Alana

Hari ke: 54

Hari kelima puluh empat

Kling!

Lonceng yang tergantung di pintu itu berbunyi. Kini aku terlalu malas untuk menoleh tiap kali benda kecil itu mengeluarkan suara atau mungkin faktor lainnya adalah; pengunjung cafe menurun drastis karena badai salju yang makin mengganas dan kebanyakan yang datang kemari adalah sherif atau beberapa orang berseragam untuk meminum beberapa gelas kopi lalu setelah itu kembali bertugas.

Aku duduk sendirian sambil memandangi jendela yang buram. Sayup-sayup suara Libra yang tengah mengobrol dengan Lia kadang sampai di telingaku. Keduanya cepat akrab untungnya hingga aku tak perlu kepayahan ketika Libra terus saja bercerita. Gadis itu sangat supel dan tidak pernah kehabisan topik ketika memulai pembicaraan.

"Lia!"

Andai saja cangkir teh yang ada di atas mejaku ini sedang ku pegang, sudah dipastikan itu akan jatuh mencium lantai.

Setelah lima puluh empat hari menunggu, aku akhirnya dapat mendengar suaranya lagi.

"Astaga, kemana saja kamu?!" balas Lia terdengar histeris.

Aku belum mampu menolehkan wajahku untuk melihatnya. Satu bulan lebih berlalu, apakah ia sedikit berubah? Apakah ia masih mengingatku?

"Ugh. Aku tidak akan menceritakannya di sini. Hey, kita belum pernah bertemu, kan?"

Setelah mengumpulkan keberanian, aku akhirnya bisa melihat Alana lagi. Rambutnya sudah tumbuh sedikit lebih panjang tapi secara keseluruhan, ia masih sama seperti dulu.

"Belum, hehe." Libra mengulurkan tangannya. "Libra!"

"Alana." Ia tersenyum begitu manis. Apakah cokelat panas berjasa besar untuk senyumannya yang manis itu? "Kamu teman Lia atau apa?"

"Oh, aku tinggal di dekat sini dan ikut kemari dengan teman baruku, Luke." Seketika ia menunjukku yang terang-terangan tengah menatap kearah Alana.

"O-oh." Alana menunduk canggung. "Aku h-harus pergi."

Mungkin aku sudah buta atau apa, tapi aku baru sadar kalau Alana datang dengan seorang lelaki yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

Cinta memang buta, kan?

***