Ada sesuatu yang aneh.
Sungguh, dalam ingatannya, ia tertidur di sofa. Dan kini ... ia tidur di atas sebuah ranjang dan Taehyung ada di sebelahnya. Buru-buru ia menengok meja, dan ... supnya sudah habis.
'Aku tahu semalam kau terbangun, Kim Taehyung.'
--------------
Jia menatap wajah Taehyung yang terlihat merah—karena demam. Ia tahu ia salah, ia meninggalkan Taehyung disaat Taehyung sedang benar-benar membuatnya bahagia.
Hati gadis itu tak kuat. Taehyung yang merawatnya saat sakit, tapi ia meninggalkannya. Taehyung yang rela bangun pagi dan memasak untuk dirinya. Taehyung yang tetap bersamanya—bahkan saat ia mengetahui bahwa teman Jia pergi satu per satu. Taehyung yang menyelamatkannya saat ia hampir mati. Lelaki tampan yang tersenyum dan berkata, "Selamat pagi."
"Taehyung-ah, maaf." Jia berbisik kecil. Ia terisak dan berkata pada Taehyung yang sedang memejamkan mata—terlelap dan menahan sakit.
"Nan gwaenchana." Sebuah tangan menangkup pipi Jia yang penuh dengan air mata—mengusap pelan pipi itu agar tak ada lagi air mata. Tangannya terasa hangat. "Kau tak perlu meminta maaf."
"Tapi ... aku ...."
Taehyung tersenyum, "gwaenchana."
Jia menangis. Ia menarik nafas dalam. "Beruntung hari ini libur, ya. Aku bisa ...."
"Bisa ...?"
"Tidak. Tidak apa-apa. Bukan hal yang serius."
"Haha, baiklah." Entah apa yang dirasakannya saat ini, tetapi Jia dapat melihat bahwa Taehyung tersenyum.
Jia tak sanggup menatap Taehyung lebih lama. Ia beranjak untuk pergi.
"Gomawo, Jia-ya." Lelaki itu berkata pelan. Jia meliriknya sebentar—kemudian pergi.
***
"Ini tentang Taehyung," ujar Jungkook pelan. Keraguan terpancar dari cara ia berbicara. Gugup. Jia dengan otomatis mengetahui itu. "Ini tentang penyakitnya. Aku tahu penyebabnya."
"Apa?"
"Aku hanya takut kau tersinggung." Jungkook mengacak rambutnya frustasi.
"Tidak akan—semoga."
"Penyakitmu ... berpindah pada Taehyung." Jungkook menunduk.
"Maksudm—"
"Jangan dipotong." Jia mengangguk. "Ibumu—yang melakukannya."
Jungkook tahu Jia tak akan terkejut.
"Ibuku, ya? Sudah kuduga." Jia menunduk. "Apa yang telah ia lakukan?"
Jungkook menghela nafas, "Mengutuk? Mungkin?"
"Kurang ajar. Ia pasti menggunakan ilmu busuknya. Benar begitu?" Nada bicara Jia kini tajam—penuh dendam. Dendam pada ibunya.
"Ya." Jungkook hanya menjawabnya singkat.
"Jungkook-ah."
"Hm?"
"Ceritakan kronologinya padaku." Ia tegar—ia sudah muak dengan ibunya. Masa bodoh dengan omongan orang yang (mungkin) akan mengatakan Jia sebagai anak durhaka.
"Itu semua dimulai saat—kau tak ingin pulang. Kau mengidap sakit itu untuk waktu yang tak sebentar—Taehyung mengetahui semuanya. Dan saat kau kabur, Taehyung menyerah untuk mencarimu. Ia ... meminta ibumu agar melepaskan penyakit itu darimu, dan—"
"S-stop." Jia mulai berkaca-kaca, "Taehyung mendapatkan penyakit itu? Sakit yang ada di tubuhku ... berpindah padanya?" Jungkook mengangguk. "Brengsek!"
Jia pergi—berlari tak tentu arah. Mencari jalan untuk ke rumahnya dengan otak yang penuh pikiran negatif. Taehyung, Jungkook, Eomma.
'Bukannya aku membencimu, Eomma. Aku sudah berusaha. Kau yang membuatku jadi benci padamu. Kau yang memiliki otak jahat. Jangan salahkan aku jika aku menjadi anak durhaka, Eomma.'
'Kim Taehyung, maafkan aku. Sungguh, aku pernah berkata padamu tentang ... argh, lupakanlah, Shin Jia.'
===
"A-argh! S-sakit ...." Taehyung merintih di kamarnya. Meremas sprei-nya sebagai pelampiasan rasa sakit yang mengerikan. Sungguh, ia sudah menelan pil-pil sialan itu. Pil pengurang rasa sakit—yang sesungguhnya membuat ia makin tersiksa.
'Jia, tolong jangan benci aku.'
===
Gadis itu masih berlari dengan wajah yang masih berurai air mata. Pikirannya kacau.
'Taehyung-ah, maafkan aku. Aku ... benar-benar minta maaf.'
Fisik dan batinnya lelah—membuatnya terjatuh di tengah jalan yang terguyur hujan. Ia menangis sejadi-jadinya.
"M-mianhae, Taehyung ...." Ia terisak. Air matanya jatuh bersama tetesan air hujan yang makin lama berjatuhan makin banyak. Ia menangis tanpa kendali.
Ia menarik nafas panjang—walau bergetar.
'Aku tak ingin kau mati, Kim Taehyung.'
***
***
"Taehyung-ah." Jia memanggil nama Taehyung pelan. Taehyung yang sedang berbaring hanya berdeham untuk menjawab. "Kau ... tak marah padaku?"
"Untuk apa? Maksudku, untuk apa aku marah?" tanya Taehyung. Gadis itu menggeleng pelan.
"Kau pasti sembuh. Aku menjamin." Jia mengeluarkan jari kelingkingnya, "Janji."
"Aku percaya padamu." Taehyung mengaitkan jari kelingkingnya pada jemari Jia. Gadis ini tak seperti bayangannya saat pertama kali bertemu. Dia polos, dia lugu, dia ramah, dia mudah menangis, dan dia mudah tersenyum.
Jia menunduk—yang secara otomatis mendekatkan dirinya pada Taehyung yang sedang berbaring.
Taehyung merangkul Jia cepat. Menempelkan kepala gadis itu pada dadanya. Jia mengangkat tubuhnya sedikit—menatap Taehyung yang damai saat memeluknya.
"Cepat sembuh, ya, Taehyung."
"Hm ... gomawo," ujar Taehyung. "Sejak kapan kau jadi manis begini, hm?" Taehyung terkekeh pelan.
"Y-yaa,"
"Ani. Aku tahu kau memang manis, kok." Taehyung tertawa. Jia tersenyum.
Taehyung bangun dari posisinya—untuk duduk. Ia menatap Jia lekat. Jia hanya memandangnya heran.
Pria itu mendekatkan tubuhnya pada Jia. Gadis itu hanya diam tertegun—sampai akhirnya, bibir Taehyung menyentuh bibir tipisnya untuk pertama kali.
Shock.
Itu yang dia rasakan.
"T-taehyung-ah ...."
"Gomawo, Shin Jia."
.
.
.
*TBC*
.
.
Akane's Note :
Minna~!! Annyeonghaseyo~ wkwk
Akane kembali dari hiatus yekann~ ada yang kangenn? (enggaa)
Yes, chapter ini memang pendek. Mianhae~ cuma 700 words loh :v Akane bikin chapter ini ngebut demi kalian semua~ Akane gamau kalian merasa digantungin dengan status Akane yg active tp ga apdet apdet. (Kan kesannya ngeselin bgt)
Tomorrow, I'll be back with the different part.
Q&A Session!
Cuma buat ngisi waktyu luang. Semoga ada yang mau tanya yah~ wkwk.
Regards,
AKN
![](https://img.wattpad.com/cover/57981979-288-k238653.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Expression [BTS Kim Taehyung Fanfiction]✔
Fanfiction"I just need someone who can make me Cry." ~ Seorang gadis berkepribadian ketus yang terpuruk dengan latar belakang hidup yang menyedihkan. Dibenci oleh teman, guru, hingga keluarganya sendiri. Memang menyedihkan. Dicaci maki oleh teman dan saudaran...