Chapter 1 : The time we first meet

57 5 3
                                    

"Kau baik-baik saja ?" tanya seorang laki-laki yang menatap ke arah kepalaku, tanganku menyentuh daerah yang nyeri di dahiku lalu mengadahkan tanganku, terlihat darah segar membuat kepalaku pusing seketika. Ia menyodorkan sapu tangannya ke arahku, aku mengambilnya dengan ragu dan menempelkannya di ubun-ubun kepalaku.

"Aw.." aku mengaduh, ia menyodorkan tangannya lagi, tanpa pikir panjang aku langsung menggenggam tangannya, ia menarik tanganku supaya aku bisa bediri sambil melingkarkan tangan kirinya di pinggangku, ketika berdiri tanpa sengaja bahuku menyenggol dadanya yang bidang.
"Maafkan aku, apa kau perlu bantuan ? Kelasmu dimana ? Kok, rasanya aku belum pernah melihat wajahmu ya ? Apa kau-"
"Tidak perlu ! Aku baik-baik saja" potongku berdiri sempoyongan, ia tetap kukuh membantuku dengan memegang pergelangan tanganku.

Beberapa siswa menatapku dengan aneh dan tajam, perasaanku menjadi tak enak, mungkinkah mereka cemburu kalau pria ini membantuku.
Akh lupakan saja kataku dalam hati.
"Tak usah sungkan Nona, aku bisa mengantarmu sampai ke kelas" ia menawarkan bantuannya lagi, sambil menahan tubuhku dengan tangannya.
"Aku tak apa ! Sungguh ! Percayalah... maaf, tapi aku tak ingin terlambat masuk kelas" aku melepaskan tangannya dari bahuku dengan tangan kiriku secara halus lalu berjalan tertatih-tatih menuju pagar sekolah, laki-laki itu diam saja melihat kepergianku. Aku sebenarnya muak menjadi bahan tontonan siswa sekolah ini, apalagi aku hanya siswi pindahan yang baru masuk. Sial.

Tiba-tiba seorang wanita berambut pirang sebahu mengahampiriku, aku berhenti melihatnya mendekatiku. Mengabaikan tatapan orang ke arahnya, ia memegang pinggangku dengan tangan kanannya, memapahku dengan lembut. Huff..., aku tak bisa berbohong lebih lama, karena aku benar benar butuh sesorang untuk memapahku.
"Kau tak apa ? Jangan coba untuk menolak, nanti akan menjadi lebih parah" katanya, ia memang benar, aku tidak boleh menolak lagi, rasanya tadi aku mau pingsan di tengah jalan. "Thank's ya..." aku menahan sakit di kepalaku
"Kau baru disini ?" tanyanya sambil menoleh padaku.
"Yah... begitulah, murid baru yang menarik perhatian, menyebalkan" kataku sambil memiringkan sedikit wajahku. Ia tertawa mendengar aku mengejek diriku sendiri.
"Kau hebat, masih baru tapi bisa meraih popularitas dengan cepat" ia tersenyum kecil sambil melihat jalanan berbatu, berjalan perlahan agar aku tidak merasa sakit.
"Maksudmu popularitas tertabrak motor besar dan..., kepalaku gegar karenanya" ia kembali tersenyum dengan celotehanku, ternyata ia memiliki kulit putih, rambut pirang terang dan senyum yang manis.

"By the way, kau kelas berapa ?" ia bertanya. Pertanyaannya mengingatkanku pada sesuatu, hal yang diberikan ayahku. Kurogoh saku kiri jaket sutra coklat peninggalan ibuku, kukeluarkan secarik kertas putih itu dan aku menoleh padanya lagi.

"Oh, ya ! Aku kelas X-C" kataku dengan datar.
"Waah, kebetulan sekali aku berada di kelas yang sama denganmu" ia terkejut sekaligus gembira.
"Benarkah ? Setidaknya hari ini aku tidak benar-benar sial, sekelas denganmu adalah mukjizat" kataku dengan nada riang.
"Ya kau benar. Ayo kuantar ke kelas !" Ia mengiyakannya. Kami berjalan memasuki lorong yang disampingnya penuh mading karya siswa, sejenak aku terkesiap. Di ujung lorong itu, seorang pria yang berjalan berlawanan arah dengan kami lewat, pria yang memakai topi sampai menutupi setengah wajahnya dan mp3 player, entah kenapa pandanganku terkunci, kepalaku refleks mengikuti arah dia pergi, tidak mau kehilangan jejaknya.
"Kenapa, ada sesuatu yang ketinggalan ?" menatap mataku yang melirik kebelakang.
"Ah..., tidak ada" desahku agak linglung.
Kami berjalan beberapa langkah dan ia menunjuk ruang kelas dengan tanda "X-C" kami berdua memasuki kelas. Semua melihatku yang di papang olehnya, aku berjalan tertatih-tatih, ia menuntunku ke sebuah bangku yang kosong dan mempersilahkan aku untuk duduk.

Setiap gerakan kami diikuti gerakan belasan pasang mata yang ada dikelas itu. Ia tersenyum dan aku membalas senyumnya lalu ia begeser untuk duduk di sebelah bangkuku. Kemudian Mrs. Jenny, guru biologi, memasuki kelas dan memulai pelajaran pertamaku di sekolah baruku hari ini...
***

AblishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang