Aku menggosokkan kedua telapak tanganku di kedua lenganku, meringis kecil akan sapuan angin yang mulai membuat tubuhku kedinginan. Darren yang sedang duduk di sampingku, sepertinya peka terhadap aku yang mulai merasa kedinginan.
Ia berdiri dari atas ayunan, mengambil salah satu tanganku lalu menggenggamnya. Ia dengan lembut menarikku berdiri, lalu berjalan menuju villa kakek dan neneknya.
Hari sudah semakin gelap, matahari yang tadinya memancarkan sinarnya mulai berpulang kembali ke peraduannya.
Aku dan Darren berjalan melintasi luasnya perkebunan, aku masih saja tidak dapat menahan rasa bahagia di dadaku. Sambil sesekali melirik tanganku, yang berada dalam genggaman tangan Darren yang hangat.
Darren menarikku masuk ke dalam villa. Grandmama dan Grandpapa terlihat sedang duduk di ruang keluarga, walaupun di usia mereka yang sudah tak muda lagi, mereka masih saja terlihat begitu mesra.
"Grandmama, Grandpapa. Darren sama Caliandra pamit dulu ya, udah mau gelap nih nggak enak bawa pulang anak gadis orang kemaleman." Ucap Darren dan berjalan kearah Grandmama dan Grandpapa, memeluk keduanya.
Setelah itu, aku pun berjalan mendekat kearah mereka. Grandmama segera meraihku kedalam pelukannya.
"Sering-sering main kesini ya sayang." Ucap Grandmama yang kubalas dengan anggukan.
Aku beralih kearah Grandpapa, yang juga langsung memelukku. Dan ditambah dengan kecupan kecil di dahiku, disertai dengan kedipan nakalnya. Aku yakin sekali sewaktu masih muda, Grandpapa adalah seorang playboy kelas atas. Sudah tua saja masih begitu mempesonanya seperti ini, apalagi waktu muda.
Aku menatap kearah Darren, ia menatap Grandpapa dengan wajah masam. Aku tersenyum melihat tingkahnya yang seperti ini.
Dan setelahnya aku dan Darren pun meninggalkan villa milik kakek dan neneknya, kami berjalan menuju motor milik Darren.
"Ini," Darren menyodorkan sebuah jaket ke arahku. Aku menatapnya dengan tatapan bingung.
"Di pake sayang, bukannya cuma di liatin." Ucapnya disertai dengan kekehan kecil. Namun, bukannya mengambil jaket itu. Aku malah menatap bingung kearahnya, yang hanya menggunakan kaos tanpa jaketnya.
Aku menggerakkan jari telunjukku, menunjuk kearah tubuhnya.
"Terus kamu?" Tanyaku."Aku? Kenapa?" Ia balik bertanya.
"Astaga Darren, kalo aku pake jaket ini, terus kamu gimana? Nggak deh kamu aja yang pake, aku pake sweater kok." Ujarku.
Ia hanya menggelengkan kepalanya, lalu memakaikan jaketnya kepadaku. Aku hanya terpaku di tempatku berdiri, tubuhnya begitu dekat denganku. Aku menghirup aroma tubuhnya, yang selalu kusukai. Ketika ia menjauhkan tubuhnya, aku merasa kosong.
"Aku nggak perlu jaket, selama kamu meluk aku di sepanjang perjalanan. Itu udah cukup ngebuat tubuhku hangat." Lalu ia mengusap lembut rambutku.
Dan seperti biasanya, perlakuan Darren yang tidak biasa ini selalu membuat pipiku merona. Ya, selalu saja seperti ini. Aku hanya bisa tertunduk malu, menyembunyikan semburat merah di pipiku.
"Naik sayang, jangan cuma nunduk gitu." Ucap Darren lagi, yang langsung kuhadiahi cubitan di lengannya.
Ia hanya terkekeh, lalu naik ke atas motor besarnya. Aku pun ikut naik keatas motornya.
Darren lalu menjalankan motornya, aku memeluk ia dengan erat dari belakang. Menyalurkan kehangatan di tengah dinginnya udara.
Menit pun berlalu, jam berganti. Akhirnya aku tiba di depan gerbang rumahku. Aku turun dari motor Darren. Melepaskan jaket Darren yang kugunakan dan menyerahkannya kembali, kepada pemilik aslinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winterherz
Teen FictionCaliandra Renaya hanyalah remaja biasa seperti yang lainnya. Mungkin yang membuat ia terlihat menonjol, karena ia merupakan pacar dari salah satu cowok most wanted di sekolah. Tapi tak ada yang pernah tahu, bahwa ia hanyalah dianggap sebagai penggan...