Chanyeol membuka matanya, merasakan rasa sakit yang menusuk - nusuk perut sebelah kanannya. Dia menoleh ke samping dan mendapati Jongin berada di sebelahnya.
"Jong?" panggil Chanyeol lirih, suaranya bahkan hanya menyerupai bisikan.
"Jongin," Chanyeol kembali memanggil.
Jongin terbangun, Chanyeol merasa lega. Terkadang kepekaan Jongin -- bahkan saat dia masih dalam keadaan tidur -- sangat membantu.
"Apa Yeol? Kenapa?" tanya Jongin. Matanya langsung terbuka lebar begitu melihat Chanyeol terbangun.
"Jam berapa? Kau tidak bekerja?" tanya Chanyeol.
Jongin mengambil ponselnya dan menghidupkan layar.
"Jam 7, sepertinya aku mengambil cuti saja."
"Kenapa?"
"Menjagamu."
Chanyeol mencibir, "Chessy. Sana pergi. Aku tidak apa - apa."
"Aku tidak tega."
"Aku menyusahkanmu ya?"
"Tidak Yeol, kau tenang saja."
Mereka terdiam, Jongin nyaris kehilangan kesadaran saat Chanyeol kembali bicara.
"Jong, aku minta bantuanmu boleh?"
"Apa?"
"Nanti kalau aku mati. Tolong urus pemakamanku. Lalu barang yang kemarin kita beli itu. Tolong kirimkan ke rumahku. Juga barang - barangku lainnya. Kau jangan sekali - kali memberitahu keluargaku sebelum acara pemakamanku selesai. Kau katakan saja nanti saat kau mengirimkan barangku ke rumah."
Tidak ada sahutan dari Jongin, dia mendengarkan setiap ucapan Chanyeol dan merasakan perasaan tidak nyaman yang membuat dadanya sesak dan matanya panas. Jongin tahu dia laki - laki, haram baginya menangis di depan orang lain. Diam - diam Jongin menyusut air matanya, beruntung jendela kamar belum dibuka jadi suasana di kamar itu gelap.
"Kau jangan bicara seperti itu," ujar Jongin.
"Bicara apa?"
"Apa yang kau katakan barusan?"
"Yang mana?"
"Terserah Yeol!" sahut Jongin kesal. Chanyeol memang menyebalkan dalam kondisi apapun, bahkan dalam kondisi sakit seperti ini.
"Maksudku, tadi aku bicara panjang lebar. Yang sebelah mana yang kau melarangku mengatakannya?"
"Semuanya."
"Aku sudah terlanjur mengatakannya."
Jongin mendengus.
"Tapi janji ya. Kau akan melakukan semua yang kukatakan tadi."
"Kau membuat wasiat sudah seperti orang yang mau mati saja."
"Memang iya."
"Sialan. Jaga mulutmu Yeol," Jongin bergumam, dia mengubah posisinya menjadi membelakangi Chanyeol.
"Aku serius Jong. Sakit sekali rasanya," ujar Chanyeol lirih.
Jongin tidak menyahut ucapan Chanyeol selama beberapa detik, sampai Chanyeol mengira lelaki itu tidur. Tapi tiba - tiba Chanyeol bangun dari tidurnya.
"Ya diobati kalau sakit. Sudah, aku buatkan sarapan dulu," Jongin berjalan meninggalkan kamar itu.
Chanyeol beranjak dari tidurnya beberapa saat setelah Jongin pergi. Dia berjalan membuka tirai dan jendela kemudian menuju meja belajarnya, menulis beberapa surat untuk keluarganya. Tangannya menjadi kebas karena menulis cukup banyak setelah sekian lama tidak menulis. Setelah menyelesaikan suratnya, Chanyeol mengambil tas plastik hitam yang ada di sebelah almari. Dimasukkannya surat - surat itu di plastik pembungkus barang - barang yang baru dibelinya untuk diberikan kepada keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIFT (FF version)
FanfictionChanyeol tahu dia memang tidak sepandai dan serupawan saudara-saudaranya. Tapi terkadang Chanyeol juga tersiksa saat sang ayah menuntut dan membedakannya. Setelah beberapa bulan keberadaan Chanyeol tidak diketahui semenjak dia kabur dari rumah. Kris...