Part 6

97 10 6
                                    

Genna's POV

***

Pintu putih itu terbuka dengan suara keras di susul kemunculan salah satu makhluk di muka bumi ini yang paling ingin kubasmi; Livia. Dia datang dengan seringaian lebar, seperti baru menang lotre, dan nampan yang berisi sepiring nasi dan segelas air putih. Aku menggeram kepadanya, tapi itu hanya membuat tenggorokan yang tidak terkena air semakin sakit. Jadi, aku memutuskan untuk mengatupkan mulutku, dan menunggu apa yang akan di lakukan si bodoh ini.

Livia berjalan ke arahku, dan kemudian dia berdiri tepat di hadapanku. Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya tajam. Keadaanku yang hancur dan tidak berdaya membuatku geram sendiri. Padahal, kalau saja aku bisa menggerakkan tanganku lebih maju sedikit, aku bisa menarik kaki si bodoh ini yang membuatnya pasti akan terjatuh dan kemudian menghajarnya. Mungkin yang tadi hanya angan angan belaka saja, karena Livia sudah berjongkok dengan gaya angkuh. Dia meletakkan dengan asal nampan itu di lantai, dan mengulurkan tangannya ke arahku untuk menarik daguku kasar. Mencengkram, lebih tepatnya. Dia menarik daguku menghadap ke atas, tidak memperdulikan bibirku yang sobek dan luka lainnya, kemudian menyeringai melihatku meringis, "Bagaimana keadaanmu hari ini, Adik Kecil? Baik baik saja kan?"

Aku semakin mengatupkan bibirku. Dan Seringaiannya semakin lebar saja. Dengan gaya dramatis, dia kemudian menutup bibirnya dengan sebelah tangan seolah tidak percaya dan berkata, "Oh, ya! Aku lupa kalau si Adik Kecil ini memang tidak baik baik saja..."dia mengejekku.

Aku berusaha mengatur emosiku sendiri, tapi dia terus memancingku. Livia menarik rambutku dengan kasar dan membenturkan kepalaku ke dinding belakang. Aku meringis merasakan kulit kepalaku yang mengenai dinding dingin yang keras. Aku menatapnya marah. Dia menahan kepalaku tetap menempel di dinding dengan menjambak kuat rambutku. Dengan kepala sakit dan terdongak ke atas, aku memutuskan untuk memejamkan mataku pasrah. Dia mencengkram daguku, kemudian berbisik pelan, "Emmm, Monster Kecil, aku kemari hanya untuk memberimu makan sesuai dengan perintah ibu..."

Ibu? Untuk apa wanita itu peduli? Dan cara si bodoh ini mengatakannya...

Aku dalam sekejap membuka mataku dan langsung menatapnya tajam di bola mata. Livia jelas terkejut melihat responku, biarpun hanya terbukanya kelopak mata. "Aku bukan binatang peliharaanmu, Sialan. Aku tidak butuh makanan itu secuilpun. Kalaupun kau mau memberi makan binatang peliharaan, berilah kepada si bajingan itu. Atau, contoh yang lebih dekat, yaitu... dirimu sendiri."

Livia menggeram kesal dan semakin memperkuat jambakannya sehingga aku mengira rambutku akan lepas secara keseluruhan dari kepala. "Kau, kaulah binatang di rumah ini! Kau. Adalah. Binatang! Binatang! Itulah jati dirimu sebenarnya! Dasar binatang tak berjiwa!"

Aku mengangkat alisku dan menatapnya tenang namun menantang, "Oh ya? Kalau aku memang 'Binatang Tak Bejiwa' seperti yang kaubilang, berarti kau adalah 'Binatang. Tak. Berotak' seperti yang kubilang,"kataku tajam. Aku tahu, Livia gampang terpancing emosi jika dilecehkan dengan senjata berupa kata kata hinaan.

Benar dugaanku. Dia mengaum dan sejurus kemudian mendaratlah gamparan telak itu di pipiku. Aku turut berduka cita dengan luka luka di pipiku. Ah, sakit sekali. Tapi, aku berusaha menahannya. Berusaha kuat agar tidak meringis dan memperlihatkan kelemahanku.

"Jangan pernah mencoba menghinaku, Monster! Kau orang, eh, salah, maksudku makhluk paling menjijikkan di muka bumi ini!"

Aku menyeringai memandanginya, "Livia, Livia, Livia. Kuberitahu, mulutmu yang kotor itu bahkan tidak pantas untuk menyebutkan namaku. Jadi, jika mau tahu kebenarannya, makhluk yang sebenarnya paling menjijikkan adalah kau sendiri. Bahkan jika kau mengganti semua gigimu dengan berlian dan memasang perhiasan emas di lidahmu, memakai pasta gigi dari emas cair, kau belum bisa untuk menyebut namaku, apalagi mengejekku. Karena semua perkataan yang keluar dari mulutmu hanya sampah yang tidak berguna yang telah diolah selama bertahun tahun dan setiap dikeluarkan, akan di masukkan kembali."

I'm A WarriorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang