Author's Note: Yaay ^^ Akhirnya Anomaly Within kembali terbit. Ternyata karya ini belum beruntung di lomba kemarin :'D Tapi author masih tetap semangat untuk melanjutkan dan sebenernya ini versi revisi. Hehe :) Sayangnya belum bisa kasih gambar nih :'D Jangan lupa tinggalkan like dan komen untuk mendukung author yah~
******
Seandainya saja ini bukan tempat kejadian pembunuhan, Lex berdecak. Pria berambut hitam cepak itu gagal merokok pagi ini. Bau sungai jadi lebih tercium karena banyaknya sampah. Ditambah kerumunan yang harus dihadapinya, kepala Lex rasanya mau pecah. Hari itu benar-benar yang terburuk.
Ditambah lagi, ini tepat seminggu setelah si polisi baru itu masuk. Setelah para petugas membawa jenazah korban, dilihatnya Raymond masih menunduk mengamati garis-garis putih, di mana korban tadi tergeletak. Lex selalu merengut ketika berbicara dengannya. "Menurutmu bagaimana?"
Masih meletakkan tangan di bawah dagu, Raymond berdiri. "Kalau menurutmu?"
Malah tanya balik? Lex makin merengut. "Dari pemeriksaanku, tidak ada luka lain di tubuhnya selain itu. Tidak ada tanda perlawanan. Kita memang masih harus menunggu hasil autopsi untuk memastikan, tapi kurasa dia diserang dari belakang."
"Hmm ...."
"Kau punya pendapat lain?"
"Tidak. Aku sependapat." Raymond beranjak menuju tepi sungai dan melihat kiri-kanan, seakan mencari sesuatu. "Apa sungai ini dalam?"
"Hmm? Tidak juga. Kenapa?"
Raymond menoleh dan mengarahkan tatapan kecewa. "Kau tidak mengerti?"
"Mengerti apa?"
Dia mendesah. "Apa kau tidak lihat korban tadi pakai baju apa?"
"Hah? Tentu saja aku lihat. Dia—Ah." Kerutan di dahi Lex berkurang ketika pikirannya menemukan sesuatu. "Iya juga. Kalau dia diserang sepulang sekolah, ke mana tasnya?" Lex mendekati Raymond, lalu menatap sungai yang sama, keruh, tak terlihat dasarnya. "Kau pikir pelaku membuangnya ke situ?"
"Tak mungkin dia repot-repot membawanya kan? Kecuali sejak awal gadis itu tidak membawa tasnya. Lagipula bukan cuma tasnya saja yang hilang. Ponselnya juga tidak ada."
Lex termenung sejenak, lalu memutuskan, "Aku akan menyuruh tim penyidik untuk memeriksa sungai ini."
Sementara Lex memanggil salah satu petugas dan berbincang, Raymond masih mengamati tempat itu. Ironis sekali, seorang gadis SMA malah tewas terbunuh di hari kasih sayang. Bulan Februari biasanya lebih sering hujan, tapi untungnya kemarin tidak. Bekas darah masih membekas di jalan aspal. Seorang berandalan pengemudi motor kebetulan menemukannya. Dan itu yang paling mengherankan karena pembunuh tidak membuang mayat ketika sungai tepat berada di samping.
"Ray! Sedang apa kau?" Lex memanggil. "Masih ada yang harus kita kerjakan. Cepat ikut aku."
Raymond menghela napas. Beberapa kemungkinan sudah mulai tertulis di benaknya. Sebagai polisi berbakat yang dipindahtugaskan dari kota besar gara-gara menyelidiki kasus koruptor, dia tak menyangka akan bertemu pembunuhan di kota sekecil ini. Raymond memasukkan ibu jarinya ke dalam saku celana dan berjalan santai menghampiri Lex. "Kau bilang ini kasus pembunuhan pertamamu?"
"Di sini jarang terjadi kasus kekerasan, tidak seperti kota besar. Apa kau malah sudah terbiasa?"
"Entahlah. Firasatku mengatakan kalau kita tidak segera menyelesaikan ini, korban akan bertambah banyak."
Lex menggeram. "Ini bukan film, tapi aku setuju kalau kita harus segera menyelesaikannya. Apa kau tahu siapa korban kita?"
Raymond menggeleng.
"Anak Pak Walikota!" Lex mengurut keningnya yang mulai berdenyut. "Kita tak mungkin berlama-lama mengurus kasus kalau dia sudah terlibat. Apa yang dipikirkan si pembunuh?"
Raymond hanya menggumamkan "oh" kecil. Berjalan menuju ujung gang, di mana pita kuning bertuliskan larangan masuk membatasi jalan itu, dia dapat mendengar keributan. Media massa sudah ribut menunggu di depan, bercampur dengan para warga yang penuh rasa ingin tahu. Raymond mendengus tertawa. "Yah, ternyata kota besar dan kecil juga banyak kesamaannya. Aku jadi ingin tahu, siapa yang berani membunuh anak monster."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomaly Within - The Black Hood Murder
Misteri / ThrillerUPDATE: 2 part tiap Sabtu malam :) Sebagai salah satu siswi teladan dan gadis ramah yang disukai banyak orang, Briona memiliki satu masalah; menolong tanpa pikir panjang. Kerap kali dia menyesali perbuatannya sendiri. Mulai dari sekadar memberi perm...