Briona memegang tali ranselnya semakin erat. "Ngerepotin aja, ya. Kenapa mesti deket sini, sih? Bukannya SMA Benedict itu mesti naik angkot satu kali ya? Jauh, kan?"
"Yah, mana kutahu. Justru karena belum ketahuan, orang-orang jadi pada takut mungkin, makanya nganterin anak-anaknya hari ini. Banyakan yang dianterin juga cewek."
Briona terdiam hingga mereka melangkah memasuki gedung utama sekolah. "Ngeri juga, ya," celetuknya.
"Tenang aja, Na." Ferdi membusungkan dada dan menepuknya dengan telapak kanan dua kali. "Kan ada aku yang bakal ngelindungin kamu."
Briona mendengus. "Daripada itu, mendingan nggak masuk bahaya sama sekali, Fer. Aku nggak mau ada apa-apa."
"Tunggu. Kamu khawatir?" Ferdi menyipitkan mata. Senyumnya melebar.
"Ng-nggak juga, tuh. Maksudnya aku nggak mau kenapa-kenapa, kamu sih mo gimana, aku nggak peduli."
"Gitu banget, Na." Bahu Ferdi turun lemas.
Briona melirik pemuda yang tiba-tiba cemberut itu. "Sedikit, sih, peduli. Namanya temen, kan."
"Temen ...."
Entah kenapa lama-lama Briona merasa panas. "Temen baik yang nemenin aku ke mana-mana, kan? Udah, deh, nggak usah manyun-manyun gitu. Itu di depan ada Bu Evelynn, minta kunci sana. Mo latihan basket, kan?"
Ferdi tertegun. Apa yang dikatakan Briona benar.
Bu Evelynn berjalan keluar dari koridor ruang guru sambil bersiul. Dia menggulung rambut hitam kecokelatannya di belakang kepala dan menjepitnya dengan jepitan kupu-kupu merah. Beberapa helai rambut depannya tetap terurai jatuh. Seberapa kali pun menjepitnya, tak pernah bisa rapi. Wanita itu berdecak.
"Pagi, Bu Evelynn."
"Oh, Ferdi." Bu Evelynn melirik gadis yang menyembul dari belakang punggung Ferdi. "Dan Briona juga."
Briona menapak ke samping Ferdi. "Pagi, Bu. Mau ke ruang olahraga?"
Bu Evelynn mengangguk. Dia mengajak kedua remaja itu pergi bersama.
Dari gedung utama ke kiri, terdapat koridor dengan rentetan kelas. Briona berhenti di depan tangga tepat setelah memasuki area koridor lantai satu itu. "Saya ke kelas dulu, ya, Bu." Dia menunduk, lalu melambai ke Ferdi sebelum berbalik pergi menaiki tangga.
Ferdi mengikuti Bu Evelynn berjalan melalui lorong penghubung di sebelah kanan. Tidak ada dinding di bagian kiri, membiarkan mata Ferdi mampu memerhatikan lapangan upacara. Tempat itu kosong. Ini hari Selasa. Di sebelah kiri lapangan terdapat kantin. Beberapa murid terlihat mondar-mandir di sana. Tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan siang hari.
Seorang pemuda tampak berjalan menuju gedung yang sama dari arah kantin.
"Hmm? Itu ... Nanda, ya?"
Bu Evelynn memerhatikan sosok yang dimaksud. Dari kejauhan, orang itu hanya terlihat seperti siswa tinggi berpenampilan rapi dengan ransel di punggungnya. "Matamu jeli juga."
"Dia ke arah sini. Jadi saya pikir Nanda. Betewe, saya ganti baju dulu, ya, Bu." Ferdi berhenti di ruangan terdepan.
"Oh, oke." Bu Evelynn menoleh sesaat, sebelum lanjut berjalan menuju aula olahraga.
Ukuran ruang ganti pria hanya setengah dari luas kelas pada umumnya. Loker-loker berderet di kedua sisi ruangan. Pintu berderit ketika Ferdi menutupnya. Dia segera menaruh tas pada salah satu loker lalu membuka kemeja serta kaosnya. Dia baru selesai mengenakan kaos putih untuk latihan, saat Nanda melangkah masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomaly Within - The Black Hood Murder
Misterio / SuspensoUPDATE: 2 part tiap Sabtu malam :) Sebagai salah satu siswi teladan dan gadis ramah yang disukai banyak orang, Briona memiliki satu masalah; menolong tanpa pikir panjang. Kerap kali dia menyesali perbuatannya sendiri. Mulai dari sekadar memberi perm...