Entah harus berapa lama lagi
Rasa ini ku pendam sendiri
Rasa cintaku,Pada dirimu
Entah harus berapa lagu lagi
yang ku tulis agar kau mengerti
Rasa cinta dihati ini
Yang tumbuh hanya untuk dirimuKau jauh....
Mengapa terasa begitu jauh
Padahal kau ada di depanku
Tersenyum kepadaku
Tapi tetap terasa jauh***
Author Point of View
Disebuah taman baca sekolah, dengan seorang gadis yang lengkap dengan seragam batiknya duduk di salah satu bangku. Wajahnya yang kuyu tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Sesekali ia menengok ke kiri dan kanan untuk mencari sosok yang sudah menjanjikannya untuk pulang bersama.
Gadis itu mendongakkan kepalanya menatap rindangnya pohon yang bergerak seirama dengan angin yang berhembus. Samar-samar matanya menangkap sosok yang sangat dikenalnya, ia mengerjap meyakinkan matanya melihatnya. Lantai dua, ia melihat seorang pria bersama teman wanitanya yang berdiri di pembatas dengan tawa dari keduanya. Matanya terasa panas, dan akhirnya air itu mengalir membentuk anak sungai di pipinya.
"Mario... Hiks"
"Rena!"
Suara pria dari atas sana terdengar begitu nyaring ditelinga gadis yang bernama Rena itu. Segera dihapusnya air mata yang baru saja membasahi pipinya sebelum pria itu benar-benar berada di hadapannya.
"Aku lupa kasih tau kamu kalo hari ini kita gak jadi pulang bareng. Meta sama yang lain minta bantuan aku buat ngerjain tugasnya." Ucap Mario seolah itu bukan masalah baginya.
Rena tersenyum walau terkesan hambar, seharusnya ia sudah mengetahui jika ini akan terjadi lagi.
"Kalo gitu aku pulang, ya."
"Aku anter kamu ya, ren," tawarnya yang sedikit membuat hati Rena tenang.
"Gak usah, aku pulang sendiri aja. Kasian kan temen-temen kamu kalo harus nunggu lama gara-gara kamu anterin aku pulang dulu." Berlainan dengan kata hati Rena.
"Bener juga, ya" tanggap Mario, dan itu sukses membuat hati Rena meringis.
"Kalo gitu, kamu hati-hati ya pulangnya. Bye!" ucapnya datar lalu berlalu tanpa menunggu tanggapan dari Rena.
"Mario.."
Mario berbalik, "Ya?"
Rena ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama ia ingin katakan. Dengan ini, Rena sudah menerima segala resikonya.
"Aku mau kita-"
"Mario!"
Suara centil itu terdengar dari ujung lorong sana, seorang wanita dan beberapa teman yang lainnya tengah berdiri sambil menggendong tas mereka.
"Ayo! Nanti keburu sore tauk!"
Mario memberikan aba-aba pada teman-temannya untuk pergi duluan dan meninggalkannya berdua bersama Rena untuk mengatakan sesuatu.
"Aku harus pergi. Bye"
Rena diam menatap Mario yang begitu dekat dengan teman-temannya, saling merangkul bahu dan tertawa riang. Hatinya mencelos, air matanya tak mampu lagi membendung semua kesedihan ini. Tidak perduli dengan murid-murid yang memperhatikannya. Rena tetap menangis dengan pandangam kosong ke arah depan.
Rena lelah selalu menjadi yang terakhir dikehidupan Mario. Selalu sahabat-sahabatnya yang paling penting, selalu sahabat-sahabatnya yang di istimewakan. Mario selalu stand by kala sahabat-sahabatnya membutuhkannya, tapi hal itu tidak dilakukannya untuk Rena. Mendahulukan hal yang tidak terlalu penting. Mengapa harus Mario yang mereka cari untuk mengerjakan tugas? Mengapa tidak yang lain? Dan untuk ini Rena harus selalu mengerti kehidupan Mario? Lalu siapa yang akan mengerti dan memungut kekecewaan dan rasa sakit yang Rena rasakan saat ini?
***
Siapa yang tidak mengharapkan ucapan Anniversary dalam hubungan? Siapa yang tidak menyukai perayaan itu? Hey! Semua orang menyukainya, bodoh.
"Happy Anniv yang ke 1 tahun ya, ren" teriak seseorang dari ambang pintu kamarnya.
"Ehh. Thanks, va"
Rena langsung memeluk wanita berambut panjang pirang itu. Seva, sahabat nya dari kelas X. Lagi-lagi perayaan ini di meriahkan oleh sahabat-sahabatnya, bukan berarti Rena tidak suka, hanya saja mengapa pria itu enggan melakukan hal yang serupa seperti sahabat-sahabat Rena. Tidak perlu hadiah atau perayaan mewah, engan sebuah ucapan perayaan dan sebait do'apun itu sudah cukup. Tapi, mungkin Mario tidak pernah menganggap hal ini penting.
"Kamu gak main sama Mario gitu? Ini kan hari Anniv kalian" tanya Seva antusias.
"Ah, nggak. Mario sibuk harus bantuin temen-temennya ngerjain tugas. Jadi, gak ada waktu buat main"
"Kamu gak jenuh apa sama kesibukannya Mario?"
"Aku udah biasa sama kesibukan Mario yang kaya gini"
Sebenarnya, Rena sedikit berbohong. Dia tidak pernah terbiasa dengan perubahan sikap Mario. Setiap kali Mario bersikap acuh dan tidak menghubunginya, Rena merasa sedih. Setiap kali melihat sepasang kekasih yang sedang bercengkrama, dia merasa benci pada Mario. Tapi kebencian itu pupus oleh rasa cintanya pada Mario. Rena hanya ingin waktu luang Mario, hanya itu.
Seva mengangguk-angguk paham. "Oh ya. Rahasia bisa langgeng kaya gini apa? Kasih tau dong, ren. Jangan pelit!"
Rena tertawa saat ditodong seperti itu. Tertawa yang tentunya hatinya menangis.
"Rahasia apaan sih. Kamu kira hubungan aku selalu bahagia?"
Seva mengangguk, "Buktinya bisa langgeng sampai sekarang. Itu artinya bahagia" jawab Seva dengan polosnya.
"Langgeng gak menjamin bahagia,va. Palingan sebentar lagi"
"Haahh?, apanya yang sebentar lagi?"
Sstt. Sepertinya Rena telah mengucapkan sesuatu hal yang salah pada Seva. Sesuatu yang sudah lama disembunyikannya dari sahabat-sahabatnya. Suatu hal yang pantang dikatakan oleh seorang Rena yang begitu pandai menyembunyikan segala hal dengan rapi.
"Hah? Emm, apasih? Maksudnya palingan sebentar lagi si emang bakso malang bakalan lewat. Laper kan? Pasti laper dong. Iya gak?"
Gugupnya Rena membuat Seva meragukan itu. "Kamu yakin nggak kenapa napa?"
"Iya aku baik-baik aja, kok."
"Gue? Baik-baik aja? Gue gak yakin sama omongan sendiri."
Vottmen di harapkan banget ,sumpah

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of Us
RandomMencintailah seperti engkau tidak pernah disakiti. Tapi nyatanya cinta yang menyakiti hati yang mencintainya.