FYI, Typo bertebaran dimana mana.
Nobody's perfect, right?-------
Aku masih terus menyandarkan kepalaku pada punggung lebar Darren, saat kurasakan angin sepoi-sepoi yang sangat sejuk menerpa kulitku. Aku mengangkat wajahku dan melihat hamparan rumput dan pohon yang tidak akan bahkan sangat sulit ditemukan di kota.Aku tidak tau Darren membawaku kemana, tapi yang aku tau pasti aku aman bersamanya.
"Ini dimana?" Tanyaku yang saat ini sudah turun dari atas motornya. Aku melihat sekelilingku yang penuh dengan pepohonan dan rumput liar.
Dan sepertinya aku harus mulai sangat terbiasa dengan sikap saljunya itu! Ia malah berjalan di depanku. Aku hanya mengikuti langkahnya.
"Awww!" Seruku mengusap dahiku yang menabrak punggung Darren yang sangat keras.
"Ishhh kalo jalan tuh hati-hati jangan langsung berhenti begitu." Aku mendumel sambil terus mengusap dahiku.
Ia mengangkat setengah alisnya lalu tindakan yang tak terduga darinya, ia menarik tangaku yang sementara mengusap dahiku. Aku merasakan tangannya yang besar dan hangat menyentuh, lebih tepatnya mengusap dahiku dengan lembut.
Aku merasakan pipiku merona atas perlakuannya. Mungkin untuk wanita lain, tindakan seperti ini sudah sangat biasa. Namun, bagiku ini sangat sangat luar biasa.
Saat ia menjauhkan tangannya aku merasa sangat tidak rela, bagaimana pun juga aku masih ingin merasakan tangannya menyentuh kulitku sedikit lebih lama.
Namun, rasa tidak rela itu hanya kurasakan tidak lama, karena detik berikutnya Darren menggamit tanganku membawaku berjalan bersamanya.
Astaga, rasanya aku mau pingsan sekarang ini juga. Bagaimana bisa ia menjadi selembut dan semanis ini? Apakah aku hanya bermimpi? Dan refleks aku mencubit pipiku menggunakan tanganku yang tidak di genggam Darren.
"Aw." Aku memekik karena sakit. Huh aku baru saja mencubit pipiku dengan keras. How stupid I am!
Ia menghentikan langkahnya dan berbalik kearahku.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Oh eh itu tidak apa apa," Ucapku menundukkan kepalaku, kan nggak mungkin kalo aku bilang aku baru saja mencubit pipiku sendiri, dia pasti akan semakin yakin bahwa aku tidak waras.
"Cih dasar aneh." Cibirnya lalu melanjutkan langkah kakinya.
Aku masih terus mengikutinya. Saat mataku menangkap pemandangan yang sangat indah. Aku melihat kebawah dan menemukan ada jurang dibawahnya dan saat aku melihat kedepan. Demi apapun, pemandangannya sangat indah.
Gunung yang menjulang tinggi, pepohonan yang sangat rindang, rumput rumput liar yang hijau, dan ada rumah-rumah penduduk dibawah sana. Ahh, rasanya aku tidak ingin pulang. Apalagi udara disini sangat sejuk.
"Darren, kok kamu bisa tau tempat ini?" Tanyaku masih kagum dengan pemandangan di depanku.
Dan untuk ke sekian kalinya ia tidak menjawab pertanyaanku, ia malah mengambil posisi untuk duduk di atas rerumputan. Dan seperti yang kalian duga, aku mengikutinya.
"Aku sering kesini kalau sedang kesal," Ucapnya membuatku menolehkan kepalaku kearahnya.
"Kesal? Lalu kenapa sekarang kau mengajakku?" Tanyaku.
Ia hanya mengangkat kedua bahunya. Oke, sepertinya sudah cukup untuk bertanya kepada manusia di sebelahku. Lebih baik aku menikmati pemandangan yang ada di depanku.
"Kamu suka?" Oke dia sedang dalam mode ber aku-kamu.
"Pasti dong, suka banget malah. Rasanya nggak pengen pulang. Apalagi, udah jarang banget ngeliat yang kayak gini di Kota," Ucapanku membuatku teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winterherz
Teen FictionCaliandra Renaya hanyalah remaja biasa seperti yang lainnya. Mungkin yang membuat ia terlihat menonjol, karena ia merupakan pacar dari salah satu cowok most wanted di sekolah. Tapi tak ada yang pernah tahu, bahwa ia hanyalah dianggap sebagai penggan...