State of Tetraxons
Bagian 29. Become Creeper"Fox?!" ucap Meadow dengan ekspresi kesalnya. Rupanya dia sudah tidak bersembunyi lagi di balik kain penutup hidungnya. "Sialan! Darimana saja kau?! Kemana Creeper sialan itu?! Kau apakan dia?! Kau bersamanya, kan?! Suara tembakan apa tadi?!"
Aku hendak menjawab semua rentetan pertanyaan Meadow namun disela oleh Mallet yang berusaha menurunkan katana tadi dari leherku dengan berbicara pada pemiliknya. "Setidaknya kau turunkan dulu katana-mu itu dan dengarkan dia dulu!"
Mendengarnya, Meadow kemudian menurunkan katana-nya dan ia simpan kembali. Aku harus segera memberitahukan hal ini pada mereka. "Kalian harus dengarkan aku tanpa ada yang menyela!" ucapku tergesa-gesa. Kemudian, aku menjelaskan semuanya. Berawal dari kesalahanku yang dengan cerobohnya tertidur saat berjaga hingga Creeper kabur ke area pepohonan. Disitulah kulihat ekspresi wajah Meadow sangat kesal dari biasanya. Namun sebelum Meadow menebas leherku, aku menceritakan bahwa aku sudah tahu dimana keberadaan Para Pembajak itu dan tak lupa aku juga mengatakan pada mereka kalau aku melihat Blake disana. "Dan aku mendengar bahwa mereka hendak menuju kemari untuk menyerang kita."
"Lalu, suara tembakan itu?" tanya Meadow tak sabaran. Tipikal Meadow. "Aku tidak yakin. Tapi, aku dengar suara Creeper menjerit setelah tembakan pertama lalu disusul tembakan kedua dan aku tidak lagi mendengar suara apapun lagi," jawabku. "Mungkin Creeper sudah mati saat itu."
"Kau yakin? Kau yakin tembakan kedua bukan mereka arahkan ke temanmu itu?" Pertanyaan Meadow kali ini membuatku tak bisa menelan ludah. Benar juga. Sayangnya, aku tidak melihat kondisi terakhir Blake saat tembakan itu diluncurkan. Meadow berhasil membuatku takut dan benar-benar khawatir. Dengan bodohnya, pikiranku terus membuatku bersikap optimis. Aku terus membayangkan bahwa Blake pasti masih hidup. Menunggu untuk diambil nyawanya oleh siapa saja. Dan bodohnya juga, aku berusaha untuk menyelamatkan lelaki sialan itu.
"Mungkin saja Creeper itu sudah mati karena ditembak," jawabku. "Sekarang bukan itu masalahnya. Kita harus bisa menghadapi Para Pembajak itu dan membebaskan temanku."
"Jangan!" sela Catty.
"Apa?!"
"Kita harus segera pergi menjauh dari mereka!"
Aku terkejut dengan jawaban Catty. Kuyakin ekspresiku sama dengan ekspresi di wajah Mallet. Entah kenapa kali ini Catty bersikap tidak konsisten. "Apa? Ta-tapi kan kita– "
"Kita harus segera berkemas lalu pergi sejauh mungkin!" Ujar Catty sambil menjauh mengambil senapannya yang tergeletak di lantai. "Mallet, Meadow, ayo bersiap! Kita akan pergi!"
Aku menggeleng dan berusaha menutupi pintu jalan keluar. "Tidak! Bukan begini caranya! Kau bilang padaku bahwa kau akan membantuku!"
Catty tampak tidak mendengarkanku. Dia malah berbicara dengan Meadow dan Mallet tanpa harus ada aku bergabung dengan mereka. "Catty!" Wanita itu menoleh setelah aku memanggilnya dengan nada agak kasar. Kupikir tidak ada waktu lagi untuk memikirkan etika ketika peradaban di dunia ini juga sudah (hampir) mati. "Apa yang kalian lakukan?! Kupikir kalian akan membantuku untuk menyelamatkan Blake!" ucapku geram.
"Maafkan aku, Nak!" jawab Catty. "Aku tahu mereka pasti akan membunuh kita. Jadi, kita harus segera pergi dari sini!"
"Tapi, bagaimana dengan Blake?!" tanyaku gusar. "Dia membutuhkanku."
"Persetan dengannya!!" bentak Catty. Aku terkejut tak percaya. Napasku memburu seiring kekhawatiranku akan serangan Para Pembajak yang bisa saja dalam detik berikutnya mereka akan menembak kepalaku. Tapi, saat detik berikut dan berikutnya, aku hanya terdiam memikirkan sebuah cara.
KAMU SEDANG MEMBACA
State Of Tetraxons
Science FictionNew York adalah salah satu dari beberapa kota yang mengalami hal mengerikan. Invasi makhluk bertangan empat yang datang bersama satelit tak-diketahui-namanya itu mengubah kota yang terkenal sebagai kota tersibuk hingga menjadi kota mati. Tetraxons...