Beberapa menit terlewati, namun aku masih diam membisu. Antara bingung dan terkejut. Semuanya menjadi satu.
Di depanku, Darren terlihat gelisah menanti jawabanku. Aku sendiri tidak tahu, jawaban seperti apa yang harus ku berikan.
"Kau ingin jawaban seperti apa dariku?" Aku mengajukan pertanyaan balik pada Darren.
"Aku hanya ingin kau berkata bahwa, aku masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Hanya itu saja." Ucapnya.
"........." Aku terdiam, bingung dengan semua kenyataan yang dilemparkannya kepadaku.
Mengapa dia tidak membuat semuanya mudah? Mengapa dia tidak membiarkanku menyerah saja? Mengapa dia menginginkanku disaat semua yang telah dia lakukan? Dan semua pertanyaan lainnya yang berkecamuk dalam pikiranku.
"Kau tahu Darren, semuanya membuatku bingung." Ujarku dengan pelan.
"Ya aku tahu, aku tahu kebingunganmu." Jawabnya.
"Kau tahu, kau tak seharusnya meminta kesempatan padaku. Dan dengan begitu kau bisa membantuku, untuk melupakanmu." Perkataanku, membuatnya termenung sejenak.
"Ya aku tahu, tapi yang harus kau tahu. Aku tak akan pernah melepasmu. Aku tak berniat membuatmu melupakanku."
"Hah, kau membuat segalanya semakin rumit." Aku berkata dengan lirih.
"Tidak. Kau yang membuatnya rumit. Kalau saja dari tadi kamu berkata iya, pasti tak akan serumit ini." Ucapannya membungkam mulutku.
Kepalaku seakan kosong detik itu juga.
"Entahlah Darren, aku rasa aku tak bisa." Aku sudah memutuskan untuk menyudahi semuanya saja.
Aku tak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama, untuk yang ke sekian kalinya. Walaupun, hati kecilku mengutuk keputusanku menyuruhku meneriakkan kata ya, namun logikaku membenarkan ini semua.
Aku beranjak berdiri dari bangku yang kududuki, memilih untuk kembali kerumah. Biarlah, aku tahu semua takkan semudah seperti yang kubayangkan. Butuh waktu yang sangat lama, untuk menyembuhkan luka yang tak berdarah ini. Tapi ini keputusan yang lebih baik, setidaknya aku tidak akan kembali tersakiti secara berulang-ulang.
Seharusnya aku melakukan semua ini dari dulu, tapi diriku yang naif ini terus menahanku. Membuatku menjadi orang yang terlihat egois. Membuatku menjadi wanita yang tak tahu diri. Membuat semuanya menjadi sulit, dan menghancurkan diriku sendiri.
Ini bukan salah Darren, ini semua murni kesalahanku. Seandainya aku tak terjatuh dalam pesonanya. Seandainya pertahanan diriku kuat, semuanya takkan begini. Ya, percuma saja aku mengandai-andai, lukaku tak akan sembuh dengan kata seandainya.
"Seharusnya tindakan inilah yang kulakukan dari dulu. Saat ini, aku mengembalikan hatimu ketempat seharusnya ia berada Aku mengucapkannya, lalu melangkah menahan pedih yang membuatku ingin menangis lagi dan lagi.
Namun, baru tiga langkah aku berjalan. Sepasang lengan kokoh, membuat tubuhku seakan seperti patung. Kedua lengan itu melingkar dengan eratnya di pinggangku, seakan takut kalau ia lengah sedikit saja, aku akan menghilang. Bersamaan dengan itu, kurasakan orang itu meletakkan dagunya di puncak kepalaku.
"Dan bagaimana kalau hatiku tak ingin kembali? Bagaimana kalau gadis yang sedang kupeluk inilah, yang kuinginkan untuk meletakkan hatiku?" Darren mengucapkan semua kata-kata tadi, dengan penuh kesungguhan.
Darren memutar tubuhku memutar menghadap ke arahnya. Aku tak berani mengangkat kepalaku, sehingga saat ini aku hanya berhadapan dengan dada bidangnya saja.
Darren mengangkat daguku, memaksaku menatap wajah tampannya.
Kumohon, jangan seperti ini. Aku tak yakin ketika melihat wajahnya, aku masih akan tetap pada pendirianku untuk melepaskanmu. Kumohon, jangan melakukan ini kepadaku Darren. Jerit batinku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winterherz
Novela JuvenilCaliandra Renaya hanyalah remaja biasa seperti yang lainnya. Mungkin yang membuat ia terlihat menonjol, karena ia merupakan pacar dari salah satu cowok most wanted di sekolah. Tapi tak ada yang pernah tahu, bahwa ia hanyalah dianggap sebagai penggan...