***
Author"Sasa dipanggil Pak Rahmat,"
Anita—siswi XI IIS 1—memanggil Carissa yang diperintahkan oleh Pak Rahmat—guru kesiswaan—yang terkenal begitu galak dan disiplin yang biasanya jika dipanggil olehnya pasti punya kasus atau masalah yang berhubungan dengan sekolah. Anita hanya membuka pintu kelas sedikit dan menampilkan wajahnya saja, karena dia tahu kalau ke kelas XI IIS 2 itu ribet sekali jika sudah masuk yang pastinya bakal dibully atau dimodusin oleh Lowell,dkk.
"Iya, Nit. Ntar gue kesana," suasana jam kosong mendukung Carissa untuk berteriak semaunya karena murid yang lain juga sedang berisik atau berulah atau ada yang bermain game atau nonton video bokep rame-rame yang biasanya anak-anak cowo yang nonton.
Begitu Anita hilang dari balik pintu, barulah Carissa beranjak dari kursinya untuk menuju ke sebrang gedung yang isinya kantor-kantor SMA Kartika.
"Ati-ati dijemur di lapangan, Sa," ucap Ivory jahil.
"Sorry ya gue mah ga pernah buat ulah," ucap Carissa kemudian pergi menuju ruang kesiswaan yang berjarak jauh dengan gedung IPS.
Tok Tok Tok
Setelah ketukan yang ketiga dan mendapat jawaban dari Pak Rahmat, Carissa memutar kenop pintu dan menyembulkan kepalanya di antara pintu.
"Bapak manggil saya?" ucap Carissa kikuk, sedikit takut juga karena Pak Rahmat termasuk golongan guru galak dan kejam jika memberi hukuman, dia ga peduli mau yang dihukum itu perempuan atau laki-laki baginya kalau sudah salah ya dihukum.
"Iya." ucapnya lugas dengan nada ketus dan galak.
Dengan gemetaran Carissa membuka pintu membiarkan dirinya masuk dan berhadapan dengan Pak Rahmat. Dan sekarang dia sudah berada tepat diseberang Pak Rahmat dan hanya dipisahkan oleh meja.
"Ada apa ya, pak?" dengan ragu Carissa memecahkan keheningan dengan membuka mulut terlebih dahulu dengan sopan takut salah bicara yang nantinya akan berakibat fatal.
"Oh, bapak cuma ingin menawarkan kamu untuk ikut dalam eskul Palang Merah Remaja atau PMR. Kamu tau eskul itu?" tanya Pak Rahmat dengan nada lembut namun tegas.
Setelah tau tujuannya dipanggil menuju ruang kesiswaan, Carissa tak lagi merasa gugup hanya dirinya sedikit mengigil dan masih takut untuk salah bicara. Dia dapat merasakan tangannya yang begitu dingin ditambah dengan AC ruangan yang ada di samping kanannya yang membuat dingin semakin terasa.
"Eng—engga pa," jawab Carissa sopan.
"Jadi PMR itu jenis eskul yang bertugas menolong seseorang, yang nantinya kamu bakal terus di UKS mengobati luka orang lain," jelas Pak Rahmat sambil terus sibuk dengan sesuatu di laptopnya.
"Hm, maaf nih pak. Saya kan anak IPS jadi gangerti tentang luka gitu-gitu pak," ucap Carissa yang ragu jika dirinya disuruh ikut eskul PMR.
"Nah maka dari itu kamu punya mentor dari anak IPA. Kelas sebelas juga, namanya Carlos. Ya kamu cari sendiri aja namanya," ucap Pak Rahmat santai yang dijawab pelototan kaget dari Carissa karena tau mentornya siapa.
'Yaelah pak gausah cari juga udah tau si es batu mah,' batin Carissa pada dirinya.
"Oh gitu okedeh pak.. Ngomong-ngomong, kenapa saya bisa kepilih ya?" tanya Carissa gugup.
"Soalnya Mita—siswi IIS—yang tadinya jadi wakil PMR itu pindah sekolah jadi saya butuh cepat penggantinya, dan voting dari para guru, kamu yang terpilih," ucapnya lugas.
"Oh gitu ya pak." Suara ketukan pintu berhasil membuat Pak Rahmat dan Carissa yang berada di ruangan itu menoleh.
"Permisi Pak," suara dingin menginterupsi ruangan kesiswaan yang udah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taciturn Boyfriend
Fiksi RemajaBermula dari sebuah tabrakan kecil yang mengantarkan Carissa Colleen untuk bertemu dengan seorang cowok dingin. Cowok yang menabrak bahunya dan melemparkan puluhan kertas di koridor sekolah tanpa perkataan 'maaf'. Namun, setelah melaksanakan amanah...