Bagian 27. Hostage

404 50 11
                                    

State of Tetraxons
Bagian 27. Hostage

Aku menggantungkan lagi senapan yang -entah iya atau tidak- dipinjamkan Catty di pundakku. Sementara Meadow memakaikan lagi kain penutup hidung hingga mulutnya dan tudung kepalanya dia sampirkan ke atas ubun-ubun. Menurutku hal itu akan memakan banyak waktu tapi tidak dengan Meadow. Tangan-tangannya dengan gesit melakukan semua itu. Seolah sudah terlatih sendiri. Sama sepertiku, Meadow mengalungkan kembali katana miliknya di bagian punggungnya. Catty dan Mallet sudah bersiap di belakang pintu berniat hendak membukanya sebelum mesin yang melayang di atas kami tidak terlebih dahulu meledakkan kami. Meadow dan aku segera menyusul ibu-anak itu. Kami berjalan menuju posisi mereka dengan mempertahankan kedua kaki kami agar tidak menimbulkan suara pemicu 'kematian' kami. Meadow menengadahkan kepalanya sebentar seraya mendengarkan suara mesin yang terdengar sangat berisik hingga sudah mengganggu tidurnya.

Aku sudah sampai tepat di sisi samping pintu itu berada dan Meadow mengambil posisi di belakangku. Frekuensi suara itu sedikit demi sedikit menghilang dari atas kami. Namun, tak memungkinkan kami untuk bisa bernapas lega. Belum, belum saatnya. Mallet membuat beberapa gerakan dari kedua tangannya kepada kami. Dalam bahasa isyarat memang dia ahlinya. Dan dalam memahami bahasa isyarat, akulah yang terpayah. Yang aku pahami adalah ketika dia menggerakkan mulut tanpa mengeluarkan suara.

'...buka. Kemudian, lari!'. Seperti yang Blake dan aku lakukan saat bersembunyi dari kawanan manusia Tetrax. Membawaku ke dalam situasi yang bernama déjà vu. Fokus, Jean!

Suara decitan yang nyaring dan menggema membuat kami bersamaan menutupi kedua telinga secara spontan. Suara itu berasal dari atas kami dan berhasil memekakkan kedua telinga. Entah apa yang dilakukan mesin rakitan itu, tapi suara decitan yang melengking itu adalah hal baru. Karena tidak tahan dengan suara itu, Mallet segera membuka pintu dengan satu tangan masih menutupi salah satu telinganya. Aku, Meadow dan Catty menunggu aba-aba. Aku tak bisa menghitung berapa persekian detik jantungku memompa darah lebih cepat. Hormon adrenalinku juga semakin terpacu. Aku berusaha meyakinkan kedua kakiku bahwa aku bisa lari secepat tiga orang yang di hadapanku. Karena sekarang kedua kakiku gemetar bukan main. Mallet berhasil membuka pintu yang ada di hadapan kami.

"CEPAT! CEPAT! CEPAT!!!"

Mallet berteriak menyuruh kami untuk pergi keluar. Aku yang keluar terlebih dahulu. Disusul Meadow, Catty dan terakhir Mallet. Dan detik berikut setelah kami keluar ruangan itu, aku mendengar suara ledakan dari arah belakang. Kali ini terasa sangat nyata, karena ruangan kafetaria tadi di ledakkan oleh mesin yang tidak akan mau betoleransi. Api menjalar dari belakang kami. Aku berlari sekuat tenagaku menuju pintu masuk utama yang dihalangi oleh Meadow sebelumnya. Aku mendengar suara mesin itu melesat di atasku lebih cepat dari langkahku yang kecil.

"FOX, AWAS!!!"

Ledakan kedua mengenai daerah menuju pintu utama dan hampir saja mengenaiku jika Meadow tidak menarik lengan kananku hingga kami berdua terjerembap ke lantai. Aku baru menyadari bahwa aku sangat dekat dengan reruntuhan bangunan dan api yang membakar lorong untuk jalan keluar kami. Ujung helai rambutku hampir saja terkena imbasnya. Beberapa mayat yang ada di lorong itu sebelumnya, kini badannya ikut terpanggang. Dan atap serta langit-langit di lorong ini menjadi berlubang. Menjadikan pondasi-pondasi di ruangan ini mengalami retak rambut.

Napasku memburu tapi aku tak punya kesempatan untuk bernapas lega. Meadow menarik lenganku untuk berdiri kembali. Api menyebar dengan cepat seolah hendak memerangkap kami. Seakan-akan kobaran api itu tahu akan kecemasan yang ada di sekitarnya. Yang aku tahu sekarang, setelah ledakan tadi, suara mesin dari makhluk bertangan empat itu melayang entah kemana hingga suaranya tidak terdengar lagi oleh kami.

State Of TetraxonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang