Part 5

11 0 0
                                    


(Magetan, 9 April 2016 pukul 20.45 )

"PRANG-PRANG" (suara piring bertemu)

"Koh Ali, pesanan saya mana? dari tadi saya sudah pesan tapi kok belum jadi-jadi!" Teriak seorang wanita berumur tiga puluhan memanggil Koh Ali dengan wajah yang kesal. Sesekali jari tangannya memukul-mukul meja tanda dia sudah tak bisa bersabar lagi.

"Aduh sebentar ya, oe' masih banyak pesanan. Tolong tunggu sebentar ya." Tangan Koh Ali mengaduk-aduk mie yang sedang ia rebus sambil bibirnya tak lelah mengucapkan maaf kepada para pelanggannya yang sudah tak sabar menunggu makanannya datang.

"Aduh Cinta kamu dimana sih? padahalkan sudah janji mau bantuin oe'. Sudah jam segini kenapa belum datang, aduhhhhhh. Warung sedang ramai lagi. Karyawan separo pakek acara pulang kampung segala, aduhhhh pusiang-pusiang.!" Tak henti-hentinya Koh Ali menggerutu sendiri sambil tangannya tak lepas dari mie-nya. Sesekali ia menggaruk rambutnya padahal tidak gatal. Ini pertanda bahwa Koh Ali sangat marah.

"Eh koh Ali, kok malah bicara sendiri sih. Kapan jadinya?!"

"Oh oe' lupa. Situ tadi pesan apa ya?"

"Haduhhhhh kelamaan saya nggak jadi pesen deh. Mau cari warung mie ayam yang lainya aja, ayo pak kita pergi!"

"Aduh Bu Narni. Jangan gitu lah, oe' Cuma lupa sedikit. Ini oe', langsung buatin ya?"

"Nggak usah terimakasih!"

Dengan tampang yang masam semasam acar. Wanita yang dipanggil Bu Narni tersebut menggandeng tangan suaminya dan mengajak keluar dari warung mie ayam koh Ali. Tepat sebelum Bu Narni dan suaminya pergi melangkah keluar. Cinta terlihat berlari menyebrang jalan. Dan segera menghalangi Bu Narni untuk pergi. Tangan Cinta yang basah oleh air hujan menggenggam erat tangan Bu Narni dan suaminya. Hal ini membuat keduanya terkejut. Terutama koh Ali yang lebih dahulu menggenggam tangan Bu Narni untuk mencegahnya pergi.

"Bu narni yang cantik, Seperti biasa kan? Mie ayam pakek bakso nggak pakek sayur dan acar yang banyak. Terus untuk Pak Hari, mie ayam lengkap ditambah mie double dan kuah yang banyak,benar bukan?"

Cinta dengan nafas yang masih terengah-engah berusaha membujuk Bu Narni dan suaminya yang bernama Pak Hari agar tetap memesan mie ayam di warung Koh Ali. Awalnya Bu Narni sudah bertekat kuat untuk pergi meninggalkan warung Koh Ali. Namun, melihat Cinta yang basah kuyup karena hujan, terbesit rasa kasian yang amat mendalam. Dan Cinta berhasil membuat Bu Narni dan suaminya duduk manis dimeja nomor lima warung Koh Ali.

"Tapi ingat ya Cinta, Bu Narni nggak mau nunggu lama lagi."

"Siap Bu Narni. Silakan menunggu sebentar."

Setelah mengantarkan Bu Narni dan Pak Hari kemeja makanya, cinta kembali menuju ke dapur warung Koh Ali. Sebelum Cinta memasuki dapur masak milik Koh Ali. Sebuah tangan sukses melintir kupingnya.

"Aduh koh Ali, sakit. Iya-iya cinta terlambat. Maafkan cinta ya!"

"Aduhhhhh kalau tau situ nggak tepat waktu. Oe' nggak akan meminta bantuan kamu Cinta!"

"Aduh, Koh Ali jangan kenceng-kenceng dong jewernya. Iya-iya Cinta akan membalas kesalahan Cinta tadi dengan bekerja keras malam ini."

"Oke, oe' tunggu hasilnya. Nih antarkan pesanan ke Bu Narni sekarang. Sebelum orang itu marah-marah lagi!"

"Siap Koh Ali."

Setelah menerima dua mangkok mie ayam yang sedikit panas, Cinta meninggalkan Koh Ali yang tersenyum-senyum melihat raut wajah Cinta yang terlihat menahan rasa panas di tangannya. Koh Ali tanpa sadar ikut tertawa saat Cinta hampir terpeleset disaat ia ingin kembali ke dapur.

Cinta menunduk malu sambil tak henti-hentinya membungkukkan badan meminta maaf kepada semua pengunjung yang dibalas dengan gelak tawa. Cinta kembali ke dapur dengan wajah yang memerah.

Koh Ali menganggap Cinta sudah seperti cucunya sendiri. Ia tidak memiliki kelurga di sini. Ia hanya hidup sebatang kara. Kisah memilukan menimpa dirinya disaat ia dan keluarganya mengalami sebuah kecelakaan mobil. Ia kehilangan istri dan kedua anaknya. Sangat sulit bagi Koh Ali untuk melanjutkan hidupnya. Sedikit terbesit keinginannya untuk mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menjalani hidup tanpa keluarga tercintanya.

Namun berkat tuhan, ia dipertemukan dengan Cinta. Gadis yang memiliki nasib yang sama seperti dirinya. Gadis yang dengan gigihnya mencoba tersenyum menjalani semua harinya yang sepi. Gadis yang berjuang mati-matian untuk membiayai hidupnya sendiri bersama kucing kesayangannya.

Itulah yang membuat Koh Ali memiliki semangat hidup lagi. Ia tak ingin kalah dengan Cinta. Ia harus kuat seperti Cinta. Ia tak boleh menyerah akan hidupnya. Ia harus hidup bahagia agar keluarganya yang ada di surga ikut tersenyum melihatnya. Seperti sebuah kata yang pernah Cinta lontarkan untuknya.

"Koh Ali, jika Koh Ali bahagia, maka keluarga Koh Ali yang ada di surgapun ikut bahagia melihat Koh Ali bahagia. Dan jika Koh Ali bersedih maka kelurga Koh Ali juga ikut merasa sedih. Koh Ali harus percaya bahwa kelurga Koh Ali bisa melihat Koh Ali di atas sana. Jadi Koh Ali harus selalu tersenyum, apapun hal yang bisa membuat Koh Ali sedih, Koh Ali harus tersenyum. Koh Ali harus membuat mereka yang ada di atas sana selalu tersenyum."

Percikan air panas mengenai tangan Koh Ali, membuat ia terbangun dari lamunannya. Matanya mencari-cari sosok yang baru ia lamunkan tadi. Ia menemukan Cinta yang sedang melayani beberapa pelanggan. Tangannya tak henti-hentinya membawa mangkuk mie ayasm yang panas. Senyumannya tak hilang dari wajahnya. Sungguh gadis yang kuat.

Sambil tersenyum Koh Ali melanjutkan pekerjaanya. Ia kembali berkutat dengan mie-nya. Koh Ali sangat berterima kasih kepada Cinta. Cinta memang gadis yang kuat.

e]"'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My last ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang