Genna's POV
***
Setelah dari taman tempat Daren tadi, aku pergi pergi meninggalkannya dan berjalan tak tentu arah. Hanya berjalan dan terus berjalan. Tidak ada tempat dan tujuan. Kakiku sampai pegal tapi aku masih tetap berjalan. Langit sudah berganti warna dari cerah menjadi hitam pekat. Tapi, mendung. Sudah berulang kali terdengar suara gemuruh petir atau terlihat kilatan petir. Angin kencang juga berhembus membuatku kedinginan. Aku memakai hoodieku dan menutup kepalaku dengan tudungnya. Tanganku yang mulai mendingin kumasukkan ke kedua saku hoodie agar tetap hangat.
Dengan perlahan aku berjalan. Dan kemudian hujan gerimis turun. Awalnya hanya beberapa menit sampai akhirnya menjadi hujan lebat. Untung aku membawa payung, jadi untuk sementara aku terlindungi. Tapi, kalau terlindungi untuk tempat tidur malam ini, aku tidak tahu. Aku hanya terus berjalan sambil berpikir keras.
Perutku sudah mulai keroncongan tapi aku mengabaikannya. Orang orang yang tadinya berlalu lalang sekarang rata rata sudah mencari tempat berteduh seperti pinggiran emperan toko atau rumah makan. Hanya aku dan beberapa segelintir orang yang masih berani melintasi trotoar dan menghadang hujan yang deras. Aku sebenarnya tipe orang yang tidak bisa berlama lama dalam cuaca dingin. Itu dapat membuatku tumbang dalam sekejap. Tapi, untuk kali ini, aku tidak akan menyerah. Aku tak akan tumbang. Karena aku tahu kalau aku menyerah, sama saja aku menyerah untuk hidup. Karena bagaimanapun juga, tidak ada yang peduli lagi kepadaku.
Yah, kecuali satu orang, Daren.
Tapi, aku tidak bisa bergantung kepada orang yang peduli padaku. Aku harus berjuang sendiri, bukan beramai ramai. Daren tak selamanya bisa akan membantuku.
Bisa kurasakan bibirku yang menggigil menahan dingin. Dan pasti mulai membiru. Kepalaku, juga sudah mulai pening. Sakit. Membuat mataku berkunang kunang dan aku tidak bisa melihat jalanan di depanku dengan jelas. Suara suara kendaraan atau deruman motor juga mulai tidak terdengar ditelingaku. Hening.
Tubuhku rasanya mulai melemah. Mungkin karena aku tidak makan seharian, kecuali bekal yang dikasih Daren tadi pagi. Tapi, aku harus kuat. Aku tidak mau tumbang ditempat seperti ini.
Tapi, bagaimana dengan tubuhku yang rasanya ingin jatuh ditrotoar dan mataku yang rasanya ingin menutup?
Tepat pada saat kurasakan tubuhku mulai tak seimbang, sepasang tangan memegang lenganku kuat. Aku mendongak untuk melihat siapa orang itu. Alarm waspada juga mulai berdering dikepalaku yang rasanya mau pecah. Tapi, aku tidak bisa melihat orang itu dengan mata berkunang kunang. Yang pasti, dia cowok, dan postur tubuhnya mirip Daren yang tinggi.
Aku menepis tangan orang itu kasar dan mengumpat. "Sialan! Singkirkan tangan kotormu!"Aku berusaha berjalan dengan baik meskipun sedikit sempoyongan. Ternyata cowok itu keras kepala. Dia berusaha membantuku berjalan."Hei, hei, tunggu dulu."
Aku menyipitkan mataku dan akhirnya aku bisa melihat siapa cowok itu sebenarnya. Itu,
Remi Wilano.
Aku menggeram dan kembali mengumpatnya kasar. Tapi, Remi seperti tuli, atau si bodoh itu tidak mendengarku dan dia terus membantuku berjalan dan membawaku ke McD yang ada di dekat sini. (Maaf, untuk kali ini, ada sponsor yang tak dibutuhkan#Authorwkwk)
Aku meronta dari pegangannya, tapi bagaimana pun juga aku hanya membuang buang tenagan=ku yang hampir habis. Tarikan Remi tentu saja dua kalilipat lebih kuat dibandingkan aku yang tidak bertenaga sekarang ini. Akhirnya, aku hanya mengikutinya saja.
Remi memilih tempat yang paling pojok. Lagipula suasana McD sangat sepi karena sudah malam dan hujan deras. Aku duduk di depan Remi yang sudah memesan 2 porsi makanan kepada pelayan tanpa bertanya kepadaku. Setelah pelayan pergi, Remi mengalihkan pandangannya dan menatapku tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm A Warrior
RomansaRemi Wilano & Daren Katalakis. Dua cowok yang paling pantes dapet gelar 'The Most Wanted' se angkatan. Bahkan satu sekolahan. Yang satu gantengnya kebangetan, tapi playboy. Dan yang satunya lagi Ketua OSIS yang ganteng, dingin, pinter, tapi belum pe...