CHAPTER 02

478K 28K 322
                                    

xxx

"Kak, sampai kapan kakak mau menyembunyikan mbak Kinan?"

Ini sudah kesekian kalinya Dian menemui sahabat Kinan, Tiara Herlinda yang sama-sama anak perantauan untuk menimba ilmu di ibukota.

"Aku tidak tahu."

"Aku tahu jika kak Rara bohong." Sahut Dian yang menyadari perubahan mimik wajah Tiara. "Apa kakak nggak kasihan sama aku? Apa kakak nggak memikirkan mbak Kinan juga?"

Tiara meraih bukunya yang ia letakkan diatas meja di cafe tempat pertemuannya dengan Dian kali ini. Dia tadi sebenarnya ada janji dengan orang lain sebelum Dian datang menodongnya dengan pertanyaan yang selalu sama.

"Aku yakin mbak Kinan saat ini tidak dalam keadaan baik-baik saja." Tutur Dian ketika Tiara sudah berdiri. Jauh hari sebelum ini, dia sudah menyelidiki tempat tinggal Tiara. Orang suruhan ayahnya memang tidak menemukan Kinan disana. Tapi dari beberapa barang yang dibeli oleh Tiara disaat seorang gadis lajang tidak membutuhkannya cukup bisa menguatkan kecurigaannya tentang Kinan.

"Untuk apa kak Rara beli susu ibu hamil?"

Tiara membanting bukunya keatas meja dan menghempaskan bokongnya diatas kursi lagi. Pertanyaan Dian kali ini tidak bisa membuatnya berkutik. Tiara tahu jika Dian itu anak orang kaya dan dia bukan orang bodoh yang harus menanyakan darimana Dian tahu tentang susu ibu hamil yang baru seminggu lalu ia beli.

"Kamu benar." Tiara usap airmatanya yang sudah mulai turun. Sudah tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi saat ini. Dian sudah tahu dan dia tidak mau lagi melihat Kinan menderita. "Kinan hamil dan dia juga berhenti kuliah."

Airmata Dian ikut turun. Gadis itu membekap mulutnya sendiri untuk menahan isakan tangis. Dian ingat, Kinan itu orang yang gigih untuk menggapai cita-citanya, tapi semua itu sekarang dihancurkan oleh kakaknya sendiri.

"Dia juga tidak berani pulang kerumah orangtuanya."

Dian memegang lengan Tiara dengan erat. "Kak, tolong tunjukkan dimana mbak Kinan tinggal."

Tiara mengangguk pelan. "Kamu memang harus tahu dek."

xxxxxxXXXXXXXxxxxxx

Dian letakkan sendok makannya dengan pelan. Ia teguk ludahnya yang terasa serat. "Pa, Ma, Dian sudah menemukan mbak Kinan."

Kedua orang tua itu langsung menatap anak bungsunya. Mencari kebohongan dari manik mata Dian karena puluhan orang yang mereka suruh tidak ada yang bisa menemukan Kinan dan apa yang Dian bilang tadi menurut mereka sangat mustahil. Dian baru kelas 12 dan gadis itu sedang sibuk-sibuknya belajar untuk menghadapi ujian kelulusannya. Mana mungkin dia ada waktu untuk mencari Kinan.

"Mbak Kinan." Ada jeda pada kalimatnya kali ini. Dian antara ingin dan enggan mengatakannya. Ingin karena kedua orangtuanya memang harus mengetahui keadaan Kinan dan enggan karena mereka berdua pasti akan merasa terpukul seperti apa yang dirasakannya.

"Mbak Kinan hamil." Akhirnya kalimat itu keluar dengan diiringi tetesan air mata yang kembali mengalir.

Sama halnya dengan Dian, Bu Ratri juga tak bisa membendung airmatanya. Inilah akibat dari perbuatan anak lelakinya malam itu. Sampai sekarangpun beliau belum memaafkan puteranya tersebut. "Kamu tahu dimana Kinan tinggal?"

Undesirable BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang