Dara : "Pergilah Tanpa Tangis"

76 9 4
                                    

"Jangan mendekatiku lagi."

Kata - kata Rifqi mengiang di kepalaku, mesti aku sudah mencoba tidak memikirkannya, tapi apa salahku? apa aku mengganggunya? oke, aku tau, tidak ada teman baru untuknya, tidak aku.

"haahhh..."

Aku lelah sekali, hari pertama yang melelahkan.

Secepat kilat aku membaringkan badanku ke kasurku yang empuk. Lalu, barulah terasa semua badanku ini terasa sakit semua, aku benar - benar lelah, entah karena apa, atau mungkin siapa?

"Gimana sekolah dek?,"

Aku menoleh ke arah sumber suara. Pria tampan dengan kemeja kotak - kotak dan senyumnya yang manis itu sukses membuat raut wajah terkejut tercetak jelas di wajahku. Hatiku sedikit nyeri, karena aku terlalu merindukan sosok didepanku ini.

"Kak Rama?!" pekikku, aku dengan sigap bangun dari tempat tidurku, "Tau dari mana aku dan ayah pindah ke Bandung?"

"Ayah."

"Lalu, Ibu?"

"Di Semarang, dirumah Eyang."

"Kenapa...,"

"Kamu mau wawancara kakak sampai kapan dek?" selanya, aku lalu tertawa, singkat.

"Kangen?," aku mengangguk, "Kakak juga." ujarnya.

Lalu dia mendekatiku dan memelukku. Pelukan kak Rama. Aku rindu pelukannya.

"Apa kamu masih marah?" Ujar kak Rama, tangannya mengelus ujung kepalaku, lalu dia merenggangkan pelukannya untuk melihat wajahku.

Aku terdiam, sedikit ku tundukkan kepalaku, takut untuk menatap mata kak Rama.

"Kak Rama berharap kamu akan menjadi sangat kuat setelah ini. Kakak tau, berat untuk saling meninggalkan. Dan kakak yakin, dia sangat merindukanmu, seperti kamu yang merindukannya. Tapi ini sudah digariskan, Dara. Bersabarlah sayang."

Aku mengangguk, menahan air mataku, tapi tidak bisa. Kak Rama lalu memelukku lagi, kali ini lebih erat, dan lebih tulus. Aku menangis dipelukkannya, mataku perih, seperih hatiku sekarang.

...

"jika kau ingin pergi, maka pergilah, tidak dengan menangis"

...

"Ayo kita pergi." Ujarku

"Kita berbicara diluar, banyak yang ingin aku ceritakan pada kakak." Aku menarik tanggannya, kak Rama menatapku lama. Aku cemberut seketika, mengira dia enggan untuk pergi.

Lalu, senyum manis keluar dari wajah kak Rama, dia bergerak mendekatiku dan melingkarkan tangannya di bahuku, sembari sesekali mengusap kepalaku lalu tersenyum kembali.

"Memang kita mau kemana?," Tanya kak Rama setelah ia mengambil kunci mobilnya

Aku menggeleng pelan, membuatnya sedikit jengkel, dia sangat menggelikan.

"Hei, kau yang tadi ngotot ingin pergi bukan?"

Aku tersenyum sedikit, menaikkan pundak, membuatnya seperti bukan kesalahanku.

Kak Rama hanya memutar mata, jengkel melihat kelakuanku, tapi dia tetap menggandengku hingga masuk ke mobil.

Aku dan kak Rama akhirnya pergi, mobil yang kami naiki saat ini sudah meninggalkan rumah ayah, lalu rumah - rumah setelahnya.

Rasa bersalah menyelimutiku, menyelimuti hati yang selalu sakit, merutuki niat untuk menghindar dan ingkar. Aku memandang kak Rama yang berada di sampingku, tanganku bergerak melingkar ke bahunya, kututup mataku pelan, memaksa untuk jangan mengeluarkan air mata lagi,

"Maaf ya kak"

Kak Rama hanya tersenyum, lalu berkata,

"Lain kali jangan sembunyikan satupun rasa sedihmu, Dara."

_________________________________________________________________

Pemain baru! Kak Rama!

Aku berfikir berulang kali untuk menggambarkan kak Rama dan bertanya - tanya apakah aku terlalu cepat memperkenalkan orang lain untuk mendiskripsikan hidup Dara pada kalian? Aku tidak bisa mendiskripsikan Dara lewat Dara sendiri, dia bukan orang yang mau terbuka, bukan karakter yang aku inginkan.

Berkoarlah dalam komentar, berikan kritik atau saran, aku menghargainya.

Hai. Terima kasih sudah membaca.

Kartu PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang