Aku terbangun karena merasakan berat pada bagian atas perutku. Aku menurunkan pandangan ke arah perutku, astaga! Pantas saja terasa berat, kaki Eireen dengan indahnya sudah menindih perutku. Dengan hati-hati aku menyingkirkan kakinya dari atas perutku, lalu beranjak berdiri berniat mengambil tasku yang ternyata sudah berada di lantai.
Lantas aku memungutnya, dan mengambil handphone dari dalam sana. Aku berniat ingin memberi kabar kepada kedua orangtua-ku, mungkin saja mereka sudah tiba di rumah dan mencemaskan keberadaanku melihat dari jendela sana hari sudah gelap.
Aku menyalakan tombol kunci, namun hp-ku tidak menyala, astaga pantas saja dari tadi aku tidak mendengar notifikasi apapun, ternyata lowbat toh. Aku berjalan menghampiri meja belajar Eireen yang disitu terdapat chargeran. Selesai mencharge handphone aku berjalan ke kamar mandi, untuk mencuci mukaku yang sudah kusam.
Setelah itu aku kembali berjalan ke arah meja belajar, dan menyalakan hp-ku. Langsung membuka kontak dan menelepon nomor Mama. Pada deringan yang pertama teleponku sudah diangkat.
"Hallo sayang, kamu dimana? Baik-baik aja kan? Kok udah jam segini belum pulang sih? Trus juga keluar nggak ngabarin Mama dulu," Ujar Mama beruntun dari seberang sana. Aku sudah terbiasa mendengar pertanyaan beruntun dari Mama, ketika beliau sedang khawatir seperti saat ini.
"Halo Ma, maaf ya Caliandra nggak ngabarin. Caliandra lagi dirumahnya Eireen, tadi Cal ketiduran dan handphone Cal juga lowbat. Oh ya, Cal malam ini nginap di rumah Eireen ya Ma?"
"Oh dirumah-nya Eireen, yaudah boleh. Nanti seragam kamu buat besok Mama suruh Pak Kusdim anterin ke sana. Yaudah kamu hati-hati ya disana sayang, jangan lupa makan, trus jangan tidur kemaleman. Salam juga buat Eireen sama keluarganya."
"Oke Ma siap. Nanti Cal sampein kok, dadah Mama loveyou."
"Loveyou too sayang."
Setelahnya aku membongkar lemari Eireen mencari handuk baru, serta mengambil piama ku yang memang sudah aku tinggalkan disini karena aku sering menginap. Aku masuk lagi kedalam kamar mandi dan membersihkan diri. Begitu keluar, ternyata Eireen sudah bangun Ia sedang duduk di atas tempat tidurnya dengan wajah khas orang bangun tidur.
"Lo nginap sini Cal?" Tanya Eireen padaku.
"Hm, pertanyaan yang sangat berbobot sekali nona Eireen." Aku memutar bola mataku malas, yang dibalas dengan delikan tajam dari Eireen.
"Reen, laper nih," Kataku sambil mengusap-usap perut. Maklum saja sedari tadi siang aku belum makan apa-apa.
"Yaudah ntar dulu, gue mandi dulu lo turun aja kebawah nyuruh bibi nyiapin makan malam," Sahutnya yang sudah berdiri dari posisi duduknya tadi.
"Oke deh," Balasku sambil menyatukan jempol dan jari telunjuk.
Baru saja aku memegang gagang pintu, namun ponsel ku yang berada di atas meja belajar Eireen, tiba-tiba saja berdering. Akupun berjalan menuju tempat dimana ponselku berada, melihat siapa yang menelpon. Begitu melihat siapa si penelpon, tiba-tiba saja perasaan bimbang melandaku. Antara harus menjawab atau tidak. Ya aku tahu aku sangat kekanak-kanakan, tapi perasaan galauku sepertinya belum juga hilang. Yah walaupun tadi Eireen sudah memberi wejangan, tapi tetap saja aku masih merasa tidak mood dengan Darren.
Akhirnya sampai pada nada panggilan terakhir, aku tidak menjawab teleponnya. Aku mensilent hpku, dan bergegas menuju bawah aku sudah sangat lapar saat ini. Perutku lebih penting daripada apapun pada saat ini.
Ketika sampai di meja makan aku melihat Bi Sari-pembantu rumah tangga di rumah Eireen- sedang menyajikan makanan di atas meja.
"Eh non Caliandra, non Eireen-nya mana? Ini Bibi udah siapin makanan," Kata Bi Sari ketika menyadari kehadiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winterherz
Novela JuvenilCaliandra Renaya hanyalah remaja biasa seperti yang lainnya. Mungkin yang membuat ia terlihat menonjol, karena ia merupakan pacar dari salah satu cowok most wanted di sekolah. Tapi tak ada yang pernah tahu, bahwa ia hanyalah dianggap sebagai penggan...