetiknya. Jemarinya mulai menari-nari diatas senarnya. Sebuah senyum simpul penuh arti yang tercetak jelas diwajah tampannya.

Kau tau dan aku pun tahu

Kita sama-sama tahu

Rasa itu

Rasa milikku dan milikmu

Ku yakin kau pun tau

telah lama kumenunggu

menyadarkan setiap lamunan itu

lamunan yang hanya tertuju padamu.

Andi kembali memetik senar gitarnya mencurahkan setiap perasaannya pada gitar tua itu. Satu lagu telah berhasil ia rangkai. Lagu yang hanya dipersembahkannya untuk seseorang yang telah lama mengisi hatinya.

otaknya  kembali  memutarkan sebuah ingatan layaknya film pendek bergenre romansa, membuatnya kembali mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu, kejadian yang mungkin takkan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya. Dimana ia berhasil merasakan sesuatu. Getaran aneh yang menjalari setiap sistem syarafnya saat ia dekat dengan Putri. Ya, Andi jatuh hati. Benar-benar jatuh hati, namun rasa canggung  lebih mendorong untuk menyingkirkan rasa ingin memiliki dalam dirinya.

"Lo kenapa? dari tadi kayak nya ngelamunin sesuatu?" Seseorang dibelakangnya menepuk pundaknya. Membuat lamunannya buyar seketika.

"Gak ada ! Lagi pusing aja" Sahut Andi santai.

"Mikirin cewek ya?" Tebak wanita itu.

"Idihh... sejak kapan lo jadi sotoy gini?" Sewot Andi.

"Tuhh kan jangan-jangan bener apa kata Gue, lo lagi naksir cewek kan? jujur aja deh ! gua tau gimana sifat lo ja-"

"Lo tu bawel ya!" Andi memotong kalimat kakaknya dengan cepat.

"Dek, sekarang kita udah sama-sama gede." Anna mengusap pundak Andi. "Kalo lo lagi ada masalah, jangan di pendem sendiri. Apa salahnya sih lo bagi sama gue. Mana tau gue bisa bantu, kalo lo terus-terusan pendem tu masalah,  ntar lama-lama lo sendiri yang nyesel." Anna menatap tepat di manik mata Andi mencoba membaca apa yang tersirat disana. Sebuah kegusaran dan rasa bimbang. Yang mungkin sudah sejak lama di sembunyikan oleh adiknya.

"Tapi ini gak semudah yang lo kira! tau ah pusing gue" Andi beranjak dari tempat duduknya. Namun Anna menahannya.

"Gimana gue bisa tau serumit apa masalah lo? kalo lo nya aja susah banget buat cerita!" Anna menjitak kepala Andi.

"Adohhh sakit dodol!" Andi mengusap puncak kepalanya yang masih terasa sakit.

"Perasaan gua mukulnya gak kenceng-kenceng amat deh, kok ampe segitunya lo, dasar lebay!" kali ini Anna menonyor kepala adiknya.

"Ihhh elu tu ya, bisa gak sih gak usah jitakin kepala gua mulu, di fitrahin nih!" Andi berdiri menghadap kakaknya sambil berkacak pinggang ia memasang wajah cemberut layaknya ibu-ibu kalah arisan.

"hehehehe... abis lu tu GEMESIN sih, rasanya pengen gua telen bulet-bulet!" seru Anna di iringi gelak tawa.

"Udah?" Andi menatapnya intens.

"Sumpah demi apa aja yang ada di kulkas gue, elu itu kesambet apa-an sih, kok jadi sensi gini!" kali ini Anna berpeluk tubuh dan memalingkan muka dari adiknya yang masih menatapnya intens.

"Duh kak... lu peka dikit napa sih? gue lagi banyak masalah nih, lo malah ngajakin gue becanda mulu" Andi kembali mengambil posisi duduk disamping kakaknya sambil meremas puncak kepalanya.

"kayak nya lo bener-bener frustasi, soal apa sih emang?" Anna menoleh ke samping. Kali ini kedua tangannya sejajar diatas pundak Andi. Pandangan matanya kembali menyelidik kedua manik mata milik Andi.

"Gue... Gue suka seseorang kak..." Kalimat itu terdengar jelas meski sedikit tertahan. Membuat mata Anna membulat sempurna. Benar dugaannya. Adik kecilnya kini telah tumbuh menjadi remaja yang tak luput dari bunga-bunga pubertas.

Anna tak segera menjawab. Namun se-ulas senyum berhasil tercetak jelas diwajahnya. Kini ia melihat semburat merah diwajah adiknya. membuat dirinya semakin sulit untuk menahan diri dari mempek-olok saudaranya itu.

"hmm... sama siapa?" Anna menatap Andi penasaran. Dengan mimik memaksa agar Andi segera memberi tahu siapa gadis beruntung itu.

"Pu...Putri kak" Andi menundukkan kepalanya tidak berani menatap ke arah Anna. Ia sudah dapat menduga apa yang akan terjadi setelahnya.

Benar saja, ekspresi Anna segera berubah, senyum yang sempat tercetak jelas diwajahnya kini berubah menjadi sorotan penuh kecewa. Rahangnya mengeras sorot matanya tajam tepat pada manik mata Andi.

"Jangan bilang Putri Elnada Oktavia. Lo tau kan konsekuensinya?" Anna ketar-ketir mencoba menahan amarahnya yang sebentar lagi akan mencuat.

"Gu...Gue-"

PLAKK!! sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi kirinya.

"Gue gak pernah ngelarang lo buat suka sama seseorang ! itu hak lo, tapi kalo udah menyangkut masalah keluarga gua cukup punya andil disini!" Suara Anna naik satu oktav. Jari telujuknya tak menuding Andi tajam.

"Kak-"

"Gua gak mau denger penjelasan apa pun!" Tegas Anna. "Kalo lo masih peduli sama keluarga. Lupain dia. karena Kalo ampe nyokap denger semuanya, lo bisa celaka!" Anna melangkah pergi. Ia berusaha sekuat hati mengendalikan amarahnya menghindari sesuatu yang lebih buruk yang mungkin akan terjadi antara dia dan saudaranya.

"Kak" Andi mencekal tangan Anna berusaha mengembalikan tatapan Anna ke arahnya. "Maafin Gue.." Andi mendekap tubuh mungil kakaknya dari belakang. berusaha menenangkan emosinya yang sedang berkecamuk. "Gue tau gue salah... maafin gue... gue bakal berubah, maaf"

Kali ini Anna sudah tak dapat menguasai diri. Tangisnya pecah seketika. menyisakan isak yang teramat pedih bagi Andi. Isak yang tak pernah diharapkan untuk didengarnya lagi. Dimana sejak hari itu keluarganya sudah banyak menahan rasa pilu. Ya, kepergian Ayahnya menyisakan luka cukup dalam. Terlebih bagi Anna Febrianita kakaknya.

"Gue cuma gak mau, gue gak bisa... gua gak mungkin biarin elo pergi" Anna menenggelamkan kepalanya pada dada bidang milik adiknya. mulutnya meracau seolah ia benar-benar takut akan hilangnya sesuatu dari hidupnya.

*****

MAAF GANTUNG, SETELAH INI BAKALAN ADA YANG SERU !








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melati Ditengah BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang